Setelah lima bulan berlalu, sejak
Juli, akhirnya saya bisa memaksa menyempatkan diri nulis untuk mengisi blog
yang makin hari makin sedikit saja postingannya. Entah mengapa, semakin
bertambah usia, rasanya saya jadi makin malas untuk pencitraan, showing off, dan narsis di segala macam
jejaring sosial yang saya punya. Apalagi sekarang zamannya Instagram! Lagipula,
saya juga tidak terlalu suka foto-foto, baik foto diri sendiri ataupun fotoin
hal lain. Hahaha. Kalau misal punya foto, lebih suka jadi koleksi pribadi.
Yaaa… karena saya tidak fotogenik, tidak punya baju bagus buat foto #ootd, dan
tidak sering jalan-jalan ke café
instagram-able dan traveling ke tempat hits.
Lalu, selama lima bulan tanpa
postingan tersebut, saya lebih sering meramaikan akun Goodreads saya. Selama
tahun 2016 ini saya menantang diri saya dengan Goodreads Reading Challenge. Setelah gagal dengan Reading Challenge tahun 2015, akhirnya
saya pun menarget membaca buku sebanyak 60 judul di tahun 2016. Mungkin bagi
masyarakat umum, 60 judul buku setahun itu too
much! Tapi, Goodreaders lain
lebih ngeri lagi dari saya. Ada yang berani setel target baca hingga 100 judul.
Okay, saya mah apa atuh…
Kegiatan baca buku tersebut memang
merupakan hiburan tersendiri untuk melepas penat mengerjakan skripsi. Setelah
ambil data untuk penelitian, selama bulan Juli-Agustus saya mengerjakan
pembahasan dan kesimpulan dengan diselingi baca buku hampir 20-25 judul. Tentu
saja 20-25 judul itu tidak termasuk buku dan jurnal yang saya masukkan di
daftar pustaka skripsi. Hahaha. Lalu, bulan September saya sidang skripsi,
bulan Oktober revisi sambil nangis nungging-nungging karena tak kunjung
ditandatangani Bapak-Dosen-Penguji-II-yang-Budiman, hingga akhirnya sibuk
pemberkasan untuk daftar wisuda bulan Desember. Nah, akhirnya terjawab sudah
mengapa selama hampir lima bulan saya tidak pernah sempat nulis postingan di
blog.
Baiklah, tulisan di atas sebenarnya
tidak penting-penting amat, namun saya hanya ingin sedikit berbagi tentang buku-buku
apa saja yang berhasil saya baca di tahun 2016. Namun, saya hanya mengulas
beberapa buku yang berkesan bagi saya. Hehehe. Let’s check these out:
The Little Prince – Le
Petit Prince (Antoine de Saint-Exupéry)
[source] |
Buku
yang konon merupakan salah satu masterpiece
Antoine de Saint-Exupery, penulis berkebangsaan Prancis, dibuat melalui sebuah
perenungan tentang makna hidup. Salah satu buku sastra klasik yang worth to read banget. Terbit pada tahun
1943 serta jadi salah satu buku terbaik pada abad ke-20 di Prancis, hingga
telah diterjemahkan ke lebih dari 250 bahasa. Bukunya tidak terlalu tebal,
tidak sampai 100 halaman, namun memuat pesan yang mendalam. Salah satu buku
yang pantas kalian masukkan dalam daftar buku-wajib-baca-sebelum-mati. Beberapa
quotes yang memorable bagi saya, antara lain:
“And now, here is my secret, a very simple secret: It is only with the heart that one can see rightly; what is essential is invisible to the eye,” said the fox. (hal. 48)
“Men have forgotten this truth,” said the fox. “But you must not forget it. You become responsible for what you have tamed. You are responsible for your rose….” (hal. 48)
Ya, tokoh the fox di sini memang sangat bijak sekali. Saya sukaaaa sekali :)
The Great Gatsby (F.
Scott Fitzgerald)
[source] |
Pasti
lebih banyak yang familiar dengan versi filmnya yang dibintangi Tobey Maguire
dan Leonardo DiCaprio. Film tersebut memang diadaptasi dari novel yang berjudul
sama karangan F. Scott Fitzgerald, terbit pada tahun 1925. Awal publikasi novel
ini hingga Fitzgerald wafat, tidak pernah sekalipun terjual lebih dari 25.000
kopi. Novel ini pun terlupakan selama masa depresi hingga Perang Dunia II.
Namun, ketika tahun 1945 mulai dipublikasi ulang, novel ini menjadi sangat
laris dan menjadi yang tersukses di Amerika.
Berlatar
pada tahun 1920-an, di mana masyarakat Amerika sedang dibuai dalam kondisi
tingkat perekonomian yang berkembang pesat, hidup seorang miliuner muda misterius
bernama Jay Gatsby. Suatu ketika, Nick Carraway, tokoh yang menjadi pencerita
di novel ini, menjadi tetangga di samping rumah Gatsby. Melalui sudut pandang
Carraway, Gatsby diceritakan memiliki popularitas karena kekayaannya dan
kegemarannya mengadakan pesta-pesta untuk kalangan sosialita. Suatu ketika,
Carraway diundang Gatsby dalam salah satu pestanya, kemudian menjadi akrab satu
sama lain. Meskipun akrab, tetap saja Nick merasa bahwa Jay masih misterius,
dan ada sesuatu yang tersembunyi dalam kehidupannya. Hingga akhirnya,
terungkaplah bahwa ternyata Jay Gatsby memendam obsesi cinta pada seorang gadis
kaya bernama Daisy Buchanan.
Selanjutnya, silakan baca sendiri.
Yang jelas, setelah saya baca hingga halaman terakhir, saya jadi sebel banget
sama tokoh Daisy Buchanan. Hehehe.
To Kill A Mockingbird
& Go Set A Watchman (Harper Lee)
[source] |
To Kill A Mockingbird,
adalah novel pemenang Pulitzer Prize
yang terbit tahun 1960, mengangkat tentang isu rasisme di Amerika pada tahun
1930-an. Latar cerita di novel ini memang didasarkan pada pengalaman penulis,
Harper Lee, tentang kehidupan masyarakat ketika dia masih berusia 10 tahun.
Novel ini memang sungguh fenomenal, hingga dinobatkan menjadi buku “that every adult should read before they
die”. Lalu, pada tahun 2015 terbit lanjutan dari novel pertamanya, Go Set A Watchman.
Konon, Go Set A Watchman merupakan draft pertama dari To Kill A Mockingbird. Namun, setelah melalui proses edit dan
revisi, Harper Lee mengganti judulnya menjadi To Kill A Mockingbird. Jika To
Kill A Mockingbird bercerita melalui sudut pandang Jean Louise ‘Scout’
Finch cilik terhadap ayahnya, Atticus Finch, seorang pengacara kulit putih yang
pro pada kulit hitam, maka Go Set A
Watchman adalah realita yang dipandang Jean Louise Finch dewasa pada
ayahnya. Bisa dibilang, To Kill A
Mockingbird adalah harapan, sedangkan Go
Set A Watchman adalah kenyataan yang sesungguhnya. Intinya, kalau yang saya
tangkap dari dua novel ini, suatu hal itu tidak mutlak tetap berada di posisi
yang sama, suatu saat akan berubah sesuai dengan situasi dan keadaan di
sekitarnya. Ya, begitulah… novel ini memang dalam sekali maknanya. Halah… :D
The
Phantom of the Opera (Gaston Leroux)
[source] |
Novel
ini juga punya versi filmnya yang rilis tahun 2004, dibintangi Gerard Butler,
Emmy Rossum, dan Patrick Wilson. Kisah black
romance yang ditulis Gaston Leroux ini terbit pada tahun 1909 serta
terinspirasi dari kisah horor yang pernah terjadi di Opera Paris pada abad 19.
Bercerita
tentang seorang penyanyi opera, Christine Daaé, yang memiliki suara emas dan agak
sedikit pemimpi. Namun, keluguannya dan mimpinya bertemu malaikat musik dimanfaatkan
oleh seorang ‘hantu’ atau The Phantom
yang memiliki nama asli Erik. Erik sangat mencintai Christine karena kecantikan
dan keindahan suaranya, hingga kemudian Erik berpura-pura menjadi malaikat
musik yang akan mewujudkan impian Christine, dengan syarat Christine dilarang
mencintai orang lain. Obsesi Erik yang berlebihan membuat Christine tersiksa,
padahal sebenarnya Christine lebih mencintai Raoul, dibandingkan Erik.
Selanjutnya, silakan baca sendiri.
Jelasnya, kisah black romance ini
sangat menengangkan dan agak bikin deg-degan. Apalagi ketika Raoul dan si Orang
Persia memasuki labirin misterius menuju sarang Erik ‘The Phantom’ untuk menemukan
Christine yang menghilang berhari-hari.
Little
Women (Louisa May Alcott)
[source] |
Salah
satu novel klasik yang, menurut saya, patut menjadi novel-wajib-baca-selama-hidup.
Novel ini pertama kali terbit pada tahun 1868. Sedangkan pada tahun 1869, terbit novel lanjutannya, Good Wives. Sayang sekali, saya baru
baca novel yang pertama. Padahal, kayaknya lebih afdhol kalau baca langsung
lanjut dua-duanya. Hiks.
Novel
ini bercerita tentang sebuah keluarga yang terdiri dari seorang ibu, seorang
asisten rumah tangga, dan empat anak perempuan; Meg, Jo, Beth, dan Amy March.
Latar cerita ini adalah saat perang sipil di Amerika, di mana sang ayah, Mr.
March, harus pergi meninggalkan keluarganya untuk menjadi tentara relawan
selama beberapa bulan.
Cerita yang diangkat memang
sederhana, tentang kegiatan sehari-hari keluarga March selama ditinggal ayahnya
bertugas. Namun, sebenarnya tidak sesederhana tampaknya. Justru cerita
keseharian mereka banyak terselip petuah bijak Mrs. March kepada keempat putrinya.
Ada makna kesederhanaan hidup, bekerja keras, cinta sejati, dan memegang teguh aturan
Tuhan. Ketika membaca novel ini, sempat terpikir betapa masyarakat Amerika zaman
dulu lebih religius dibandingkan yang sekarang. Selain itu, novel ini juga
mengajarkan tentang parenting,
bagaimana cara menghadapi anak perempuan yang beranjak remaja dengan karakter
berbeda-beda, hingga petuah Mrs. March yang tidak menggurui namun sampai ke
hati. Yup, saya sungguh merekomendasikan novel ini untuk dibaca oleh
calon-calon ibu di manapun berada.
Sabtu
Bersama Bapak (Adhitya Mulya)
Awal
buku ini booming saya belum begitu
tertarik untuk baca. Namun, setelah beberapa kali cetak ulang serta beberapa
orang ‘terpercaya’ menjamin buku ini bagus banget dan bikin baper, saya pun
baru tertarik baca. Mungkin, banyak yang sudah tahu ceritanya, karena sempat
difilmkan juga. Jadi, saya tidak perlu capek-capek nulis ulasannya. Hehehe.
Pastinya,
buku ini berhasil membuat saya berganti-ganti antara mingsek-mingsek dan ngakak-ngakak.
Hahaha. Seperti salah satu percakapan Saka dan Ayu yang memorable ini;
“Mas nanya dong,” Ayu memecah keheningan.“Apa tuh?”“Mas pernah bilang, bagi Mas, saya itu perhiasan dunia akhirat.”“Iya,”“Kenapa bisa bilang begitu?”“Kamu pintar. That goes without question. Kamu cantik. Itu jelas.”“Itu semua dunia,” potong Ayu.“Dan karena pada waktunya, saya selalu lihat sepatu kamu di musala perempuan.” (hal. 229)
Kemudian
saya mewek sambil ketawa nggak jelas. Aaaaaaa…. Saka romantezz :3
Barangsiapa yang belum baca buku
ini, rugi banget! Meskipun sudah nonton versi filmnya, tetap saja kalian perlu
banget baca buku ini. Salah satu pesan pokok yang perlu digarisbawahi dalam
buku ini adalah, peran ayah dalam pengasuhan anak. Menurut saya, buku ini wajib
banget dibaca para calon suami dan ayah di manapun berada, karena sebagian
besar pesan-pesan tokoh Bapak di novel ini for
daddy and husband banget!
Outliers
(Malcolm Gladwell)
[source] |
Singkatnya, buku ini menjelaskan
fakta ilmiah tentang kesuksesan. Sudah pernah saya ulas panjang lebar di sini.
Silakan dibaca, kalau mau baca. Saya capek nulisnya lagi, hehehe.
Quiet:
The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking (Susan Cain)
[source] |
Sebenarnya,
saya pernah ingin menulis sebuah post
khusus untuk buku ini. Sayang sekali, karena tersibukkan oleh skripsi, akhirnya
saya lupa. Yap, menurut saya, buku ini sangat bagus dibaca oleh para introvert, seperti saya ini. Buku ini bukan
buku self-help seperti halnya buku-buku
psikologi populer mainstream. Konten
dalam buku ini mirip seperti buku-buku Malcolm Gladwell, ada penjelasan ilmiah
berdasarkan tinjauan penelitian. Buku ini mengulas panjang lebar mengenai siapa
sebenarnya introvert, bagaimana
kedalaman psikologisnya, bagaimana mekanisme biologisnya, perbedaannya dengan
para ekstrovert, dan bagaimana
memanfaatkan potensi positif kepribadian introvert.
Setelah
membaca buku ini, saya jadi semakin bangga menjadi seorang introvert yang sering dianggap sebelah mata. Ya, saya memang orang
yang menghindari kepopuleran, lebih suka bekerja di belakang sorotan, menyukai
kesendirian terutama ketika membaca dan menulis, cenderung pemikir filosofis,
lebih abstrak, agak misterius karena tertutup (bener nggak sih?), suka mendengarkan
Coldplay dan lagu melankolis (apa ini?), lebih menyukai mendengar daripada
berbicara, always listening always
understanding (dipikir iklan asuransi?), tidak terlalu cerewet (lalu Bapak
saya bilang: “masa?”). Hahaha. Sebenarnya, cerewet saya bersifat situasional,
tergantung kebutuhan.
Yap,
buku ini cocok sekali dibaca para introvert,
namun tidak menutup kemungkinan pula dibaca oleh ekstrovert, supaya makin memahami dunia para introvert.
Ngg… anyway, sebenarnya saya INFJ, salah satu tipe introvert yang agak ekstrovert dan populasinya hanya 1-2% di dunia. Limited edition, kaaan? *abaikan ini, sebenarnya nggak penting juga, sih*
Orang-orang
Proyek (Ahmad Tohari)
[source] |
Salah satu novel Ahmad Tohari yang
membekas sekali di ingatan saya. Sebenarnya, selama rentang Juli-Agustus ada
beberapa tulisan Ahmad Tohari yang saya baca, namun yang menurut saya paling
menyentil, tetap novel ini. Realita yang diusung dalam novel ini prakteknya
masih marak terjadi dan sudah menjadi rahasia umum. Sudah menjadi hal yang
dianggap ‘wajar’ bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia seperti itu.
Bahkan, kadang-kadang saya jadi kebawa su’udzon,
curiga jika proyek flyover dekat
rumah saya itu juga tidak jauh dari praktek-praktek semacam ini.
Di
Tanah Lada (Ziggy
Zezsyazeoviennazabrizkie)
[source] |
Abaikan nama penulisnya yang
panjangnya kayak kereta Shinkansen.
Hahaha. Terlepas dari nama unik dan aneh penulisnya, novel ini merupakan salah
satu pemenang sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2014. Saya suka sekali dengan
sudut pandang yang digunakan di novel ini, tuturan dan perasaan seorang anak
kecil korban kekerasan. Menyayat sekali, terutama ketika si anak terpaksa harus
pergi ke sana kemari menghindari kejaran ayah kandungnya yang kejam dan hobi
mabuk. Lewat novel ini, saya jadi bisa belajar bikin novel yang sederhana namun
punya pesan mendalam bagi pembacanya.
Negeri
Para Bedebah & Negeri di Ujung Tanduk (Tere Liye)
[source] |
Baru
sempat baca novel ini di tahun 2016. Meskipun saya selalu tampak update novel-novel terbaru, namun saya
selalu paling terrtinggal membacanya. Biasa, ditimbun dulu di lemari atau wish-list sampai berfermentasi. Hahaha.
Dua
novel ini saya pinjam di rentalan dan aplikasi iJakarta. Lumayan ngos-ngosan baca novel via smartphone dengan ketebalan hampir 500
halaman. Meskipun mata berasa siwer
dan berair, tetap nekat hajar! Bagaimana tidak, dua novel ini membuat saya
enggan berhenti di tengah-tengah. Selalu berhasil bikin saya penasaran di
setiap pergantian babnya! Saya mah apa atuh, gampang lemah dengan novel
berbau-bau aksi dan lumayan thrilling
ini. Baru bisa tidur nyenyak kalau sudah tamat satu buku. Hahaha.
Dua novel ini resmi saya nobatkan
sebagai novel aksi Indonesia paling worth
to read dengan adegan aksi yang tingkat menegangkannya nggak artifisial.
Halah. Pokoknya kewreeenn! Dua novel ini menjadi novel Tere Liye kesekian yang
jadi favorit saya. Uwuwuwu :3 *mendadak alay*
The
Geography of Love (Peter Theisen)
[source] |
Salah
satu buku nonfiksi yang rada mirip sama seri best-seller The Geography-nya
Eric Weiner. Saya pinjam buku ini di aplikasi perpustakaan digital iJakarta. Buku
ini mengulas tentang hal-hal yang berkaitan dengan cinta dan pernikahan. Ada
berbagai negara yang diulas, salah satunya sistem pernikahan dan keluarga di
masyarakat Minang yang menganut matrilineal. Seluruh ulasannya diceritakan layaknya
kisah perjalanan. Lalu, setelah usai membaca buku ini, baru tahu kalau ada
penulis lain (Eric Weiner) yang menggunakan tema sejenis dengan banyak seri.
Duh, jadi ngiler pengen beli!
*Kemudian ingat buku populer lain–Lifestyle Ecstasy, The Art of Loving, What the Dog Saw, David and Goliath–yang masih bungkusan sejak berbulan-bulan lalu. Hiks!*
Four
Season: Winter in Tokyo, Summer in Seoul, Spring in London, Autumn in Paris (Ilana Tan)
[source] |
Sejujurnya,
memang saya telat banget baca tetralogi empat musimnya Ilana Tan ini. Novel ini
memang booming banget ketika saya
SMA, dan banyak gadis-gadis labil seusia saya saat itu yang sudah khatam baca
keempat-empatnya. Sedangkan saya, lebih tertarik menekuri Hercule Poirot dan
Sherlock Holmes. Huehehe.
Namun, semua berubah ketika negara
api menyerang muncul aplikasi iJakarta. Berkat aplikasi iJakarta, saya bisa
baca keempat novel ini tanpa perlu mengeluarkan duit rental. Saya sesungguhnya
penasaran, kenapa novel ini bisa best-seller?
Awalnya, tentu saja ekspektasi saya melambung. Namun, ketika saya baca bukunya,
ekspektasi saya langsung jatuh terjerembab. Saya kira, kisah romantisnya nggak
terlalu cheesy. Eh, ternyata, sama
saja seperti novel-novel roman pendahulunya. Hanya saja, kelebihan novel ini
adalah gaya bahasanya yang rapi dan tidak terlalu banyak dialog. Setidaknya,
saya tidak menemukan sapaan “gue-elu gue-elu” di novel ini serta banyak terselip
istilah bahasa Korea, Inggris, Prancis, dan Jepang sesuai latar tempatnya.
Lumayan lah, sekalian belajar bahasa asing sedikit-sedikit. Hehehe.
Katarsis
(Anastasia Aemilia)
[source] |
Novel
ini bergenre psychological thriller.
Sudah saya ulas panjang kali lebar di Goodreads. Intinya, saya nggak terlalu
suka sama buku ini. Salah satunya, saya sangat menyayangkan tidak ada alasan
mengapa si tokoh utama memiliki gangguan psikopatologi. Banyak kesalahan logika
serta penggambaran tokohnya kurang kuat membuat novel ini punya nilai jeblok di
mata saya. Terlalu banyak darah, namun saya tidak merasa terguncang secara
psikologis. Eksekusi ceritanya masih kurang banget!
Alhamdulillah,
akhirnya selesai juga menulis dengan sistem borongan kayak proyek pembangunan flyover. Tapi, tentu saja nulisnya tidak
memakan waktu hampir seusia masa kuliah saya, layaknya pembangunan flyover dekat rumah yang berulangkali
ganti developer itu. Halah.
Baiklah,
saya ucapkan terima kasih bagi yang dengan suwungnya
dan kurang kerjaannya menyempatkan diri membaca kata demi kata tanpa asal scrolling, bagi yang baca karena ingin
dapat informasi bukan hanya lihat gambarnya, dan bagi yang asal scrolling dan lihat gambar saja tanpa
baca tulisannya. Hidup kalian luwaar biyasaaahh…
Mohon
maaf, euforia berlebihan sehingga penutupnya jadi alay.
Okay,
kalau begitu, sampai jumpa di postingan selanjutnya… :)
P.S.: Silakan kunjungi akun
Goodreads saya (klik di sini), kalau sempat dan mau. Atau, boleh juga lho di-add. Siapa tahu
kita sehati dalam me-rating dan me-review buku. #eaaa :p