Disclaimer: Postingan ini akan sangat panjang, mungkin kalian (yang kesasar atau terjebak ke sini) akan bosan membacanya. Saya menuliskan ini untuk tetap merawat ingatan tentang perjalanan hidup saya hingga sekarang. Sebab saya ingin selalu bersyukur pada Maha Pemberi Hidup yang telah secara ajaibnya mengarahkan saya hingga sejauh ini. Masya Allah, Allahumma Baarik…
[source] |
Pagi ini saya terbangun dengan ingatan samar-samar di kepala. Tiba-tiba saja saya teringat masa-masa di tahun 2018 ketika saya pertama kali merantau dan bekerja di Jakarta. Saya mencoba mengingat perjalanan dan rutinitas saya setiap pagi menuju kantor. Saat itu saya tinggal di kosan belakang kantor saya, di sebuah pemukiman yang cukup padat penduduknya. Lalu saya mengingat-ingat bahwa perjalanan dari kosan ke kantor cukup jauh, mungkin sekitar 1,5 km saya berjalan kaki. Rute yang cukup rumit itu sulit saya ingat hingga akhirnya saya membuka Google Timeline yang tentu saja sudah merekam rute perjalanan saya selama bertahun-tahun belakang.
Iseng saya ingin coba kilas balik hari pertama saya bekerja di Jakarta
10 April 2018.
Sesuai dengan track lokasi pada Google Timeline saya, saat itu hari pertama saya bekerja di Telkomsel. Saat itu saya bekerja sebagai karyawan kontrak pada sebuah kantor penyedia tenaga alihdaya di bawah Telkomsel. Beberapa hari pertama saya sempat tinggal sebentar di Depok, di rumah sepupu saya. Sebab baru beberapa hari sudah lelah commute menerjang lautan, berdesak-desakan pulang pergi Depok-Jakarta Selatan naik KRL, seperti tua di jalan, akhirnya saya memutuskan buru-buru mencari kosan di sekitar kantor saya. Benar-benar saya tidak sampai seminggu kuat merasakan menjadi dendeng di dalam KRL. Hahaha. Hingga saya dipertemukan dengan kosan yang cukup affordable bagi saya yang hanya bawa uang terbatas hasil kerja saya ketika masih di Solo.
Setiap pagi saya menyusuri jalan Kebalen V terus mengarah ke jalan Widya Chandra, komplek rumah dinas Menteri dan para Duta Besar negara asing, hingga mengarah ke jalanan Gatot Subroto. Ya, kantor Telkomsel Smart Office (TSO) terletak di Gatot Subroto, diapit Museum Satria Mandala dan Kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sekarang sudah berubah jadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Perjalanan kosan-kantor selalu saya lakukan dengan berjalan kaki. Hanya beberapa kali kalau saya sedang kurang enak badan, pulang lembur, atau buru-buru takut telat, saya naik ojek online. Setiap pagi saya selalu masak nasi untuk bekal sarapan dan makan siang. Sambil jalan menuju kantor saya mampir ke warung nasi yang selalu ramai setiap pagi, untuk beli lauk dan sayur dimakan dua kali, sarapan dan makan siang. Saya jarang jajan di kantor karena mahal. Hahaha. Mungkin hanya sesekali, biasanya setiap Jumat atau ketika habis gajian, untuk kebutuhan bersosialisasi juga. Hahaha.
Saya ingat betul, waktu itu saya benar-benar sulit beradaptasi. Saya belum kenal dengan banyak orang di sana, ketika yang lain mungkin sudah saling mengenal, entah dulu sesama teman kuliah atau sejenisnya. Jadinya saya setiap istirahat selalu buru-buru kabur ke masjid kantor yang ada di lantai 9 (kantor saya di lantai 17). Biasanya saya setelah sholat jamaah Dhuhur, saya akan duduk di pojokan masjid sambil makan bekal makan siang. Saya kadang masih culture shock, tentu saja, karena seumur hidup saya tinggal di lingkungan yang cukup homogen. Saya pun juga jarang hang out dengan teman kantor di luar jam kerja. Pernah hang out paling makan siang di sekitaran LIPI dan Menara Mandiri atau agak jauh jalan ke City Plaza (samping hotel Four Season).
Long story short, saya menikmati bekerja di TSO, sempat punya bestie yang akhirnya bisa diajak jalan-jalan nge-mall ke Central Park dan kemana-mana lah pokoknya. Wkwkwk. Hingga kemudian saya ikut tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di akhir tahun 2018.
Itu tes CPNS ketiga kali saya, setelah dua kali saya gagal. Wkwkwk. Alasan saya saat itu ya karena saya tahu bahwa saya hanya PKWT yang dikontrak satu tahun. Terlebih saat itu di TSO sedang ada reorganisasi, beberapa karyawan alihdaya terancam tidak diperpanjang kontraknya. Saya sadar, meskipun saya bekerja serajin apapun, saya hanya pegawai kontrak yang bisa sewaktu-waktu diputus kontraknya. Meskipun saya tahu dan manager saya saat itu terang-terangan sempat bilang; “Rifa itu rajin, kerjanya bagus, kalau misal ada outsourcing yang bisa di-organik-kan mungkin gue bakal pilih Rifa sama Adly”. Adly ini rekan kerja saya yang sesama PKWT alihdaya dan memang andalan Pak Bos juga.
Namun, saat itu saya izin sama Pak Bos untuk ikut tes CPNS dan diizinkan. Beliau memang menganjurkan para karyawannya yang alihdaya untuk cari kesempatan kerja lain mengingat status kami hanya PKWT satu tahun saja. Saya selalu update ke Pak Bos perkembangan tes CPNS saya, dari saya ikut SKD, SKB (Psikotes dan Wawancara Psikolog plus User), hingga ketika pengumuman.
Tibalah hari pengumuman dan saya lolos menjadi CPNS. Lolos di percobaan ketiga. Hahaha sungguh persistent sekali ya usaha saya ini. Wkwkwk. Alhamdulillah Masya Allah Tabarakallah. Saat itu sekitar Januari akhir. Pokoknya jarak antara tes wawancara ke pengumuman itu cepat sekali. Saat itu kalau tidak salah pengumumannya sore menjelang maghrib. Kalau tidak salah ingat, pagi hari berikutnya ketika masuk kantor, saya ditanya oleh Pak Bos lalu saya bilang kalau saya diterima CPNS. Saya izin untuk bikin surat resign karena aturannya kan one month notice, sebelum hari pertama saya orientasi CPNS. Tapi Pak Bos malah menahan saya, nanti saja buat surat resign-nya mepet, karena Pak Bos pengen saya kerja sampai H-1 saya kerja di Kementerian.
Benar saja. Tanggal 12 Maret 2019 saya mulai orientasi di kantor baru. Tanggal 11 Maret 2019 saya benar-benar last day di TSO. Kalau diingat-ingat waktu ini benar-benar ketawa banget sih. Senin itu, saya hanya bekerja setengah hari, waktu siang Pak Bos mengajak rekan setim untuk makan di RM Padang yang enak di daerah Bendungan Hilir lah pokoknya, tidak jauh dari TSO. Kami rombongan naik mobil, lalu di sana biasa Pak Bos ala-ala speech untuk mengapresiasi dan melepas saya. Nggak tahu rasanya momen itu sangat heartwarming sekali karena saya merasa benar-benar dihargai bekerja di sana. Saya diberi hadiah jam tangan yang kemudian di 12 Maret 2019 saya pakai saat hari pertama orientasi CPNS di kantor baru.
12 Maret 2019.
Hari pertama orientasi CPNS. Saat itu saya sudah punya NIP PNS. Hehehe. Sungguh Maha Besar Allah, kadang saya takjub sendiri karena nggak sampai setahun tiba-tiba saja saya berubah dari karyawan PKWT alihdaya ke Calon PNS. Antara kaget dan nggak nyangka. Masya Allah Tabarakallah.
Saat itu saya orientasi di Balai Makarti, semacam gedung aula besar di kantor saya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Saat itu di kantor Kalibata. Saat orientasi saya masih belum tahu akan ditempatkan di unit kerja mana. Lalu pada saat hari kedua orientasi, ternyata saya dilempar ke unit kerja Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal yang kantornya ada di Abdul Muis, Jakarta Pusat. Gilaaa jauh banget. Lalu hari ketiga, hari Jumat, kami yang ditempatkan di Ditjen PDT pun diarahkan ke sana untuk orientasi di unit kerja penempatan selama setahun CPNS.
Awalnya saya berpikir, kalau saya ditempatkan di kantor Kalibata, mungkin saya masih tetap ngekos di kosan saya waktu masih di TSO, karena tidak terlalu jauh. Tapi karena kantor baru saya ternyata di daerah Abdul Muis, yang notabene itu di belakang jalan Medan Merdeka Barat, maka saya pun cari kosan di sekitar sana. Hingga kemudian saya dapat kosan di daerah belakang Kantor Walikota Jakarta Pusat alias Jalan Petojo Enclek XIII. Kosan yang penuh momen menyenangkan karena saya dapat teman kantor segeng sampai sekarang (meski sekarang kami sudah saling tinggal berjauhan dan punya kehidupan masing-masing). Segeng kami ada lima orang: saya, Mbak Yuni, Mbak Nurul, Fajar alias Yaya, dan Yuni alias Uni.
Saya tidak akan bercerita kehidupan pekerjaan selama jadi CPNS karena itu melelahkan sekali dan beberapa momen triggering sekali. Saya malas mengingat-ingat. Hahaha. Tapi overall, kehidupan saya seru sekali, banyak teman baru, kisah baru, seru sekali, meski ada nangisnya juga biasa namanya juga kerja. Wkwkwk.
Long story short, pandemic outbreak Maret 2020, momennya tepat banget kami diangkat menjadi PNS setelah setahun sebagai CPNS. Kami malah lebih banyak kerja dari rumah alias WFH. Lalu akhirnya kami berlima mencari-cari kosan yang punya fasilitas wifi dan dapur. Pas banget dapat kosan di belakang Hotel Grand Mercure. Sawah Besar. Kami berlima bedol desa pindahan kosan. Bener-bener Masya Allah sih soalnya jarang ada kosan yang ada kamar kosong lima. Jadi kami bisa pindah kosan barengan lagi.
Fast forward, kita beranjak ke tahun 2021…
Intinya, suka duka bekerja selama pandemi kami lalui bersama, udah berasa keluarga banget. Hingga akhirnya satu persatu dari kami meninggalkan kosan karena menikah. Pertama yang meninggalkan kosan adalah Yuni alias Uni. Dia akhirnya pindah ke Cilebut setelah menikah. Nah, pada masa-masa itu juga terjadi perubahan organisasi di kantor saya, hingga kemudian penempatan saya dipindah ke Kalibata. Saya, Mbak Yuni, dan Mbak Nurul pindah ke Kalibata, sedangkan Uni dan Yaya masih di Abdul Muis. Meski kantor kami pindah Kalibata, kami masih tetap ngekos di Sawah Besar. Jadi kami kalau ke kantor, yang waktu itu masih WFH-WFO, selalu naik KRL dari Sawah Besar ke stasiun Kalibata. Kosan ke stasiun Sawah Besar naik angkot, turun di stasiun Kalibata ke kantor bisa jalan kaki.
Lalu selanjutnya yang keluar dari kosan adalah Yaya, tentu saja karena menikah juga. Selanjutnya, saya pun keluar dari kosan. Bukan menikah sayangnya. Wkwkwk. Alhamdulillah Masya Allah Tabarakallah masih disuruh Allah untuk single-lillah karena ternyata diberikan rezeki lolos LPDP dalam sekali percobaan dan kemudian diterima S2 Magister Psikologi Profesi di dua kampus, UI dan UGM. Setelah berpikir dan mempertimbangkan strength dan weakness-nya, saya pun memutuskan memilih ke UGM. Alasannya adalah;
- Saya sempat mental breakdown selama pandemi dan sempat membuat saya akhirnya ke Psikolog. Bahkan sempat pernah kepikiran menabrakkan diri di KRL yang melaju kencang, bener-bener hampir suicidal thought. Entah ini mungkin campuran antara patah hati dan pekerjaan yang menguras energi. Akhirnya saya berpikir bahwa memang sebaiknya saya meninggalkan Jakarta dan segala hiruk pikuk keduniawiannya;
- Kalau saya tetap di Jakarta dan Bos saya tahu pasti nanti tetap dikasih kerjaan. Wkwkwk. Padahal secara ST Tugas Belajar sih dilepaskan dari seluruh tugas kedinasan;
- Kalau saya di UGM, saya bisa pulang kampung setiap minggu. Bisa memanfaatkan waktu quality time dengan keluarga, di mana selama di Jakarta saya sudah kayak Bang Thoyib, alias jarang pulang. Wkwkwk. Saya ingin birrul walidain banyak-banyak, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
Bahkan sampai sekarang saya selalu mensyukuri keputusan saya untuk memilih UGM, terutama pada alasan poin 3. Saya cukup sering pulang kampung karena hanya berjarak 1,5 jam naik KRL Solo-Jogja. Kenapa kok nggak ngelaju aja PP KRL-an? Balik lagi, KRL Solo-Jogja jarak antar jamnya lebar banget bisa sampai 1 jam. Jadi karena saya kalau mandi dan siap-siap dandan lama, mending tinggal di kosan saja selama di Jogja. Hehehe.
15 Juli 2022 pun jadi hari pertama saya berkuliah sebagai mahasiswa tugas belajar di UGM.
Long story short, suka dukanya sudah sempat saya tuliskan di postingan sebelumnya, silakan baca sendiri (kalau nggak males). Hahaha. Intinya saya sangat menikmati berkuliah lagi, melanjutkan bidang ilmu yang waktu SNMPTN 2012 menjadi backburner alias pilihan ketiga saya. Wkwkwk. Aneh banget, dulu sama sekali nggak paham Psikologi itu apa, kayak tiba-tiba kesasar saja. Eh, beberapa tahun kemudian malah lanjut Part 2. Ketagihan memang kayaknya. Wkwkwk.
Yhaaa… meskipun semester satu rasanya kayak dihajar babak belur sampai kurang tidur gara-gara mata kuliahnya benar-benar dipadatkan jadi satu. Pokoknya yang menguras energi adalah mata kuliah Psikodiagnostika karena harus praktik dan bikin laporan juga. Belum tugas-tugas dari mata kuliah Kemagisteran. Sebab judulnya adalah Magister Profesi maka ada dua kelompok mata kuliah yang harus dituntaskan yaitu Kemagisteran dan Keprofesian.
Long story short again, pada Juli 2023 memasuki semester 3 saya melaksanakan Praktek Kerja Profesi Psikologi (PKPP) selama satu semester. Hingga Alhamdulillah, Masya Allah Tabarakallah, di bulan Mei 2024 sudah melakukan Ujian Profesi HIMPSI.
Nah, di Juni 2024 ini saya sedang berupaya untuk menyusun tesis. Bismillah, masih ada tiga ujian sidang lagi yang harus saya lalui: Ujian Komprehensif (Seminar Proposal), Seminar Hasil, dan Ujian Tesis. Bismillah…
Masa studi di Magister Psikologi Profesi memang membutuhkan waktu 2,5 tahun. Alhamdulillahnya masih ada satu semester lagi saya harus ngebut menyelesaikan tesis juga. Bismillah. Ayo semangat!!!
Oiya, kembali ke atas sebentar, setelah saya keluar dari kosan untuk melanjutkan studi, selanjutnya Mbak Nurul pun pindah. Mbak Nurul sebenarnya sudah menikah sejak awal pandemi kemarin, lalu sempat LDR Jakarta-Jambi dengan suaminya, sehingga dia masih ngekos sama kami. Lalu setelah saya keluar kosan, ternyata suaminya bisa pindah ke Jakarta, lalu Mbak Nurul pun tinggal sama suaminya. Sekarang tinggal Mbak Yuni sendirian di kosan kami yang lama :(
Begitulah potongan kenangan singkat yang akan selalu saya rawat keberadaannya dalam memori saya. Saya merasa bahwa setiap mengingat perjalanan hidup saya, rasa syukur terhadap keberkahan Allah rasanya selalu bertambah. Saat tahun 2017, ketika saya masih kerja serabutan dan kerja kecil-kecilan di Solo, mungkin nggak akan pernah menyangka dua tahun selanjutnya, di tahun 2019, bisa jadi PNS di Kementerian Pusat. PNS jalur murni tes, tanpa nyogok dan orang dalam. Bahkan pula diri saya di tahun 2019, ketika saya masih jadi CPNS yang sering kerja rodi dan dieksploitasi bos (kerja apa dikerjain, wkwkwk) tidak akan menyangka 3 tahun selanjutnya, yaitu di tahun 2022, bakal diberi kesempatan untuk tugas belajar dengan segala benefit sebagai PNS dan beasiswa yang didapatkan. Masya Allah, Allahumma Baariik…
Masa depan benar-benar semisterius itu. Mungkin saat itu saya nggak akan pernah terpikir bisa sampai di titik ini. Saya nggak akan pernah menyangka sampai sejauh ini. Dulu kalau dipikir-pikir seperti nggak mungkin, mengingat lolos CPNS dan lolos LPDP itu cukup sulit waktu itu. Masya Allah…
Saya daritadi menyebut nama Allah terus karena memang semenakjubkan itu jalan hidup manusia. Betapa nggak terduga rencana Allah. Dulu pernah saya sempat berpikir, mungkin saya akan seperti wanita pada umumnya, bekerja sebentar, lalu tiba-tiba menikah, punya anak, resign, mana mungkin sempat kepikiran S2 sih. Eh, ternyata Allah memberikan jalan hidup lain.
Eh, tapi kayaknya ini bikin saya jadi nggak sadar umur. Wkwkwk. Tanggal 11 Juni 2024 lalu saya genap 30 tahun. Nah, kadang mungkin orang lain nggak percaya kalau saya sudah 30 tahun, karena gaya saya masih kayak 24-25-an. Kayaknya memang usia mental saya berhenti di 2019 sebelum pandemic outbreak menyerang. Bahkan kemarin waktu saya les nyetir, coach nyetir saya saja nggak percaya saya tahun ini kepala 3. Biasanya saya nggak pernah terang-terangan beritahu umur sebenarnya saya. Wkwkwk. Kalau yang ini sengaja karena biar dia maklum kalau kadang reflek nyetir saya yaaa begitulah. Maklum ya, Mas, udah faktor umur. Wkwkwk. Tapi memang karena rekan-rekan sekelas S2 saya mayoritas Gen Z jadi kadang saya merasa masih seumuran mereka juga. Memang lingkungan itu berpengaruh besar untuk tetap merawat jiwa yang selalu muda, forever young. Wkwkwk.
Nah, masalah hidup saya di usia 30 tahun ini memang tentu saja pernikahan ya, Bestie. Sudah mulai diomeli Ibu karena katanya terlalu fokus kerja dan sekolah, dikira juga saya kurang ibadah, males-malesan. Lah? Kesel, tapi kalau saya terpancing merincikan ibadah apa yang saya lakukan malah jadi riya’ jadi ya diem aja sambil ngomel. Pokoknya beneran sempat sampai ribut sama Ibu. Tapi alhamdulillah ada Bapak yang tetap mendukung dan memotivasi saya. Bapak itu tipe yang lebih open-minded yang tetap percaya bahwa jodoh itu rahasia Allah, kapan dan siapanya nggak ada yang tahu. Bahkan sempat sampai taaruf, sudah sampai nadhor, tapi qadarullah gagal. Jujur memang saat itu saya dan orang itu sama-sama nggak yakin. Sholat istikhoroh, sempat ngerasa ada yang ganjel, tapi kemudian lega karena orang itu yang membatalkan untuk tidak lanjut, jadi saya nggak harus susah-susah membatalkan. Nggak sedih, tapi malah lega. Ya Allah…
Lalu sekarang saya belum ada taaruf lagi dengan orang lain karena saya masih fokus untuk tesis. Saya benar-benar dikejar waktu, soalnya memang tinggal satu semester. Hehehe. Jadi saya pasrah saja deh, sambil memanfaatkan waktu menyelesaikan tesis. Jujur, kadang sempat terpikir, aduh sudah 30 tahun nih, mana makin susah cari sirkel, pesimis ada yang mau sama saya. Wkwk. Orang-orang seusia saya sudah banyak yang menikah dan punya anak, tentu pasarnya semakin sempit. Apalagi yang lebih tua lah banyak yang sudah taken.
Kemudian saya berpikir, kalau mengkalkulasi pakai logika manusia memang kadang sulit dicerna, tapi bisa saja logika Allah bisa beda ceritanya. Nggak tahulah, saya malas mikir ini sekarang, lagi pedes mata cari jurnal buat bikin proposal tesis. Wkwkwk. Apapun yang terjadi saya memang memasrahkan semua sama Allah perkara jodoh ini. Perkara lolosin saya CPNS dan LPDP ketika saya nggak yakin lolos aja Allah bisa, apalagi hanya bikin saya menikahi orang. Wkwk. Apalagi kalau niatnya untuk menyempurnakan agama. Jujur iri sama orang yang sudah menikah karena mereka pahalanya sudah berlipat-lipat dari saya. Ya Allah pahalaku masih setengah doang ini, ketawa banget. Wkwkwk. Ibarat saya sholat dapat ganjaran 10 poin misal, sedangkan yang menikah ganjarannya bisa 100 poin bahkan lebih. Lah kalah banyak ini bekalku ke akhirat nanti dong. Hahaha.
Tapi, saya memang tidak akan terus berandai-andai hanya untuk melegakan diri saja. Saya sudah di tahap pasrah kalau sampai tua tidak menemukan jodoh di dunia dan harus sendirian. Kayaknya saya mau S3 aja. ambil sampingan jadi dosen tamu di kampus swasta kek, jadi praktisi Psikologi Industri dan Organisasi kek, atau jadi Asesor SDM bersertifikat BNSP. Nggak tahulah, selagi masih hidup, mau menikah atau nggak menikah, saya harus tetap belajar apapun, nggak akan pernah diam di satu tempat saja. Bedanya, mungkin kalau diberikan amanah atau kesempatan menikah, saya tetap ingin mengerjakan itu semua, namun prioritas utama tetap keluarga.
Baiklah, karena ini sudah terlalu panjang dan saya harus kembali ngetik proposal tesis sekaligus baca jurnal, maka cukup sekian postingan panjang ini. Sekali lagi, saya ingin terus merawat ingatan perjalanan hidup pada momen-momen yang penuh keberkahan dari Allah. Ini adalah salah satu bentuk rasa syukur saya, sekaligus membuat saya selalu teringat untuk selalu tetap teguh di jalan Allah. Supaya saya juga tidak menghabiskan waktu membandingkan diri dengan pencapaian dan jalan hidup orang lain. Tetap bersyukur dengan jalan hidup yang saya jalani saat ini. Masya Allah, Allahumma Baariik. Bismilllah.
Bonus foto pasca Ujian HIMPSI *muka lelah tak ada daya* Wkwkwk
Yogyakarta, 27 Juni 2024