[source: hot.detik.com] |
Disclaimer: This post may contain spoilers. Read it carefully. Ehehehe.
Akhirnya nulis juga.
Selain sudah lama saya ngga
posting di sini, sudah lama juga saya ngga nonton film di bioskop. Kalau
diingat-ingat, film terakhir yang saya tonton di bioskop sebelumnya Warkop DKI Reborn Part 1. Lama banget,
kan?
Sebab merasa ngga punya list
film-yang-pengen-banget-ditonton-di-bioskop serta sering terhasut oleh review terlalu-jujur-nya tirto.id, membuat saya mikir berkali-kali untuk nonton film di
bioskop. Sampai akhirnya trailer film ini berhasil bikin saya penasaran berat
pengen nonton. Asli.
Seperti yang sudah viral
sebelumnya, betapa miripnya Luna Maya didandani sebagai Suzzanna, si Ratu Horor
Legendaris. Itu salah satu hal yang bikin saya heran sekaligus penasaran.
Lainnya, setting film ini. Entah
kenapa saya selalu penasaran apabila sebuah film digarap dengan menggunakan latar
waktu tertentu di masa lampau. Semacam ingin tahu saja, seberapa teliti dan
detailnya sineas negeri kita membangun atmosfir tertentu sesuai dengan latar waktunya.
Alur dalam film ini klasik,
sebagaimana film horor jadul Suzzanna era 80-an. Memang sudah terlihat jelas
juga di trailernya; dia dibunuh, lalu arwahnya gentayangan jadi hantu untuk
balas dendam. Alur semacam inilah yang bikin saya kangen nonton film horor
jadulnya Suzzanna yang atmosfir creepy-nya
bikin terbayang-bayang.
Film ini dibuka dengan
adegan Satria (Herjunot Ali) yang tergesa-gesa pulang ke rumah, sebab istrinya,
Suzzanna (Luna Maya) tidak enak badan. Setelah bercakap-cakap dengan
menggunakan bahasa Indonesia baku yang agak bikin saya geli-lucu itu,
diketahuilah bahwa Suzzanna ternyata sedang hamil. Ngomong-ngomong tentang gaya
bahasa, entah mengapa saya agak merasa lucu. Saya merasa di awal film gaya
bicara Luna Maya masih kaku dan kelihatan dibuat-buat demi mirip dengan
mendiang Suzzanna. Bikin saya terkekeh-kekeh sendiri. Ngga cuma Luna Maya saja,
Junot pun juga. Tapi, usaha mereka untuk menyatu dengan karakter yang dibawakan–beserta
gaya bahasa 80-an–patut diapresiasi. Setelah film berjalan agak lama, mereka
sudah terbiasa, sehingga gaya bicaranya pun lumayan natural. Selain gaya bahasa
ala kelas menengah atas 80-an, saya sebenarnya agak merasa aneh juga dengan
keromantisan suami istri antara Suzzanna dan Satria. Agak mirip sinetron, sih.
Saya jadi merasa geli sendiri. Semacam kayak ada yang ditahan-tahan. Entah
karena memang gaya romantis 80-an itu memang cenderung kesinetron-sinetronan
atau mungkin Mas Junot ngerasa serem sendiri lihat Luna Maya jadi mirip banget
sama Suzzanna. Wkwk.
Anyway,
sesungguhnya film ini tidak as creepy as
film Suzzanna 80-an. Atmosfir film Suzzanna jadul memang tiada tandingannya.
Apalagi perpaduan lighting di sekitar
wajah, make up smokey eyes sundel
bolong ala Suzzanna asli, dan messy curly
hair ala bintang rock 70-an yang senantiasa melekat dalam benak-benak
penontonnya. Film Suzzanna jadul memang berhasil menghadirkan mimpi terburuk
yang paling buruk. Serem banget, asli. Oh iya, sama ketawanya yang ikonik itu,
tentu saja. Sedangkan film Suzzanna abad 21 ini tidak menjadikan keseraman
Suzzanna saja sebagai sumber ketakutan massal penontonnya. Ada yang lebih
ngeri. Pernah nonton Final Destination
atau Saw? Nah, ngerinya mirip seperti
itu dengan level sedang.
Saya menilai film ini tidak
bikin kalian mimpi buruk seperti film Suzzanna abad 20. Bagi yang penasaran
nonton horor tapi lumayan penakut, nonton film ini ngga ada salahnya. Sebab,
film ini diracik dengan rapi dalam memadukan komedi dan horor. Setengah film
ini bikin seantero bioskop dan saya tertawa terpingkal-pingkal dengan
komedinya. Setiap disuguhi horor, kami langsung disodori kekonyolan yang bikin
susah mingkem. Apalagi dialog konyol antara tiga pembantu Suzzanna; Mia (Asri
Welas), Tohir (Ence Bagus), dan Rojali (Opie Kumis). Komedi mereka bikin kami
memandang hantu adalah kekonyolan yang patut ditertawakan. Adegan lucu
ketiganya yang bikin seluruh penonton tertawa tanpa putus adalah waktu mereka
berusaha membuktikan apakah benar majikan mereka sudah menjadi hantu sundel
bolong seperti gosip yang santer beredar. Rojali mengajak Mia dan Tohir untuk
membuktikannya dengan menggunakan media kain kafan. Rojali percaya kalau kain
kafan dari mayat yang baru dikubur itu jika dipakai di kepala akan membuat
pemakainya bisa membedakan manusia dengan hantu.
Rojali : “Tapi, yang pakai ini harus yang paling
muda.”
Mia : “Ealah, tapi aku nggak mau. Kainnya kotor, nanti aku
gatel-gatel.”
Tohir : “Lah, kan, biasanya kain kafan cocoknya dipakai sama yang
paling tua.”
Semua penonton ngakak
berjamaah. Entah mengapa si Tohir ini
suka ngasih punchline yang bikin
ngakak kami makin paripurna. Hahaha.
Rojali pun menyerah dan
bilang; "Ya udeh, kita ngga jadi pakai ini."
Adegan selanjutnya bikin
ngakak juga. Rojali menyuruh Mia menghadapkan cermin ke wajah Suzzanna yang
sedang tertidur untuk membuktikan apakah wajahnya memantul di cermin atau
tidak. Mia berulangkali gagal hingga cerminnya terjatuh di kolong tempat tidur.
Saat Mia berusaha menggapai cerminnya, lonceng jam besar di ruang tengah berdentang
mengagetkan ketiganya. Mereka bertiga grasa-grusu sebab takut Suzzanna bakal
terbangun. Rojali yang kaget, berusaha menyembunyikan wajahnya dengan
menggunakan kain kafan tadi. Tak terduga, Rojali benar-benar bisa melihat
Suzzanna dalam wujud sundel bolong. Rojali yang masih terkaget-kaget dengan apa
yang dilihatnya melemparkan kain kafan hingga terpasang di kepala Tohir.
Seperti Rojali, hal yang sama terjadi pada Tohir, mampu melihat Suzzanna dalam
wujud aslinya. Kalau lewat tulisan seperti ini mungkin ngga terlalu lucu.
Kalian perlu banget nonton sendiri tingkah polah ketiganya.
Setelah mereka tahu kalau
majikannya sudah bukan manusia, keesokan harinya mereka beramai-ramai pamit
meninggalkan rumah itu. Betapa absurd,
mereka masih sempat-sempatnya izin pada Suzzanna. Adegan ini juga bikin ngakak,
karena selain ngga masuk akal gara-gara masih sempat pamitan sama hantu juga
karena punchline komedinya.
Rojali : “Bu Suzzanna, saya pamit pulang.
Istri saya sakit.”
Suzzanna : “Lho, bukannya istrimu sudah
meninggal?”
Rojali : “Aa...anu... maksudnya, mau
ziarah ke makam istri saya.”
Mia : “Saya juga, Bu Suzzanna. Saya mau ziarah ke
ibu saya.”
Suzzanna : “Lho, bukannya ibumu masih hidup?”
Mia : “Mm...maksudnya, jenguk ibu saya di rumah.”
Tohir : “Kalau saya mau jenguk orang yang lagi ziarah.”
Ah, pokoknya bagian Tohir
ini punchline banget dan bikin saya
ngakak sampe perut sakit. Wkwkwk.
Secara keseluruhan saya suka
banget sama film ini. Horornya dapet, komedinya juga dapet. Horornya sih memang
lebih gore. Meskipun ngga ada
adegan Suzzanna makan sate, tapi komedi Rojali, Mia, dan Tohir sudah cukup
menggantikan komedi-horor ikonik makan sate 200 tusuk di warung. Menurut saya,
Luna Maya juga berhasil menghadirkan sosok Suzzanna di film ini. Kadang-kadang
saya merasa kalau yang main film bukan Luna Maya, tapi Suzzanna yang asli.
Mungkin akibat perannya ini, Luna Maya bakal masuk nominasi best actress di Festival Film Indonesia.
Ah iya, anyway, saya ingin sedikit berkomentar mengenai setting waktu yang dipakai film ini.
Latar film ini adalah bulan Mei 1989, di sebuah pedesaan di kaki gunung yang
asri. Atmosfir film ini memang kerasa 80-an menjelang 90-an banget. Mulai dari
desain interior rumah, gaya berpakaian, dan kendaraannya. Tapi, entah mengapa
saya merasa lucu dengan mobil Satria. Kalau dipikir-pikir, mobilnya terlalu
antik untuk mobil di tahun 80-an akhir. Desain mobilnya malah lebih mirip mobil
tahun 70-an.
Last but not least,
ending dari film ini menurut saya happy ending. Kalau pengen tahu,
nontonlah dan rasakan sensasinya.
Sekian ceracau panjang
pertama saya di tahun ini. Sebenarnya sih kurang panjang. Tapi lumayan lah buat
permulaan (meskipun sudah menjelang akhir tahun). Hehehe.
Sampai jumpa di postingan
selanjutnya~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar