source: www.goodreads.com |
Judul :
Hamdım, Piştim, Yandım
Penulis :
Ayun Qee
Tahun : 2013
Tebal :
256 halaman
Genre :
Romance
Penerbit : DIVA Press
Pertama kali saya melihat novel
ini, saya tertarik dengan judulnya yang asing. Berbeda halnya dengan
novel-novel mainstream lainnya yang menggunakan judul sesuai dengan tren pasar
perbukuan masa kini, mulai dari judul berbahasa Indonesia, Inggris, Jepang,
atau Korea. Namun, novel ini menggunakan judul berbahasa Turki, yang merupakan
salah satu ungkapan dari seorang sufi kenamaan besar, Jalaluddin Rumi. Selain
itu, poin kedua yang membuat saya tertarik pada pandangan pertama terhadap
novel ini akibat dari komentar Tere Liye yang tercetak di sampul depan novel
tersebut. Oiya, satu lagi, juga karena penulisnya yang ketika Kampus Fiksi 10
kemarin pernah mementori saya. Hehehe.
Tema tentang skizofrenia dan
sufisme yang diangkat oleh novel ini memang sedikit banyak membuat saya
tergelitik penasaran untuk membacanya. Tema tentang gangguan jiwa memang masih
belum terlalu banyak di Indonesia, begitu juga dengan sufisme. Maka, sebagai
seorang mahasiswi Psikologi yang memiliki naluri ingin tahu dan sok kritis,
saya ingin melihat seberapa kuat karakter penderita skizofrenia yang bisa
digambarkan oleh sang penulis. Hehehe.
Bercerita tentang Kimya, seorang
gadis berkepribadian rapuh, yang menjumpai berbagai masalah secara
bertubi-tubi. Mulai dari kekecewaannya yang besar terhadap ayah kandungnya
karena bermain api dengan wanita lain lantas tega meninggalkan ibunya, hingga
diputuskan oleh pacarnya karena sejak kepergian ayahnya tersebut Kimya
menampakkan gejala-gejala paranoid. Gejala-gejala paranoid akibat ketakutan
mendalam akan sosok wanita selingkuhan ayahnya yang–dalam pikirannya–suka
meneror kehidupannya. Yup, saya setuju dengan bibit awal dari timbulnya
gangguan jiwa Kimya tersebut, namun saya agak kurang sreg dengan penggambaran
gejala-gejala dari–yang kata penulisnya–skizofrenia paranoid. Agak kurang
setuju.
Kebetulan, ketika semester empat
dan ambil mata kuliah Psikiatri, saya kebagian tema presentasi tentang
Skizofrenia Paranoid. Yup, mengingat skizofrenia ranahnya sangat klinis sekali,
maka berbekal buku Sinopsis Psikiatri Kaplan Saddock itulah saya jadi sedikit
mengetahui tentang Skizofrenia Paranoid. Sepengetahuan saya, gejala-gejala yang
timbul pada diri Kimya itu terlalu ringan untuk jenis skizofrenia paranoid. Saya
mengambil kesimpulan bahwa gejala tersebut hanya mengindikasikan paranoid
involusional atau bisa juga paranoid disorder. Ketika menegakkan diagnosis,
biasanya ada beberapa diagnosis banding. Nah, untuk skizofrenia paranoid
sendiri, diagnosis bandingnya bisa paranoid involusional atau paranoid disorder
biasa. Sedangkan pada novel ini, gejala halusinasi akibat dari depresi dan
ketakutan tersebut lebih condong ke arah paranoid disorder. Kalau di skizofrenia paranoid, penderitanya
akan kehilangan realitas dan sulit mengerjakan kegiatan sehari-hari. Namun,
dalam novel ini, Kimya digambarkan masih nyambung dengan realitas dan tidak
kesulitan mengerjakan kegiatan sehari-hari, jadi saya mengambil kesimpulan
bahwa Kimya hanya paranoid disorder belum terlalu skizofrenia. Lebih cocok
masuk ke diagnosis banding paranoid disorder daripada paranoid involusional.
Huft, penjelasannya terlalu ribet
dan njelimet, ya. Hahaha. Mungkin saya terlampau serius menanggapi novel ini,
terutama di bagian gangguan mental dan dinamika psikologis manusia yang
kadang-kadang suka bikin saya sensi kalau ada kejanggalan sekecilpun. Hehehe.
Detail lain mengenai novel ini yang
ingin saya apresiasi adalah tentang penggambaran setting Turki yang sangat hidup, meskipun Mbak Ayun belum pernah
sekalipun menjejakkan kaki di negara kekuasaan Presiden Erdogan tersebut. Ini
merupakan salah satu hal yang patut dicontoh, terutama bagi penulis yang ingin
menulis novel bersetting luar negeri namun belum pernah berkunjung ke sana. Sehingga,
membuat saya ngiler bukan kepalang seraya berdoa dalam hati supaya suatu saat
saya bisa menyesap udara Turki. Halah.
Secara keseluruhan novel ini
menceritakan perjalanan Kimya dalam menemukan seseorang yang sering mendatangi
mimpinya sejak berbagai masalah silih berganti menghampirinya. Perjalanan dalam
menemukan makna dari Hamdım, Piştim, Yandım
yang dikemas dengan rapi dan mengalir. Pencarian makna cinta dan kehidupan yang
menancapkan amanat dalam bagi pembacanya. Hal yang menarik dari novel ini
adalah ketika Kimya bersama Kiral berkunjung ke Konya dan menyaksikan festival Shebi Arus beserta whirling dervish-nya. Well,
jika kalian penasaran dengan istilah-istilah tersebut, silakan beli dan baca
novelnya. Menurut saya, novel ini sangat worth
it sekali untuk kalian yang ingin
tahu tentang Turki dan makna dari Hamdım,
Piştim, Yandım yang menggelitik rasa penasaran. Halah.
Hm, komentar saya setelah membaca
novel ini adalah, saya menduga bahwa Mbak Ayun ketika menulis novel ini sangat
terinspirasi oleh lagu Broken Angel yang dinyanyikan dengan bahasa Persia dan
Inggris oleh Arash dan Helena. Yup, alurnya memang sedikit banyak terpengaruh
oleh kisah dari lagu tersebut. Namun, tentu saja Mbak Ayun menambahkan
detail-detail lainnya untuk membuat jalan cerita semakin hidup serta
membekaskan pesan mendalam bagi pembacanya.
Oiya, satu lagi, menurut saya,
novel ini sangat bagus dalam membaca pangsa pasar. Akhir-akhir ini sudah banyak
masuk akulturasi budaya dari negeri Turki. Terbukti dengan maraknya drama-drama
seri Turki yang ditayangkan di Indonesia. Mungkin, tidak menutup kemungkinan
juga bakal mempengaruhi genre novel di masa depan. Halah (lagi).
(Huft, memang Indonesia itu, semua
budaya dari negara mana saja dijejalkan ke otak para generasi mudanya. Mulai
dari Western, Amerika Latin, India,
Taiwan, Jepang, Thailand, Korea, lalu sekarang Turki. Adek lelah, Bang).
Okay,
sekian ulasan singkat dari novel Hamdım,
Piştim, Yandım di atas. Meskipun saya sering baca buku, namun biasanya saya
terlalu malas untuk membuat reviewnya. Hahaha. Saya lebih suka membuat review
film atau drama soalnya. Huehehe.
Hm, kemudian saya jadi sedikit
kepikiran untuk membuat review tentang The
Cuckoo’s Calling. Doakan saja, semoga sedang tidak malas, ya. Hehehe.
Sampai jumpa di postingan
selanjutnya… :)
Mus, novelnya pake bahasa apa ya?
BalasHapusPenulisnya orang Indonesia kok. Jadi pake bahasa Indonesia, tapi juga ada sedikit bahasa Turki. :D
Hapus