Judul :
The Cuckoo’s Calling
Penulis :
Robert Galbraith
Tahun : 2014
Tebal :
517 halaman
Genre :
Mystery
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
source: www.bookadventures.com |
Inilah salah satu novel yang
menjadi daftar want-to-read saya
selama beberapa bulan terakhir. Sebenarnya, mungkin saja saya tidak akan
terlalu ngeh apabila nama Robert
Galbraith tidak dikait-kaitkan dengan J.K. Rowling. Namun, ketika saya tahu
bahwa dibalik nama Robert Galbraith adalah J.K. Rowling, tiba-tiba saja saya
menjadi penasaran. Ya, The Cuckoo’s
Calling merupakan novel misteri kriminal pertama J.K. Rowling dengan
menggunakan nama samaran Robert Galbraith. Tentu saja saya penasaran, karena
novel ini bergenre saya-banget (baca: detektif, pembunuhan, misteri,
teka-teki). Bahkan saya sudah buru-buru mendaulat Cormoran Strike–nama tokoh
utama detektif di novel tersebut–masuk dalam daftar tokoh fiksi detektif
favorit saya setelah Sherlock Holmes, Hercule Poirot, dan Shinichi Kudo. Halah.
Sebenarnya, sebelum Mommy Rowling merilis
The Cuckoo’s Calling, ia sudah
menelurkan satu novel, Casual Vacancy.
Bahkan, novel tersebut telah berhasil menjadi best-seller international dan baru-baru ini telah dibuat serial TV
yang ditayangkan di channel BBC. Casual
Vacancy, seperti halnya The Cuckoo’s
Calling, mengusung genre yang sama sekali berbeda dengan Harry Potter.
Seolah-olah kemunculan Casual Vacancy
adalah pembuktian Mommy Rowling terhadap dunia bahwa ia tetap bisa keluar dari
bayang-bayang kesuksesan fenomenal tujuh serial Harry Potter. Serta terbukti,
dua novelnya kemudian tetap menjadi best-seller meskipun tidak sefenomenal
Harry Potter.
Lalu, mengapa Mommy Rowling memakai
nama Robert Galbraith di novel The
Cuckoo’s Calling? Saya pernah membaca di sebuah website berita, bahwa
katanya, ia sengaja memakai nama lain supaya dapat memperoleh feedback dari publik terkait novel
misterinya tersebut, tanpa terpengaruh oleh nama aslinya. Namun, upaya
penyamaran identitas tersebut rasanya tidak berjalan sesuai dengan harapannya,
karena kemudian identitasnya pun terbongkar. Katanya juga, sih, menurut sebuah
sumber yang pernah saya baca, identitasnya tersebut dibongkar oleh pihak
penerbit The Cuckoo’s Calling.
Ya, sesuai dengan judul postingan
ini, The Cuckoo’s Calling berangkat
dari sebuah teka-teki kasus kematian seorang supermodel, Lula Landry. Di tengah
krisis ekonomi yang membelenggunya, detektif Cormoran Strike–yang juga sedang
memulai debut perdananya sebagai seorang detektif partikelir–mendapat klien
seorang pengacara yang merupakan kakak angkat sang supermodel, John Bristow. Tiga
bulan setelah kematian janggal sang supermodel yang menyita perhatian publik
tersebut, Bristow mendatangi Strike karena ia meyakini bahwa kematian adiknya
sangat tidak wajar. Ia percaya bahwa adiknya dibunuh dengan cara didorong oleh
seseorang dari balkon apartemennya. Mulanya, Strike merasa ragu dengan
keterangan Bristow tersebut, bahkan hampir menolak untuk menangani kasusnya.
Namun, setelah melalui banyak pertimbangan–tentu salah satunya karena kesulitan
keuangan yang kian menghimpit–akhirnya ia pun menyetujui untuk mengungkap kasus
tersebut.
Yup, seperti halnya serial-serial
detektif kebanyakan, tentunya seorang detektif memiliki partner andalan.
Seperti halnya Sherlock Holmes dengan dr. John Watson, maka Cormoran Strike didampingi
oleh partner wanita, Robin Elacott. Anyway,
jangan berharap kalian mendapati kisah cinta antara Robin dan Cormoran, karena
itu sepertinya tidak mungkin. Hahaha. Mengingat Robin diceritakan sudah
bertunangan dengan Matthew, serta Cormoran masih belum move on dari mantannya, Charlotte.
Ingar bingar dunia showbiz yang mau tidak mau harus
diselami Cormoran Strike selama mengungkap kasus kematian Lula Landry, hingga
harus berjibaku dengan berondongan flashlight
paparazzi yang haus berita sensasi
selebriti, sangat hidup digambarkan oleh sang penulis. Serta, tentu saja, untuk
versi Indonesianya tidak terlepas dari andil pengalih bahasa, mampu
menerjemahkan dengan bahasa yang luwes dan mudah dipahami. Bahkan, untuk
ungkapan ‘gumshoe’ yang jika
diartikan secara harfiah tentu akan berbeda jauh dengan maksud si penulis
aslinya. Hahaha. (Gumshoe adalah nama
lain dari detektif)
Cormoran Strike dengan kehidupan
dan masa lalunya yang pahit tersebut memang di luar dugaan saya.
Karakter-karakter detektif yang sering saya baca biasanya tidak memiliki masa
lalu dan kehidupan masa kini yang se-terlalu-menyedihkan detektif Cormoran Strike.
Bahkan, biasanya detektif-detektif fiksi pada umumnya, digambarkan terlampau
sempurna layaknya dewa di negeri dongeng. Halah. Jadi, saya suka dengan karakterisasi Cormoran Strike selayaknya
manusia biasa yang tidak terlalu sempurna–bahkan menyedihkan. Cormoran Strike
juga digambarkan memiliki fisik yang tidak sempurna, kaki kanannya diamputasi,
sehingga ke mana pun ia pergi harus selalu menggunakan kaki prostetik. Saya
bahkan merasakan mirisnya saat Cormoran terpeleset yang menyebabkan pangkal
pahanya lecet karena bergesekan dengan kaki prostetiknya.
Selain itu, kesamaan karakter
detektif Cormoran Strike dengan detektif fiksi pendahulunya adalah pernah
memiliki kehidupan pekerjaan di dunia militer dan kepolisian. Hercule Poirot,
awalnya adalah seorang pensiunan perwira militer. Sherlock Holmes, saya tidak
tahu pasti, karena jarang diceritakan masa lalunya, mungkin dia juga pernah
masuk kepolisian. Hehehe. Namun, partner Sherlock Holmes, dr. John Watson adalah seorang pensiunan
dokter militer. Sedangkan Cormoran Strike juga pensiunan militer, namun
sebenarnya dia pensiun dini, karena usianya masih 30 tahunan.
Selain itu, hal yang ingin saya
apresiasi dari novel setebal 517 halaman ini adalah, seperti halnya novel-novel
Mommy Rowling sebelumnya, memiliki sangat banyak detail. Penokohan serta penggambaran setting yang mendetail serta rangkaiancerita yang runtut dan
saling berkesinambungan, tidak boros plot, sehingga terasa seperti ikut masuk dalam cerita, layaknya menonton film. Menurut saya sih, ketrampilan Mommy Rowling dalam hal tersebut memang sudah tidak diragukan lagi.
Yup, cukup sekian review novel kali
ini. Meskipun sebelumnya saya sangat malas sekali menulis review novel, namun
demi mengisi blogspot yang makin hari makin berdebu dan novel ini juga
merupakan salah satu favorit saya, maka saya harus segera membuat tulisan ini.
Halah. Meskipun juga setiap dua hari
sekali saya berhasil melahap satu judul buku, namun sekali lagi saya tekankan,
saya terlalu malas untuk membuat reviewnya. Hehehe.
Sampai jumpa di postingan
selanjutnya… :)
P.S.: Maaf jikalau tulisan ini
sangat terasa kaku. Akhir-akhir ini sedang sibuk membaca banyak buku, sehingga
jadi lupa bikin tulisan. (Halah. Alasan. -_-).
kebalikannya, aku malah udah jarang banget baca buku (--,)
BalasHapusLebih sering nulis ya? Hehehe :D
Hapus