Kalau ada telepon yang NOMOR BERWARNA MERAH jangan diangkat karena bisa menelan jiwa. Hari ini sudah disiarkan di berita, terjadi di Jakarta dan Duri dan sudah terbukti. Sekarang masih diusut oleh pihak KEPOLISIAN. Dugaan sementara adalah kasus PEMBUNUHAN JARAK JAUH MELALUI TELEPON GENGGAM (HP) oleh dukun ILMU HITAM. Si penelepon adalah ROH GENTAYANGAN yang mencari MANGSA. Harap dimengerti dan kirim ke teman atau saudara semua. Harap saling membantu sesama umat manusia.
Masih
ingat dengan SMS yang sempat viral dan jadi berita nasional di tahun 2008 di
atas? Atau mungkin di antara kalian pernah mendapatkannya? Atau mungkin kalian pernah
mendapatkan SMS sejenis dengan versi lainnya di bawah ini;
Informasi kalau ada nomor HP yang 0866 atau 0666 masuk berwarna merah mohon jangan diangkat karena ada virus kematian. Soalnya di Jakarta sudah ada yang meninggal gara-gara masalah ini, orang bilang lagi uji ilmu hitam, sekian sekilas info.
Yup, SMS berantai sejenis yang
meneror pengguna telepon seluler di Indonesia waktu itu memang sempat membikin
resah masyarakat. Bahkan, banyak masyarakat yang percaya dan khawatir jika
pesan berantai tersebut memberikan efek yang nyata. Kalau nggak salah, ketika
pesan berantai itu sempat viral, saya masih duduk di bangku SMP kelas VIII.
Kakak kelas saya di asrama yang nekat bawa ponsel––padahal dilarang bawa
ponsel––banyak yang mendapatkan SMS tersebut. Saya, yang nggak punya ponsel,
hanya mendengar berita tersebut saja sudah merasa khawatir, terutama untuk
keluarga di rumah. Takut kalau misal mereka dapat telepon dari si nomor merah
dan kena santet karena nekat ngangkat.
Seiring berjalannya waktu,
terungkaplah bahwa pesan berantai tersebut hanya hoax belaka. Desas-desus yang beredar, konon pesan tersebut dibuat
sebagai salah satu strategi black
campaign untuk menjatuhkan sebuah provider telepon seluler baru. Ah,
entahlah, yang jelas banyak masyarakat yang termakan isu tersebut dan membuat resah
seantero jagat Indonesia.
Nggak
berhenti sampai di situ, ketika saya sudah bisa pegang ponsel sendiri––waktu
SMA––sering sekali pesan berantai sejenis dengan konten agak berbeda mampir di
nomor saya. Seperti salah satu SMS yang pernah bikin resah di bawah ini;
Halo… Nama saya Ani… Saya adalah nenek berumur 75 tahun. Kemarin saya ditabrak mobil sampai semua badan saya hancur dan terpisah-pisah. Cepat kalian broadcast pesan ini. Kalau tidak, nanti jam 09.30 malam saya akan mengetuk kamar kalian. Setelah itu, kalian akan bermimpi buruk SELAMANYA!!!
Biasanya,
di setiap akhir SMS ini selalu ada tulisan; “Sorry
friends, aku juga takut soalnya udah terbukti.” Bisa dipastikan, setiap
orang yang tiba-tiba dapat SMS ini langsung terhenyak, takut, merinding, kesel,
campur aduk! Saya pun. Pernah suatu hari saya mendapatkan SMS serupa––tapi tak
sama. Ketika itu, saya tiba-tiba bangun sekitar pukul 23.48, kebetulan saat itu
ponsel saya ada di kasur. Niatnya mau ngecek jam di ponsel, tapi kemudian
ngecek SMS karena ada 1 unread message.
Kurang lebih isinya seperti ini;
Nama saya nenek Minah. Saya baru saja mati ditabrak truk. Kepala saya hilang, badan saya remuk hingga ususnya keluar. Setiap malam saya selalu gentayangan di setiap rumah mencari kepala saya yang hilang. Bila kamu dapat pesan ini, segera kirim ke 10 temanmu. Kalau tidak, nanti malam jam 00.00 saya akan mengetuk jendelamu dan tidur di samping kamu.
Setengah sadar, bulu kuduk saya
langsung meremang. Dalam hati saya merutuki teman saya yang tega-teganya mengirim
SMS ‘teror’ seperti itu. Sialan benar memang teman yang sengaja menjadikan saya
semacam ‘tumbal’ kesialan itu. Apesnya lagi, saya baca ketika menjelang tengah
malam! Sampai akhirnya saya langsung tidur sambil nutupin muka pakai guling.
Coba kalau misalnya saya dapat SMS
agak lebih sore, pasti saya juga akan mem-forward
teror micin tersebut ke kontak di ponsel saya. Hahaha. Ya, saya kan pernah jadi
pelajar micin yang mudah termakan hoax.
Memang saya sering takut jika
mendapatkan pesan berantai menyeramkan seperti; “jika tidak disebarkan, aku
akan menghantuimu”, “jika kamu abaikan, semoga kamu tidak lulus ujian,” atau
“jika berhenti di kamu, keluargamu ada yang mati minggu depan.” Alhasil, saya
selalu turut andil menjadi ‘sukarelawan’ penyebar teror mencari ‘mangsa’ baru. Huft
ada-ada saja memang kemicinan saya tempo dulu.
[source] |
Sekarang, ketika SMS telah tergantikan
Whatsapp, pesan hoax model baru pun
banyak bermunculan. Biasanya berisi informasi palsu yang bahkan berani mencatut
nama Kepala Yayasan X, Kapolri, Menteri, atau orang penting lainnya. Sudah bisa
ditebak, banyak masyarakat yang termakan informasi pepesan kosong tersebut.
Tentu saja banyak yang gampang percaya, apalagi kalau ditambah embel-embel dari
Kapolda Provinsi Z atau dari Kepala Lembaga W. Bahkan biasanya dikemas dengan
fakta-fakta palsu yang cenderung meyakinkan––biasanya pada hoax informasi kesehatan. Misalnya, seperti hoax tentang seorang wanita yang mulut, hidung, mata, dan
telinganya keluar darah akibat makan cokelat setelah makan mie instan. Fakta
yang dipaparkan dalam hoax tersebut
sungguh meyakinkan dengan mengungkapkan hasil penelitian bahwa di dalam cokelat
ada senyawa P yang jika tercampur mie instan akan menjadi racun. Huft…
Dulu, saya juga sempat termakan hoax ini. Namun, setelah tahu
klarifikasi di internet yang bilang bahwa informasi tersebut hanya hoax, saya pun bernapas lega. Hahaha. Hingga
suatu hari, ibu saya yang baru bisa pakai Whatsapp beberapa bulan ini,
bercerita dengan sok tahunya mengenai cewek makan cokelat dan mie instan itu.
Setelah saya tanya, ternyata infonya berasal dari grup Whatsapp emak-emak-bapak-bapak
teman ibu seangkatan SMA. Sontak saya tertawa, lalu berubah gusar. Saya bilang,
jangan percaya, itu hoax. Saya pun
menjelaskan panjang lebar pada ibu dengan kesombongan tiada banding. Wkwk. Di
titik itu saya pun merasa berpengalaman dan ibu saya hanyalah seorang bau
kencur di dunia per-Whatsapp-an. Halah.
Kadang saya memang nggak habis
pikir dengan hoax yang beredar di
dunia maya kini. Sebegitu suwung dan
kurang kerjaankah para pembuat informasi palsu nan meresahkan publik itu? Kadang
saya juga mikir, sebenarnya apa motif mereka menyebarkan hoax macam-macam itu? Keisengan atau candaankah? Tapi sungguh
kurang ajar sekali kalau candaan murahan April Mop seperti itu menyebar viral
dan membentuk kesalah-kaprahan nasional. Coba kalau nggak ada yang meluruskan,
bakal jadi pembodohan publik!
Mungkin hoax nggak akan jadi masalah besar jika banyak masyarakat kita yang
mengedepankan klarifikasi sebelum memencet tombol share. Sayangnya, sebagian besar dari kita terlalu terburu-buru
percaya sehingga lupa kroscek kebenarannya, termasuk saya di masa jahiliyah
dulu. Saya bisa mafhum, sih, apalagi kalau pesan hoax-nya pakai manipulasi psikologis seperti; “dengan share Anda telah membantu menyelamatkan
nyawa orang lain” atau “jika Anda peduli, tentu Anda tidak akan membiarkan
pesan ini berhenti di sini.”
Saking banyaknya hoax bertebaran di dunia maya dan
membikin kebingungan massal, pemerintah pun berfatwa darurat hoax.
Lantas muncullah sanksi pidana bagi para pembuat dan penyebar informasi hoax. Namun nyatanya, memang dasar iseng
bin micin atau gimana, kabar hoax
masih tetap saja santer beredar. Kebanyakan juga disebarkan oleh netizen micin.
Emak-emak-bapak-bapak anggota grup Whatsapp ibu saya, misalnya. Duh, kurang
ajar banget saya ngatain orang tua micin. Hahaha.
Sebenarnya, gampang saja caranya
untuk membendung penyebaran informasi hoax.
Kuncinya; cerdas dalam menggunakan sosial media. Nggak semua informasi yang
menyebar di dunia maya itu memiliki kebenaran yang absah. Semua orang bebas
membuat segala macam konten di dunia yang seolah tanpa dinding pembatas ini,
terlepas dari yang mereka buat itu fiksi atau nyata, benar atau salah. Sebagai
pengguna sosial media, kita memang dituntut untuk cerdas dan bijak dalam
menyikapi segala macam jenis berita yang tersebar. Jangan mendadak sumbu pendek
ketika mendapat berita provokatif, bisa saja informasi itu bertujuan melakukan
politik devide et impera––adu
domba––bagi bangsa kita. Jangan langsung percaya jika ada broadcast informasi kesehatan dengan mencatut nama ahli something, kita perlu klarifikasi dulu
kebenarannya––dengan googling,
misalnya. Intinya, cerdas dan bijaklah menjadi konsumen dunia maya. Kalau
nggak, kita bisa semakin dibodohi oleh kemajuan zaman yang telah membuat segala
hal menjadi ambigu ini.
[source] |
Semoga di masa depan nggak ada lagi
yang dengan micinnya broadcast
informasi kesehatan palsu atau pesan berantai teror yang pakai ngancem sambil
nyumpah-nyumpahin di penutupnya. Halah.
Semoga saya juga bisa belajar dari
pengalaman kemicinan masa lalu, supaya tidak terperosok ke lubang MSG yang
sama. #krik
Sekian postingan kepanjangan ini,
semoga dapat diambil hikmahnya~