Writing
challenge hari ketiga semakin membuat saya memeras otak lebih
lama. Sebab kelak tulisan ini akan menjadi semacam resolusi untuk tahun ini. Semoga
harapan atau resolusi di bawah benar-benar bisa tercapai tahun ini. Aamiin. Baiklah,
berikut harapan-harapan saya di tahun ini:
Pertama, kemandirian finansial. Saat ini, saya telah sampai di suatu titik di
mana saya tidak ingin menjadi beban orang tua terlalu lama. Sebagai seseorang yang
sudah berkepala dua, saya merasa harus benar-benar seratus persen mandiri.
Salah satu jalan menjadi seorang mandiri yang paripurna adalah memiliki
kemandirian finansial. Semoga harapan utama saya tersebut benar-benar terwujud
di tahun ini. Aamiin.
Kedua, semakin produktif. Saya merasa selama tahun 2016 lalu, satu-satunya
tulisan yang benar-benar saya kerjakan sepenuh jiwa raga hanyalah skripsi. Tentu
saja, masih kurang. Selama mengerjakan skripsi, saya meng-hiatus-kan diri
menulis hal lain, terutama yang berbau fiksi. Selain karena lelah harus menatap
layar laptop terlalu lama, saya takut tiba-tiba skripsi saya mendadak freestyle, tidak sesuai kaidah ilmiah. Saya
‘kan suka sekali tiba-tiba menulis ‘meskipun’, ‘tetapi’, dan ‘walaupun’ di
depan kalimat, yang tentu saja hal tersebut haram hukumnya dalam dunia
penulisan ilmiah. Intinya, tahun ini saya ingin menjadi semakin produktif dalam
semua hal yang bermanfaat, terutama menulis.
Ketiga, bertambah wawasan dan pengalaman. Salah satu cara untuk mewujudkan
resolusi satu ini adalah memperbanyak membaca buku dan mengikuti kegiatan yang
bermanfaat. Saya tidak akan membiarkan waktu luang saya terbuang sia-sia dengan
kegiatan yang kurang penting. Tapi kalau weekend
mengalokasikan waktu untuk marathon nonton
drama Korea boleh, dong? Drama Korea itu bermanfaat untuk memicu sekresi air
mata, lho, supaya mata selalu lembab dan bersih. #krik *mencoba menegosiasi
diri*
Keempat, kematangan emosional. Baiklah, mungkin di usia yang sudah memasuki
fase dewasa awal ini, saya sudah dituntut untuk menjadi lebih matang dan dewasa
daripada sebelumnya. Proses menuju kematangan emosional memang panjang,
meskipun sudah saya mulai jauh-jauh hari. Ibaratnya, masih loading. Tentu saja, kematangan emosional tidak hanya menjadi
resolusi di tahun ini saja, malah mungkin akan berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya.
Kelima, yang paling penting, peningkatan spiritualitas. Dalam
beberapa hal, saya memang masih kurang banyak. Sudah beberapa kali disindir
Bapak juga perihal ilmu agama saya yang masih cetek. Ibadah saya pun masih
belum seberapa. Kadang-kadang terjangkit futur. Intinya, saya masih perlu banyak
tambahan dan tambalan. Sama seperti kematangan emosional, resolusi ini juga
tidak akan berhenti di tahun ini, harus terus berlanjut hingga tahun-tahun
mendatang.
Selama proses mewujudkan hal-hal di
atas, semoga saya tetap istiqomah meskipun nama saya tidak ada ‘istiqomah’nya.
Halah.
Poin-poin di atas memang tampak
abstrak sekali, karena tahun ini memang puncak keabstrakan saya. Hmmm… barusan
saya nulis apa, sih? Ah, mungkin saya sedang terdistrak oleh aroma nasi goreng
dari luar. Perut saya mendadak keroncongan, tapi masih lebih baik daripada dangdutan.
Hehehe. #krik
Sudah, sudah! Lelucon ini semakin ajinomoto
micin saja. Sekian dan terima kasih.
Solo, 20 Januari 2017
Musrifah Istiqomah Ariati. Nama yang keren sekali.
BalasHapusTetot! Nama belakangnya kurang satu huruf tuh. Hahaha
HapusIdemu leh ugha Kak Miko 😂