Televisi di rumah masih teronggok
dalam kesunyian. Sepertinya memang terancam nggak akan diperbaiki. Baiknya
mungkin begitu, supaya adik saya nggak ngejogrog
seharian di depan TV, bahkan sampai males mandi atau belajar. Akibat televisi
yang masih rusak tanpa kejelasan perbaikan layaknya jalan aspal kampung, sumber
hiburan visual saya berkurang. Beruntungnya, di laptop masih banyak tersimpan
sejumlah film dan drama korea yang belum tersentuh sama sekali.
Sejak awal tahun 2016, drama korea
yang menumpuk belum semuanya sempat saya tonton. Hingga akhirnya, setelah
skripsi kelar, saya pun balas dendam dengan berbuka puasa drama korea. Hehehe.
Drama pertama yang saya tonton
setelah merampungkan skripsi adalah The
Girl Who Sees Smells (Sensory Couple).
Lalu, selang beberapa minggu hiatus untuk menetralisir drama hangover akibat
terlalu attach dengan karakter drama
sebelumnya, saya mulai nonton Kill Me
Heal Me. Okay, saya memang telat
banget nonton Kill Me Heal Me. Meskipun
saya nonton ketika hype-nya sudah
tergantikan dengan drama lain yang sedang on
going waktu itu, tapi drama ini sukses bikin saya baper maksimal. Saya suka
banget aktingnya Ji Sung yang mampu menonjolkan karakter khas dari
masing-masing kepribadian yang dimiliki Cha Do-hyun. Ah, tatapan mata Shin
Se-gi yang tajam menghunjam dan centilnya Ahn Yo-na yang bikin ngakak maksimal
sukses bikin saya kangen berat. Hehehe.
Setelah hiatus beberapa minggu lagi
untuk menetralisir hangover, saya pun
nonton It’s Okay That’s Love. Saya
juga telat banget nonton ini, memang. Setelah nonton beberapa episode, saya
merasa muatan romance di drama ini too much. Bikin saya jadi lumayan
overdosis, diabetes adegan sweet, dan
meratapi kejombloan saya. Hiks. Saya memang nggak terbiasa nonton drama yang
terlalu mengekspos banyak adegan romantis. Ah, tapi tetap saja tatapan Jo In
Sung ahjussi memang tiada duanya.
Bikin pengen pingsan. Huehehe.
Akibat merasa terlalu mengalami
overdosis akut adegan romance setelah
nonton It’s Okay That’s Love, akhirnya
saya cepat-cepat pindah ke Hyde Jekyll
and Me. Hyde Jekyll and Me punya tema yang sama seperti Kill Me Heal Me tentang Dissociative Identity Disorder. Tetapi
saya masih tetap suka Kill Me Heal Me.
Setidaknya, adegan romance di Hyde Jekyll and Me nggak sebanyak It’s Okay That’s Love dan saya nggak
kena overdosis jilid dua.
Haduh, kebiasaan pembukaannya
terlalu panjang kayak keretaaaaaa…..
Selama menonton Hyde Jekyll and Me, saya tergoda juga nonton
Signal. Well, biasanya saya anti mendua nonton drama korea, tapi ketika
saya nonton Hyde Jekyll and Me saya iseng
nonton episode pertama Signal. Banyak
yang bilang Signal sangat recommended bagi yang suka dengan tema
detektif-kriminal. Apalagi ada tambahan fantasi yang nggak terlalu surealis
banget. Halah. Saya pun jadi penasaran banget
nonton drama ini, tentu saja.
Signal [source] |
Signal
berkisah tentang sebuah tim kepolisian yang dibentuk di tahun 2015 untuk
memecahkan kasus-kasus kriminal dingin. Kasus-kasus dingin tersebut adalah
kasus yang pernah heboh namun sampai berpuluh-puluh tahun lamanya tak kunjung
dapat terpecahkan. Bahkan, sebenarnya sudah kadaluarsa menurut peraturan hukum
Korea Selatan.
Awalnya, rencana menguak kasus
dingin yang biasanya berakhir terabaikan tanpa terpecahkan ini dilatarbelakangi
oleh kasus penculikan tahun 2000. Pada tahun itu, seorang anak gadis diculik
dan dinyatakan hilang. Hingga tahun 2015, kasus tersebut tak kunjung terungkap,
padahal masa kadaluarsa kasus tersebut tinggal menghitung hari. Jika sampai
melewati tenggat waktu kadaluarsa, meskipun terungkap siapa pelakunya, tentu
akan percuma saja karena sanksi bagi si pelaku menjadi tidak berlaku lagi.
Namun, ternyata keajaiban terjadi menjelang tanggal kadaluarsa kasus penculikan
tersebut.
Adalah Park Hae-young (Lee Je-hoon),
seorang letnan kepolisian yang tiba-tiba menemukan sebuah walkie-talkie misterius di tumpukan sampah kantor polisi. Walkie-talkie itu bersuara memanggil
nama Park Hae-young berulangkali. Penasaran, Park Hae-young pun menjawab
panggilan tersebut. Suara misterius di walkie-talkie
itu bilang kalau dia telah menemukan mayat di halaman belakang bekas rumah
sakit jiwa. Suara tersebut juga menyebut-nyebut mengenai kasus penculikan yang
heboh di tahun 2000. Antara merasa aneh dan penasaran, malam itu juga Park
Hae-young segera meluncur ke rumah sakit jiwa tua tersebut dan nekat
membuktikan kebenaran keberadaan mayat itu sendiri.
Lalu, apa yang terjadi? Park
Hae-young benar-benar menemukan mayat yang sudah jadi kerangka di saluran
pembuangan bekas rumah sakit jiwa. Ciri-cirinya persis dengan yang disebutkan
oleh si suara misterius. Mayat itu tidak memiliki jempol!
Setelah dilakukan investigasi oleh
pihak kepolisian, ternyata mayat tersebut adalah lelaki yang pernah menjadi buron
karena dicurigai sebagai tersangka penculikan tahun 2000. Pers rilis digelar,
menyatakan bahwa setelah melakukan penculikan di tahun 2000, lelaki itu bunuh
diri. Namun, Park Hae-young mencurigai adanya kejanggalan. Selain karena
kondisi mayat yang tidak punya jempol dan ditemukan di saluran pembuangan, dia
sendiri meyakini bahwa penculik sebenarnya bukan berjenis kelamin laki-laki
seperti yang marak diberitakan tahun itu, melainkan wanita! Tentu saja Park
Hae-young yakin karena korban penculikan adalah teman satu SD-nya dan dia sempat
melihat sendiri teman perempuannya tersebut pulang bersama seorang wanita sehari
sebelum berita penculikan tersiar.
Wow, ceritanya seru sekali, kan?
Saya sampai berdebar-debar nonton episode ini. Apalagi sensasinya semakin
menjadi-jadi dengan ditambah hitung mundur menjelang penutupan kasus itu.
Semacam berpacu dengan waktu. Sepanjang episode itu banyak banget yang lari
kesana-kemari, marah-marah, tertekan, karena dikejar waktu yang terus berjalan
tanpa peduli. Adrenalin saya naik, merasakan campuran semangat membara dan
geregetan. Penasaran, cemas, khawatir, marah, sukses mengaduk-aduk saya. Ah,
kayak yang saya sudah lama banget nggak nonton film detektif. Hahaha.
Lalu, apakah penculik sebenarnya
tertangkap? Sempat terkecoh dengan mencurigai tersangka lain karena dikelabui
si tersangka asli, namun dengan kemampuan profiling
Park Hae-young yang bikin saya jatuh cinta, tentu saja penculik aslinya
berhasil tertangkap. Jawaban kasus penculikan itu ternyata ada di episode kedua.
Akibat saking penasarannya, saya sampai nggak tahan untuk segera lanjut nonton
episode dua saat itu juga. Argh! Gila gila gila! Episode pertama dan kedua Signal benar-benar bikin saya kena drama hangover jilid kesekian!
Sebenarnya, siapa si pemilik suara
misterius yang dengan ajaibnya membantu kepolisian mengungkap kasus penculikan
tersebut? Pemilik suara misterius itu adalah Detektif Lee Jae-han (Cho
Jin-woong), seorang detektif yang juga pernah menyelidiki kasus tersebut pada
tahun 2000. Sayang, ketika tahun 2001 dan kasus tersebut masih belum terungkap,
Detektif Lee Jae-han dinyatakan hilang. Sedihnya, Ya Allah!
Sampai saat ini saya sudah sampai
episode sebelas. Ada 16 episode, berarti tinggal lima episode lagi menjelang ending. Saya berusaha nonton dengan
nggak ngoyo lanjut episode
selanjurnya, membiarkan diri tersiksa rasa penasaran. Saya nggak mau
cepat-cepat menghabiskan drama ini dan beralih ke drama lain. Saya kadung suka
banget drama ini! Huwaaaaa…!
Saya suka banget sinematografinya,
alur ceritanya, emosinya, karakternya, semuanya! Semuanya! Drama ini cenderung
kelam, bahkan serial BBC Sherlock (2010-2017) yang punya genre sama pun kalah
kelam. Kekelaman drama ini akibat ceritanya yang cenderung serius, berat,
pencahayaan yang khas film neo-noir,
dan butuh mikir. Nggak bisa nonton ini disambi makan bakmi, meskipun saya
sering begini karena enaknya nonton drama korea itu sambil makan bakmi. Hahaha.
Saya suka banget sama alur drama
ini yang berkategori campuran. Penonton diajak bolak-balik dari tahun 1989,
2000, 1997, 1995, dan 2015. Meskipun maju-mundur dan campuran, alurnya nggak begitu
njelimet kayak filmnya Christopher
Nolan, Memento (2000). Meskipun nonton ini nggak bisa sambil makan bakmi, namun
kalian masih bisa sambil makan yang lainnya.
Saya juga suka banget detail yang
dibangun di film ini, terutama dalam hal pembedaan suasana tahun 1990-an dengan
tahun 2015. Meskipun saya nggak tahu-tahu banget suasana Korea Selatan tahun
1990-an itu kayak gimana, tapi atmosfer jadulnya terasa banget lewat drama ini.
Komputer Pentium Satu yang monitornya segede gaban, warna putih, sistem operasinya
pun pakai Microsoft yang warnanya masih abu-abu itu. Hahaha. Desain mobil yang
dipakai pun juga kaku dan konservatif khas mobil tahun segitu. Apalagi ketika setting-nya di pemukiman padat penduduk
yang sempit, kumuh, dan suram, saat Detektif Lee Jae-han berusaha menyelidiki
setiap kasus-kasus yang mengusik nuraninya.
Bagi yang terbiasa nonton drama
bergenre komedi romantis bertabur oppa-ahjussi ganteng dan eonni manis dengan fashion
style yang bisa dijadikan ide #ootd,
mungkin kalian akan bosan nonton drama ini. Visual kalian tidak akan
termanjakan dengan suasana kelam dan suram di drama ini. Emosi kalian tidak
terpuaskan dengan adegan romantis dan komedi yang cenderung irit banget
ditampilkan di drama ini.
Bahkan, kayaknya adegan sweet di drama ini nggak terlalu
gamblang, cenderung jaim. Kayak relationship-nya
Detektif Lee Jae-han dan Detektif Cha Soo-hyun (Kim Hye-soo) ketika masih jadi
petugas junior. Cha Soo-hyun selalu perhatian banget sama Lee Jae-han, meskipun
sering dicuekin, digalakin, disemprot, dan ditatap dengan tatapan males banget.
Bahkan ketika Detektif Lee Jae-han dinyatakan hilang, Detektif Cha Soo-hyun
terus berjuang mencari keberadaan kerangkanya hingga tahun 2015. Selalu sedih
ketika adegan flashback masa-masa Lee
Jae-han dan Cha Soo-hyun masih jadi partner-in-crime.
Tambah sedih lagi saat harapan Cha Soo-hyun selalu menyala ketika forensik
menemukan kerangka misterius, berharap kalau kerangka Lee Jae-han ditemukan,
namun seketika pupus saat mengetahui bahwa kerangka yang ditemukan bukan milik
Lee Jae-han. Retak hati Adek, Bang!
Cieee... :3 Cha Soo-hyun diapeli Lee Jae-han [source] |
Saya suka drama ini karena sebagian
besar ceritanya bernuansa teka-teki. Seperti yang saya tulis di atas, romantis
dan komedi tetap ada, tapi hanya semacam garnish
saja. Saya nggak terlalu masalah, karena saya nggak mau kena overdosis adegan sweet jilid ketiga seraya meratapi
kejombloan saya. Hahaha.
Saya suka banget Detektif Cha
Soo-hyun yang merepresentasikan jenis wanita pemberani, cerdas, androgini
(meskipun feminin tapi dia bisa maskulin), dan tahan banting. Like a person I wanna be. Wanita tangguh
banget lah! Cocok jadi teladan wanita masa kini. Biar nggak terus-terusan lebay
atau dikit-dikit galau cuma gara-gara dipehapein gebetan. Hidup di dunia
millenial itu keras, Bos!
Letnan Park Hae-young ft. Detektif Lee Jae-han [source] |
Saya juga suka chemistry Letnan Park Hae-young dan Detektif Lee Jae-han. Mereka sama-sama
jenis polisi yang menjunjung tinggi kemanusiaan, nggak korup, nggak gila
kekuasaan, cerdas, kreatif, berdedikasi, dan berintegritas. Pokoknya teladan
banget! Andai polisi jenis kayak gini ada banyak, terutama di Indonesia, pasti
dunia akan bahagia nan sejahtera.
Detektif Cha Soo-hyun ft. Letnan Park Hae-young [source] |
Salah satu scene yang menurut saya paling lucu adalah ketika Park Hae-young berkunjung
ke rumah Cha Soo-hyun. Akibat ibunya Cha Soo-hyun yang ingin banget anaknya
segera nikah, Park Hae-young pun jadi kandidat inceran calon mantu juga. Saya
nggak tahu nanti akhirnya gimana antara Park Hae-young dan Cha Soo-hyun. Tapi
sejauh ini, kayaknya Park Hae-young lumayan perhatian sama Cha Soo-hyun.
Hehehe.
Ada satu adegan lagi yang sukses
bikin saya ngakak malem-malem. Adegan ketika Cha Soo-hyun kesengsem sama Lee
Jae-han karena dibantuin bikin kopi. Padahal saat itu Lee Jae-han jengkel
banget karena Cha Soo-hyun pasang tampang innocent.
“[…] dan kenapa kamu selalu berkedip-kedip
dengan mata cantikmu itu?!”
Salah satu lines Detektif Lee Jae-han yang bikin ngakak karena ngomong itu
sambil marah-marah ke Cha Soo-hyun. Hahaha.
Anyway,
kasus-kasus di drama ini, menurut beberapa sumber yang saya baca di internet,
terinspirasi dari kasus-kasus yang pernah booming
di Korea Selatan dan bahkan ada yang belum terpecahkan sampai sekarang. Sejauh
yang saya tahu, salah satu peristiwa nyata yang sempat disorot juga di drama
ini adalah runtuhnya Jembatan Hanyoung. Akibat baca webtoon Dr. Frost, saya
jadi tahu. Hehehe.
Selama tayang, rating Signal selalu tinggi dan sambutannya
positif banget. Bahkan, menang beberapa award
bergengsi Korea Selatan. Rumor beredar kalau Signal bakal dibikin musim keduanya. Kalau pun benar ada, saya
bakal bahagia banget. Asal pemainnya sama dan eksplorasi ceritanya tambah kaya.
Well,
nggak terasa postingan ini jadi panjang banget. Ah, sebenarnya masih belum
seberapa. Banyak banget hal yang masih belum terungkapkan. Sulit memang
merefleksikan buncahan perasaan dengan kata-kata. Pokoknya saya suka banget
sama drama ini. Suka suka suka!!!
Drama
ini daebak!
Rating
versi saya buat Signal: 8.9/10! (dan akan
bertambah lagi setelah saya nonton endingnya).