WARNING:
Tulisan ini panjang sekali. Membosankan. Jangan dibaca apabila iman Anda lemah
atau jika Anda memiliki gangguan Bipolar Disorder maupun Skizofrenia tipe Katatonik.
“Nice to meet
you, where you’ve been? I could show you incredible things”
Blank Space –
Taylor Swift
Sudah dua minggu berlalu, namun nyatanya
kenangan itu masih lekat menggelayut di antara kompartemen memori saya. Berawal
dari sebuah surel yang saya terima di akhir Oktober tentang sebuah acara pelatihan
menulis. Yup, sebuah pelatihan menulis bentukan sebuah penerbit di Jogja, DIVA
Press, bernama Kampus Fiksi. Email tersebut menyatakan bahwa kursi di angkatan
10 untuk tanggal 29 – 30 November 2014 masih ada yang kosong. Sedikit pikir
panjang, saya pun tertarik untuk menghubungi Mbak Avifah Ve. Ya, sebenarnya
saya mendapat jatah kursi di angkatan 11, namun karena saya sudah terlampau
kebelet ingin segera ikut pelatihan serta sudah dikompori teman saya yang
seharusnya angkatan 12 namun pindah di angkatan 9 bulan September kemarin, maka
saya pun segera menghubungi Mbak Avifah Ve menyatakan keberminatan saya untuk
mengisi kekosongan kursi tersebut. Tak berapa lama, permohonan saya pun di-accept. Kemudian, saya pun segera
mengirimkan segala berkas-berkas persyaratan yang tidak terlalu ribet melalui
surel pula. Lega. Akhirnya saya dinyatakan boleh mengikuti Kampus Fiksi
Angkatan 10.
Yup, mungkin ada sebagian dari kalian
yang bertanya-tanya, kenapa saya bisa ikut pelatihan menulis seperti ini. That’s a long story! So much! Perjuangan
tidak mudah, mamen. Halah, kok jadi lebay, to? Mengingat pendaftar Kampus Fiksi
ini lumayan bejibun, seluruh Indonesia, saingannya penulis-penulis keren pula,
dan saya sering merasa bahwa saya hanyalah remah-remah biskuit kadaluarsa.
Berawal dari sebuah event Kampus Fiksi Roadshow yang sekitaran tahun 2013 lalu diadakan
di kota Solo, tepatnya di Toko Buku Togamas, ketika lokasi Togamas tidak
terlalu luas dan masih berlokasi di depan lapangan Kota Barat. Ya, di tengah
hujan bulan November, tahun lalu, saya nekat menerjang hanya untuk ikut acara
Kampus Fiksi Roadshow ini. Sejak itulah saya jadi kenal dengan DIVA Press, dan event Kampus Fiksi Reguler yang kelak
saya jadi alumninya. Ceilah…
Pada pelatihan menulis gratis itu saya mendapat
informasi bahwa, barangsiapa yang ingin mengikuti versi lengkap pelatihan
menulis ini bisa mengirimkan karya terbaiknya ke email mereka, lantas kemudian mereka akan menyeleksi cerpen-cerpen
mana saja yang layak mengikuti Kampus Fiksi Reguler tersebut. Ya, merasa
termotivasi, pasca pelatihan roadshow tersebut saya pun mengirimkan cerpen saya
yang berjudul Reminisensi. Saya berpikir awalnya, coba dulu sajalah, ikhtiar
dulu, meskipun cerpen saya jelek bagaikan bubur bayi expired. Hahaha.
Selang beberapa minggu kemudian,
diumumkanlah nama-nama beserta cerpennya yang lolos sebagai peserta Kampus Fiksi
Reguler dari angkatan 5 sampai 12, kalau tidak salah ingat. Saat pengumuman itu
terpampang di website DIVA Press saya malah hampir lupa bahwa saya pernah mendaftar
untuk mengikuti Kampus Fiksi Reguler. Sampai teman saya, Ain, me-Whatsapp saya:
“Mus, cerpen kita masuk! Aku angkatan
12. Yah, kita nggak barengan… :’).”
Kira-kira seperti itu. Awalnya saya
mikir: “Ah, tenane….” Maklum lah,
saya tipe pembelajar visualis, kalau nggak lihat sendiri nggak bakal percaya. Akhirnya
saya pun membuka pengumuman tersebut, lantas menemukan nama saya beserta judul
cerpen pada kolom Angkatan 11. Subhanallah, Alhamdulillah, saya merasa
beruntung saat itu. Sangat. Padahal cerpen saya tidak bagus-bagus amat, sih,
hanya alurnya saja yang dibikin maju mundur cantik kayak Syahrini. Halah. Setelah
saya melihat tanggalnya, ternyata Angkatan 11 itu kebagian jatah bulan Januari
2015. DUA RIBU LIMA BELAS! Oh man… Padahal saat saya melihat pengumuman itu
masih bulan Desember 2013. Hiks, artinya harus menunggu setahun. Namun, ternyata
akhirnya saya malah maju satu angkatan dan bisa pindah ke angkatan 10 yang
diadakan bulan November 2014 kemarin. Alhamdulillah….
Meskipun pelatihan dilaksanakan tanggal
29 – 30 November, namun kami diwajibkan datang H-1 acara. Berbekal tiket KA
Sriwedari saya pun meluncur menuju Jogja pukul 15.25 tanggal 28 November 2014.
Berbekal tugas Psikologi Lintas Budaya yang harus dikumpulkan hari Senin, saya
duduk di gerbong pertama. Rasanya ngenes sekali saat itu, niatnya ikut
pelatihan kan untuk melupakan realita dan segala kepenatan dunia akademis,
malah harus terbebani tugas essay itu. Hiks.
Nah, tepat pukul 16.40 saya tiba di Stasiun
Tugu, Jogja. Sendirian dan kepayahan menenteng tas berisi laptop plus bawaan
baju untuk tiga malam dua hari. Berat. Sampai di sana, saya dijemput oleh
driver DIVA Press, Mas Kiki. Setelah selama bermenit-menit cari kesana-kemari
sambil membawa barang bawaan yang tidak ringan, akhirnya ketemu juga mobilnya.
Hehehe. Di dalam mobil sudah ada peserta Kampus Fiksi angkatan 10 yang datang
lebih dulu. Ada Rofie Khaliffa, dari Tangerang, Mbak Merry Wulan, dari Jakarta,
dan Kak Ahmad Kocil dari Jakarta juga. Kemudian ada juga Kak Reza Nufa, alumni
Kampus Fiksi angkatan pertama, yang karyanya sudah di mana-mana baik fiksi
maupun non fiksi dari berbagai genre serta berbagai nama pena. Halah.
Sekitar pukul 18.30 kami pun sampai di
tempat tujuan. Sebuah rumah yang khusus dibangun untuk event Kampus Fiksi tersebut terletak di samping kantor DIVA Press.
Sesampainya di sana, kami disambut oleh kakak-kakak panitia Kampus Fiksi. Ramah
dan kesan kekeluargaannya kental sekali. Meskipun kami belum saling mengenal,
sama-sama merasa asing, rasanya nyaman saja berada di sana. Saya, Rofie, dan
Mbak Wulan menempati sebuah kamar kecil di samping dapur. Beberapa kasur
berseprai Manchester United sudah siap untuk direbahi. Melihat kasur empuk
tersebut, rasanya saya ingin merebahkan diri di atasnya, sejenak untuk melemaskan
otot-otot yang kaku. Setelah sholat dan membersihkan diri, kami disiapkan makan
malam. Beberapa menit kemudian, satu persatu peserta yang lainnya datang. Saya
pun masuk ke kamar khusus cewek yang lain kemudian berkenalan dengan
masing-masing penghuninya. Di kamar itu ada Mbak Altami Nurmila, mahasiswa S2
Universitas Airlangga (yang sebentar lagi novelnya bakal terbit di Gramedia.
Aaakk… :3). Kemudian, ada Dian Safitri, mahasiswa angkatan 2012 Psikologi
Universitas Brawijaya. Ya ampun, merasa menemukan rekan sejawat. Halah. Ada
juga Lina Purwati, mahasiswa Universitas Negeri Semarang jurusan Matematika.
Lantas ada juga Mbak Endah, yang kelak cerpennya jadi cerpen terbaik di Kampus
Fiksi Angkatan 10. Ada satu lagi, pelajar SMA kelas 12, namanya Nida. Masih imut-imut.
Hehehe.
Setelah kami semua makan malam, datang
Teteh Inggy, disusul kedatangan Viki dan Vina, pasangan kakak-adik-beda-setahun
yang wajahnya seperti anak kembar. Lantas, ada juga Feni, pelajar SMK kelas 12
yang selalu cerewet dan curhat masalah cowok. Hahaha, merasa menemukan adik
baru. Menjelang larut, datanglah Mbak Meka. Kamar kami kemudian jadi rame, deh.
Jadi tambah sempit juga. Hahaha. Saling berbincang dari topik random sampai
masalah cowok-cowoknya Feni, rasanya kami jadi semakin akrab satu sama lain.
Kemudian langsung terjebak nostalgia.
Ah, kangen merekaaa…. :’)
Keesokan paginya, tepat hari Sabtu, 29
November 2014, acara pembukaan Kampus Fiksi pun dimulai. Peserta Kampus Fiksi
angkatan ini terdiri dari 16 perempuan dan 4 laki-laki. Well, saya sangat terbiasa dengan fenomena lelaki adalah minoritas.
Di jurusan saya, Psikologi, apalagi di angkatan saya, dari 80 mahasiswa, hanya
ada sekitar 10 cowok. Itu masih belum dipisah antara cowok tulen dan setengah
tulen. Halah.
Kami duduk di tengah ruangan yang sudah
dipasang meja membentuk huruf U. Setiap meja sudah dipasangi papan nama
peserta. Saya duduk di sebelah Mbak Wulan dan Mbak Nursaadah. Selain itu saya
menemukan wajah baru lainnya, ada Sani, Sri Siska, Mas Sugianto, Kak Wawan, dan
Mas Fatta.
Pada hari pertama tersebut, acara
lumayan padat. Pagi-pagi kami sudah di-brainstorming
ide untuk praktik nulis pukul 14.30. Tada! Tema yang digunakan untuk praktik
menulis nantinya adalah; Magic, Madness,
Heaven, Sin. Well, kata
Mbak Rina, editor DIVA Press, ia mendapatkan ide itu karena terinspirasi dengan
lagu Blank Space-nya Taylor
Swift. Ya ampun, lagu Taylor Swift paling baru yang saya tahu hanya Shake It Off. Dan saya tidak terlalu
suka dengan lagu Taylor Swift di album terbarunya ‘1989’. Menurut saya dia
sudah keluar jalur dari genre pop-country yang memberi warna khas pada
lagu-lagunya.
Halah, iki piye to, malah bahas Taylor Swift? -_-
Oke, lanjut! Setelah mendapatkan
berbagai materi teori tentang teknik menulis sampai self-editing. Acara yang ditunggu pun tiba, praktik menulis bersama
mentor. Saya merasa mulas saat itu. Terang saja, kami hanya diberikan waktu
menulis selama tiga jam plus cerita harus mencakup keempat komponen Magic, Madness, Heaven, Sin tadi. Hiks.
Saya satu kelompok dengan Lina, Mbak
Meka, dan Mbak Wulan, dengan mentor Mbak Ayun. Mbak Ayun ini sudah punya novel
juga, judulnya Handim, Pistim, Yandim,
dan menang di Festival Sastra juga, kalau tidak salah. Keren banget, ya. :)
Setelah tiga jam otak saya berasap, kebul-kebul, malam harinya setiap
kelompok ditugaskan menampilkan puisi, drama, dan yel-yel. Hahaha. Hasilnya? Hancur!
Meskipun Mbak Meka sudah berusaha gokil, tapi ternyata kami bertiga yang lain
tidak bisa gokil. Apalagi saya. Saya kan pemalu. Nanti kalau saya gokil, jatuhnya
malah malu-maluin. Ah, sudahlah….
Terselip kisah lucu, ada cinlok di
Kampus Fiksi. Hahaha. Ceritanya begini, Feni dan ketiga teman satu kelompoknya,
Teh Inggy, Kak Wawan, Mas Fatta, sedang menampilkan sebuah drama romance. Saat itu, Feni dan Mas Fatta
dikisahkan sedang belajar untuk ujian kemudian datanglah cowok ganteng yang
diperankan Kak Wawan. Ceritanya, Feni terpesona, kemudian dia naksir dan
pedekate dengan Kak Wawan. Nah, sewaktu pedekate itu, Feni membacakan sebuah
puisi romantis untuk Kak Wawan. Kena deh, satu ruangan pun teriak heboh.
“Cieee… Ciee….!” Feni pun salah tingkah.
Hahaha.
Alhasil, sepanjang malam dan hari
berikutnya Feni pun kena diciein. Kami pun juga iseng menggoda si Feni. Pukpuk
Feni. Setiap kali kami goda, Feni berulang kali bilang;
“Nggak naksir, kok. Cuma dia mirip sama
Mas Rizal aja.” Siapa lagi Mas Rizal? Ah, mungkin gebetannya. Hahaha.
Keesokan harinya, hari Minggu, 30
November 2014, kami mendapatkan materi tentang keredaksian, marketing dan pasar
buku Indonesia, dan evaluasi cerpen yang kami buat kemarin. Anyway, cerpen saya yang berjudul Perempuan-Perempuan
ini memang sangat absurd. Mbak Ayun
bahkan sampai bilang kalau cerpen saya masih ada missed logika. Hahaha. Kurang terlatih menulis tiga jam, sih,
jadinya hancur kan. Nah, saat semua cerpen selesai dievaluasi terpilihlah satu
cerpen terbaik yaitu cerpen Mbak Endah. Salute!
Selanjutnya, penutup dari rangkaian
materi Kampus Fiksi adalah penjelasan tentang bimbingan menulis novel oleh Mbak
Rina. Ya, fasilitas menarik yang membuat saya semakin menggebu mengikuti Kampus
Fiksi Reguler adalah karena adanya fasilitas bimbingan online. Bahkan, jikalau
nantinya novel kita benar-benar jadi, kita boleh tidak menerbitkannya di DIVA
Press.
Kebahagiaan dan manfaat sangat kami
dapatkan dari Kampus Fiksi ini. Akomodasi, biaya makan, biaya coffee break yang hampir setiap kali ada
ketika ishoma, sampai antar-jemput ke Stasiun, 100% GRATIS! Saya sampai tidak habis pikir, Pak Edi (owner DIVA Press), bisa sekali membuat event seperti ini. Kalau
dihitung-hitung, beliau pasti sudah keluar kocek banyak sekali, tapi beliau
tampaknya malah sangat senang. Menurutnya, kreatifitas anak muda yang punya
minat menulis besar itu harus diwadahi dengan acara-acara semacam ini. Selama dua hari kemarin beliau juga
selalu mendampingi kami dan membagi tips-tips menarik seputar dunia menulis. Tepuk
salut buat Pak Edi, semoga kedermawanan beliau dan kepeduliannya terhadap
penulis pemula-amatir seperti kami ini, mendapat balasan dari Allah berupa
rezeki yang tidak putus-putus. Aamiin. Doa para alumni menyertaimu, Pak… :’).
Nah, kemudian, tidak terasa acara sudah
berada di penghujung. Pukul 19.00 kami pun sampai pada acara penutupan. Hiks. Masing-masing
raga terasa tak ingin segera beranjak meninggalkan keluarga baru mereka di
tempat baru ini. Saya pun juga. Well,
setiap pertemuan pasti berujung pada perpisahan. We have to deal with it.
Malam itu, suasana haru melingkupi acara
penutupan tersebut. Bahkan, saya, yang sering sekali baper (bawa perasaan) ini
ingin menangis ketika lagu Home-nya
Michael Bubblè mengalun sebagai backsong
dari video yang berisi slideshow
foto-foto kami selama mengikuti rangkaian acara Kampus Fiksi. Namun, tangis
saya yang hampir luruh itu menguap sekejap ketika melihat foto-foto yang diedit
mirip Meme Comic. Halah. Suara tawa kami pun pecah memenuhi setiap sudut
ruangan itu. Saya tertawa sampai nangis-nangis. :”)). Setelah sesi nonton video, kami pun jeprat-jepret bersama panitia dan alumni Kampu Fiksi angkatan atas. Ini hasilnya
Keluarga Baru. Kampus Fiksi Angkatan 10 :') |
Keesokan harinya, Senin, 1 Desember
2014, pukul 06.00 saya berpamitan untuk bertolak ke Stasiun Tugu kembali menuju
Solo, kota kelahiran dan kota menimba ilmu. Diantar dengan Mas Kiki bersama Kak
Sayfullan, alumni Kampus Fiksi angakatan atas yang minta diantar ke terminal. Oh iya, Kak Sayful ini alumni Teknik Kimia Universitas
Diponegoro, lho. Wah, alumni Kampus Fiksi ini keren-keren semua, ya. Saya jadi
merasa bagaikan remah-remah roti bagelan yang sudah dikeringkan sepuluh kali
kemudian kadaluarsa. Metaforanya kok elek,
ya. Hahah. Wis ben, lah. Hahaha.
Sampai di Stasiun Tugu saya langsung
membeli tiket KA Prambanan Ekspres untuk jam 07.30. Ya, saya membolos mata
kuliah Penyusunan Rancangan Pelatihan. Hahaha, HORE! Sebenarnya, kalau hari ini
tidak mengumpulkan tugas, saya memilih bolos kuliah seharian ikut teman-teman
yang lain jalan-jalan ke kantor DIVA Press. Hiks. Namun, akibat tugas PLB yang
harus saya kumpulkan di jam kedua, maka saya mau tidak mau harus masuk. Hiks,
nggak bisa ikutan jalan-jalan. Hiks….
Sampai di Stasiun Balapan, Solo, sekitar
pukul 08.30, saya langsung naik Batik Solo Trans menuju ke kampus. Cuaca saat
itu memang sedikit mendung. Namun bulir-bulir peluh menguliti seluruh tubuh
saya karena saya harus menenteng tas ransel berisi baju plus laptop, goodie bag berisi lima eksemplar buku,
dan satu kerdus besar berisi 50 eksemplar buku. Berasa kayak mau mudik lebaran.
Alhamdulillah, meskipun berat, saya tetap senang karena manfaat yang saya
dapatkan sangat berlipat ganda. Ikut Kampus Fiksi, Gratis, pulang masih dikasih
buku 50 eksemplar. Hiks, terharu. :’)
Terima Kasih Kampus Fiksi, Pak Edi, dan DIVA Press!
P.S: Yang mau baca
cerpen saya Perempuan-Perempuan dan Reminisensi, sabar ya. Sedang proses self-editing, memperbaiki cacat EYD dan
cacat logika. Semoga setelah diperbaiki tidak semakin cacat atau absurd. Hahaha.
P.S.S:
Ternyata saya malah jadi suka lagunya Taylor Swift yang Blank Space.
Fine :D *nggak ada yang nanya -_-