Beberapa waktu lalu, entah tepatnya
kapan, saya menyempatkan diri menonton film ini. Film yang amat sangat menarik
dan meninggalkan kesan mendalam bagi saya. Bukan karena sinematografinya atau tampilan
kecanggihan teknologi seperti halnya film-film produksi negeri Paman Sam pada
umumnya. Saya menyukai film ini karena film ini menyelipkan sebuah realita
gelap sebuah sistem dan birokrasi, even
di negara se-adidaya United States.
Sebenarnya film ini sudah lama mendekam
di antara tumpukan-tumpukan file film di laptop saya, namun rasa-rasanya saya
baru saja sempat menontonnya beberapa waktu lalu. Yup, kalian pasti berpikir film ini sangat
jadul dan sepertinya membosankan. Nampak jelas dari periode perilisan film ini
yang sezaman dengan tahun kelahiran saya. Bisa dibayangkan se-tuwir apa film itu. Hahaha.
Film yang menuai apresiasi positif di
masanya ini berhasil saya temukan dari hasil googling dan searching di
internet. Pasca melihat ratingnya, membaca sinopsisnya, bahkan mencari
terstimoni-testimoni penikmat film yang sebagian besar bernada positif,
akhirnya saya pun tertarik untuk segera menonton film ini.
Ini bukanlah film dokumenter membosankan
yang lekas membuat orang terkantuk-kantuk di seperempat bagian awal. Bukan pula
film yang menampilkan banyak dialog panjang dan memusingkan seperti film Mindwalk. Film yang sebenarnya bergenre
drama ini bahkan tidak membumbui alurnya dengan drama percintaan, seperti yang
sering kita temukan di film-film pada umumnya.
Dibintangi oleh Tim Robbins dan Morgan Freeman, film ini menyoroti kehidupan penjara yang keras beserta kelicikan-kelicikan aparat di dalamnya. Sebagian besar film ini bercerita menggunakan sudut pandang tokoh orang pertama pelaku sampingan. Morgan Freeman yang berperan sebagai Ellis Redding, sang tokoh sampingan, menceritakan kehidupan sang tokoh utama, Andy Dufresne (Tim Robbins).
Dibintangi oleh Tim Robbins dan Morgan Freeman, film ini menyoroti kehidupan penjara yang keras beserta kelicikan-kelicikan aparat di dalamnya. Sebagian besar film ini bercerita menggunakan sudut pandang tokoh orang pertama pelaku sampingan. Morgan Freeman yang berperan sebagai Ellis Redding, sang tokoh sampingan, menceritakan kehidupan sang tokoh utama, Andy Dufresne (Tim Robbins).
Berkisah tentang seorang akuntan, Andy
Dufresne, yang tersangkut kasus pembunuhan kepada istrinya. Jaksa penuntut
menyatakan akuntan tersebut bersalah karena memiliki motif kuat untuk membunuh
istrinya. Diduga kuat bahwa Dufresne dendam kepada istrinya yang berselingkuh,
sehingga ia membunuh istri dan selingkuhannya sekaligus. Namun, ia berulang
kali menyangkal bahwa dirinya bersalah dan bukan merupakan pembunuh istrinya.
Namun, pernyataannya ditolak karena alibinya sangat lemah. Pada saat kejadian, Andy
Dufrense terbukti sedang mabuk sehingga ingatannya yang kurang jelas tersebut
meragukan sang hakim. Menilik dari bukti pecahan botol dan pistol yang berbekas
sidik jarinya, akhirnya akuntan tersebut diputus bersalah dan dihukum seumur
hidup.
Akibat dari kesalahannya yang amat berat
itu, ia pun dikirim ke sebuah penjara yang terisolasi jauh dari peradaban kota,
di pedalaman Amerika Serikat bernama penjara Shawshank. Penjara Shawshank
dihuni oleh berbagai narapidana dengan kasus kriminal berat. Terlebih lagi,
penjara itu juga dijaga oleh sipir-sipir yang kejam dan kasar. Bahkan ada pula
narapidana yang mati karena sipir-sipir penjara tersebut melakukan penganiayaan
dengan amat kejam.
Hal yang sangat menarik dari film ini
adalah saat Dufresne secara tidak sengaja mendengar pembicaraan salah seorang sipir
penjara yang mendapatkan harta warisan sangat besar dari kakak iparnya. Namun,
ia merasa sedikit kecewa dengan banyaknya harta warisan yang diterimanya. Ia
kecewa karena dengan adanya harta melimpah yang diterimanya tersebut pemerintah
Amerika Serikat akan ‘memerasnya’ dengan pajak yang tidak sedikit pula. Tentu sama
saja dengan tidak dapat menikmati harta warisan tersebut sepenuhnya. Mendengar
itu, Dufresne pun menyatakan bahwa ia dapat mengatasi kesulitan si sipir
penjara. Ia dapat membuat sang sipir tidak perlu mengeluarkan pajak terlalu
banyak yang bisa menguras hartanya.
Ya, tentu yang dilakukan sang akuntan
bukan tanpa motif di belakangnya. Ia diam-diam sedang merencanakan sesuatu.
Sesuatu yang bahkan tidak akan pernah terbersit sedikit pun di benak kalian
sebagai penontonnya. Kepandaian dan ketrampilannya dalam ‘membantu’ memanipulasi
laporan keuangan sang sipir sampailah ke telinga kepala penjara Shawshank. Ia
pun kemudian mendapat tambahan pekerjaan mengolah data keuangan yang penuh
dengan praktek kecurangan dan manipulasi.
Dufresne berhasil membuat para sipir dan
kepala penjara memberi kepercayaan penuh kepadanya. Semua laporan keuangan
dikerjakan olehnya, alhasil segala rahasia busuk dalam penjara itu berada dalam
genggamannya. Selain itu juga, berkat Andy Dufresne, perpustakaan penjara yang semula
kondisinya amat meprihatinkan dan hanya diisi buku-buku tua, mendapatkan renovasi
dan sumbangan buku-buku bekas yang masih layak baca dari pemerintah pusat. Benar-benar
seorang narapidana yang sangat menginspirasi.
Anyway, ada sebuah fakta pahit di balik terpenjaranya
Andy Dufresne. Saya sempat aneh saat sejak awal film Andy selalu mengatakan
bahwa ia tidak bersalah dan tidak pernah membunuh istrinya. Bahkan saat
dipenjara pun ia seolah tidak pernah mau mengakui kalau ia membunuh istrinya.
Dan ternyata kebenaran tersebut terkuak di seperempat akhir cerita. Bermula dari
datangnya seorang narapidana muda bernama Tommy - kalau saya tidak salah ingat
- yang menjadi narapidana di penjara Shawshank. Tommy sangat berpengalaman
dengan kehidupan penjara karena sejak remaja ia sering keluar masuk penjara,
bahkan berpindah-pindah penjara sampai akhirnya terdampar di Shawshank. Suatu
ketika, Tommy bercerita pernah bertemu seseorang yang mengaku membunuh istri
seorang akuntan kaya yang sedang berselingkuh. Namun, orang tersebut lolos dari
tuduhan karena bukti-bukti yang ditemukan polisi malah mengarah kepada si
akuntan yang pada saat itu sedang berada di lokasi kejadian. Kesaksian Tommy
tersebut sampailah ke telinga kepala penjara. Namun ternyata, akibat kesaksiannya
yang mungkin bisa 'menyelamatkan' Andy Dufresne tersebut, Tommy dibunuh. Saya
sebenarnya masih bingung, kenapa Tommy dicegah untuk mengungkapkan fakta sebenarnya
yang bisa membersihkan nama baik Andy Dufresne. Ya, mungkin film ini sedang
memberikan potret nyata penyimpangan penegakan hukum beserta aparat-aparatnya.
Ending pada film ini agak tidak terduga.
Mulanya di awal, film ini bakal berjalan datar-datar saja tanpa twist
mengejutkan. Namun, saya salah, justru akhir film ini yang bakal membuat kalian
tercengang dan tak habis pikir. Seorang Andy Dufresne yang terlihat kalem,
pendiam, dan terpelajar namun sedang sial tersebut menyimpan sesuatu yang dalam
sifat-sifatnya yang mudah dipercayai itu. Jika kalian penasaran dengan alur
selamjutnya, silahkan menonton sendiri. Tidak akan menyesal karena film ini
bukan jenis film yang membosankan namun masih menyelipkan pelajaran dan pesan
moral berharga bagi penikmatnya.
Okay, mungkin segini saja review film
pada kali ini. Anyway, saya merasa sedikit aneh karena tiba-tiba bahasa tulis
saya menjadi sedikit mirip seperti bahasa makalah. (Oh God!) Maaf jikalau
tiba-tiba tulisan saya jadi sedikit - atau malah sangat - membosankan. Sampai
jumpa di postingan selanjutnya... Insyaa Allah postingan selanjutnya saya akan
menuliskannya dengan bahasa yang sedikit lebih santai seperti biasa dan tidak terlalu
kaku seperti ini. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar