“Jangan
coba-coba bermain api jika tidak ingin terbakar. Jangan coba-coba menonton
Korean Drama jika tidak ingin kecanduan.” (Saya, 2015).
Korean Drama, salah satu jenis
drama yang pada awalnya saya pandang sebelah mata. Haha. Yup, jujur saja, saya
adalah salah seorang makhluk Venus yang tidak suka dengan jenis serial drama
penuh romansa dua anak manusia dengan segala konflik dan intrik di dalamnya.
Halah. Menurut saya, sinetron, drama, atau serial yang tema utamanya selalu
tentang cinta adalah sedangkal-dangkalnya cerita dan amat sangat membuat
seluruh wanita di dunia selalu berdelusi tentang lelaki tampan, kaya raya, dan white-horsed prince atau apapun itu
sebutannya. Terlalu utopis, menurut saya. Okay, saya memang terlampau skeptis,
dan pasti kalian ketika membaca ini seakan ingin menimpuk saya dengan ujung high-heels. Haha. Nah, tetapi semua
berubah ketika negara api menyerang drama Korea telah bertransformasi,
tidak melulu konflik tentang cinta tetapi semakin menggunakan jalan cerita
bervariasi dengan konflik yang kompleks.
Bermula dari celoteh kawan-kawan
sekampus saya yang sering bertransaksi drama Korea ilegal, bahwa genre drama
Korea akhir-akhir ini sangat menarik dan banyak bertema gangguan jiwa. Salah
satu drama yang pertama kali mampir di telinga saya dan menarik minat saya
adalah It’s Okay, That’s Love. Awalnya, saya biasa saja mendengarnya, namun
karena teman-teman saya sering membahasnya, lama kelamaan saya jadi penasaran
juga. Sampai suatu ketika, sepupu saya bilang kalau data di laptopnya hilang
pasca reinstall, termasuk drama-drama
Korea dan film-film Western yang susah payah dikumpulkannya dan sebagian besar
belum ditonton. Memang parah banget sepupu saya ini. Haha.
Berbekal harddisk eksternal milik
sepupu saya, saya pun manut-manut saja disuruh berburu drama ke teman-teman
kampus saya. Maklum, sih, sepupu saya sudah bukan anak kuliahan, teman-teman bandar
drama Koreanya pun sudah melalang buana entah kemana. Halah. Enam dari belasan
drama di harddisk sepupu saya, yang masing-masing memiliki sekitar 16-20
episode tersebut, saya pindah ke laptop saya, salah satunya Healer. Lumayan,
lah. Hehehe.
Drama Korea yang pertama kali saya
tonton adalah Heart to Heart. Drama ini bagus, tapi masih terlalu banyak konflik
cintanya daripada gangguan psikologis. Tapi, sejak nonton Heart to Heart itu
saya jadi kecanduan drama Korea. Meskipun cintanya banyak, tapi akting
aktor-aktrisnya sangat natural sehingga bikin saya jadi baper. Terutama ketika
Detektif Jang Do Soo bertepuk sebelah tangan pada Cha Hong Do. Itu, seriously, nyesek banget. I know what he feels banget, lah. Ah, Do
Soo memang sangat terlambat, sampai akhirnya Cha Hong Do berpaling ke Ko Yi
Suk. Ini kenapa jadi malah bahas Heart to Heart. Hehe.
Nah, setelah saya menyelesaikan 16
episode Heart to Heart, tentu saja saya kena Drama Hangover. Inilah, salah satu
efek samping drama yang membuat saya kesal selain bikin baper, yaitu bikin
hangover juga. Hm, buat yang belum tahu istilah nyeleneh saya, drama hangover
itu mirip sekali dengan book hangover. Drama atau book hangover adalah suatu
keadaan ketika diri kita telanjur menyelami dunia fiksi dalam alur cerita
drama atau buku tersebut sampai akhirnya sulit keluar dan sulit berdamai dengan
realita. Halah. Rada serem memang. Hahaha. Setelah selama beberapa hari
memulihkan diri akibat hangover dari Heart to Heart, akhirnya saya pun memilih
menonton Healer.
Healer :3. Source: AsianWiki.com |
Episode pertama Healer, sangat
menarik, membuat saya penasaran dengan episode selanjutnya. Seorang lelaki
mirip mata-mata yang bekerja di bawah arahan seorang ahjumma alias ibu-ibu peretas
CCTV sampai sistem keamanan kepolisian. Yeah,
such my type of movie banget. Maka,
sejak episode awal saya sudah jatuh cinta dengan Healer ini. Hehe.
Pada episode-episode awal, saya
sering kesulitan nyambung. Saya masih berusaha menerka-nerka, sebenarnya ini cerita
tentang apa, bagaimana, apa hubungannya. Nah, tetapi itulah hal yang membuat
saya jatuh cinta dengan drama ini, karena pada episode awal saya kesulitan
menebak benang merah dari film ini, berarti memang drama ini sangat cerdas.
Hehe. Eng… atau mungkin saya aja yang bolot, ya. Entahlah… Hahaha.
Healer ini bercerita tentang seorang
Pesuruh Misterius yang bekerja dengan tugas bermacam-macam, mulai dari
melindungi seseorang dari ancaman orang jahat sampai mencari seorang gadis yang
terpisah dari ibunya selama 20 tahun. Yup, Pesuruh Misterius itu memiliki nama
kode ‘Healer’ (Ji Chang Wook), yang kemudian di episode-episode selanjutnya
ketahuan kalau nama asli Healer adalah Seo Jung Hoo. Healer ini bekerja di
bawah arahan seorang ahjumma mantan detektif, Jo Min Ja. Selama bekerja, Healer
selalu dilengkapi dengan peralatan-peralatan canggih, mirip agen IMF, Ethan
Hunt di film Mission Impossible. Huehehe. Bedanya, kacamata Ethan Hunt bisa
meledak jika dilempar, kalau kacamata Healer adalah alat untuk mendeteksi wajah
musuh dan mengenali objek-objek mencurigakan. Mirip alatnya Conan yang dibuat
Profesor Agasa. Halah. Selain itu, Healer juga punya earphone yang ada
pelacaknya untuk melacak keberadaannya sekaligus berkomunikasi dengan ahjumma.
Ji Chang Wook as Healer. :3. |
Suatu ketika, Healer punya sebuah
proyek baru. Kliennya yang bernama Kim Moon Ho (Yo Ji-Tae), seorang reporter televisi
(news anchor) terkenal, meminta
Healer untuk mencari sampel anggota tubuh yang nantinya akan digunakan sebagai
sampel tes DNA. Sampai akhirnya Healer menguntit seorang gadis yang berprofesi sebagai
jurnalis kantor berita gosip online kecil, Chae Young Shin (Park Min-Young). Nah,
memang awalnya drama ini penuh teka-teki, sampai saya sibuk menerka-nerka
perihal siapakah sebenarnya Young Shin? Apa hubungannya dengan Moon Ho? Lalu,
apakah Healer dan kedua orang itu saling berhubungan? Lambat laun setiap
teka-teki yang saya tanyakan sejak di awal film mulai terbuka tabirnya satu
persatu di setiap episode.
Saya suka tema utama dari cerita
ini, yaitu seorang anak yang terpisah dari ibunya selama bertahun-tahun.
Mengenaskannya lagi, si anak sampai memiliki trauma mendalam akan masa kecilnya,
berulangkali keluar masuk panti asuhan, mengalami penganiayaan fisik, sampai
akhirnya bertemu dengan orangtua angkat baik hati yang merawatnya hingga
dewasa. Namun, latar belakang dari hilang atau terpisahnya si anak dari ibunya
itu jangan dibayangkan sesederhana sinetron-sinetron Indonesia yang biasanya
selalu mengkaitkannya entah itu hilang dibawa pemulung lalu terdampar di panti
asuhan, diculik kemudian melarikan diri, atau hilang karena amnesia. Justru
yang membuat kerennya drama ini adalah karena konfliknya yang kompleks dalam
mengkaitkan masalah kehilangan anak itu dengan masalah politik. Ah, memang jika
dijelaskan hanya dalam beberapa baris tidak akan muat. Lebih baik nonton
dramanya saja sendiri. Drama ini sangat recommended,
terutama untuk para pecinta film dengan konflik rumit. Eh, tapi jangan salahkan
saya jikalau kalian jadi kecanduan. Huehehe.
Ji Chang Wook lagi :3 Aww... |
Anyway,
saya juga suka dengan karakter para aktor dan aktris di drama ini. Natural,
tidak terkesan dibuat-buat, dan setiap tokoh memiliki ciri khas masing-masing
yang sangat kuat dan kental. Itu mungkin salah satu kelebihan drama-drama Korea
karena para aktor dan aktrisnya benar-benar menyajikan performa yang pantas
diapresiasi. Akibat dari karakter pemainnya yang natural itu, setelah selama
seminggu saya melahap 18 episode dari total 20 episode, sepertinya saya merasa totally terkena drama hangover. Tidak!!!
Ah, sungguh saya tidak mau menyelesaikan dua episode terakhir, karena itu
artinya saya harus segera mengakhirinya. Halah. Aduh, kenapa malah jadi baper
gini, yak? :’)
Pokoknya, saya belum mau move on dari Ji Chang Wook! *Eh (?)
Ngomong-ngomong tentang Ji Chang
Wook, sejak saya melihat aktingnya sebagai Healer kemudian menyamar menjadi
Park Bong-Soo membuat saya kesengsem berat. Selain karena wajahnya yang tampan
dan imut kekanak-kanakan itu, juga karena karakternya di Healer yang dingin,
keras hati, susah ditebak, itu bikin geregetan! Saking dia kurang kasih sayang,
Seo Jung Hoo alias Healer ini sampai kesulitan mendefinisikan rasa kebutuhan
untuk dicintai. Yap, kasihan memang si Seo Jung Hoo ini, masa kecilnya yang
tragis membuatnya kesulitan untuk merasakan perasaan hangat yang menjalar dalam
ceruk hatinya. Halah.
Ini apaan sih, malah jadi sok
puitis.
Hm, kalau dalam Hierarki Kebutuhan
Abraham Maslow, Seo Jung Hoo memiliki defisiensi dalam Love and Belongingness
Need. *Apa sih, Mus?* Tapi, setelah bertemu dengan Young-Shin, kemudian
Jung-Hoo pun menjadi gampang baper dan gampang meleleh. Ah… :3
Memorable scene; Aww, cocok banget, deh! |
Yap, begitulah, karena itu semua kemudian
saya jadi fangirlnya Oppa Chang-Wook ini. Jatuh cinta itu memang sederhana, Gais.
Hehehe. Oiya, anyway, saya juga suka chemistry antara Ji Chang-Wook dan Park
Min-Young di drama ini. Menurut saya, mereka berdua sangat cocok! Aaaaaakkk! Apalagi
ketika adegan Young-Shin dan Bong-Soo menyamar jadi sosialita saat akan meliput
konferensi pers calon walikota Seoul, Kim Eui Chan. Cocok bangeeeettt! (Hm,
mohon maaf bagi yang belum nonton dramanya, mungkin kalian harus nonton dulu
sebelum membaca bagian ini. Huehehe). Selain itu, saya juga jadi suka berat
sama Eternal Love-nya Michael Learns to Rock. Nggak nyangka aja lagunya MLTR
jadi soundtrack Healer. :’)
My
heart’s a flame. And it’s burning in your name~~ *langsung
berubah jadi penyanyi kamar mandi*
Ya, begitulah. Sekali lagi, saya
tidak mau move on dari Ji Chang Wook!
*pasang ikat kepala*
Saranghaeyo, Oppa~~ *kemudian
berubah jadi anak alay SMA fans boyband Korea*
Ah, sudah dagelannya, nanti saya
malah ditimpukin K-Popers. Huehehe.
Okay, sekian post edisi
Korea-koreaan saya kali ini sebagai pengisi blog saya yang makin hari makin
suwung saja. See ya to the next post~~
Saranghae… <3
*Kemudian nyampurin Jjang Myeon ke
mangkuk Bolsott Bbimbab, lalu disiram kuah Kimchi. Nggak tahu deh, rasanya jadi
kayak gimana?*
P.S: Pokoknya saya
nggak mau move on dari Ji Chang Wook!
:D
Ji Chang Wook lagi pokoknyaaa :* |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar