Rating IMDb: 8.6/10
Setelah selama beberapa hari terakhir
berfokus pada tulisan konyol, aneh, dan tidak jelas, maka saya pun kembali
menulis sesuatu yang lebih jelas dari sebelumnya. Halah -_-. Daripada
berlama-lama, langsung saja, deh…
Beberapa hari yang lalu, saya menonton
film yang, ya… bisa dibilang keren banget! Ini ikhlas kok nulis ‘keren
banget’-nya hehehe. Oke, saya mencoba tidak terlalu alay seperti
tulisan-tulisan Movie Review saya sebelumnya. Hehehe.
Yup, film yang saya tonton beberapa hari
lalu adalah Memento. Film arahan sutradara kondang, Christopher Nolan ini
memang berciri khas film Pakde Nolan banget. Tentu kita tidak lupa dengan
filmnya yang menuai banyak pujian, Inception, yang menuai rating 86% pada
Rotten Tomatoes dan rating 8.8/10 pada situs IMDb.com. Kita tentu ingat
bagaimana Pakde Nolan membangun alur pada Inception, meng-create motion
picture, dan membuat penonton berdecak kagum atas kebrilianan idenya. Oke, ini
lebay, tetapi untuk kategori film fiksi sains yang banyak menyita pikiran saat
menontonnya – mau nonton film aja pake mikir, gimana kagak pening, tuh? –
memang saya rasa sangat brilian. Ide cerita Inception tentang lucid dream ini
memang sangat aneh, but ternyata menurut para ahli hal itu merupakan
keniscayaan jika dalam alam mimpi kita bisa saja melakukan lucid dream.
Menurut hemat saya, kebrilianan ide
seorang film-maker dalam membuat film adalah saat film yang dibuatnya membuat
penonton berpikir keras dan tak sanggup melewatkan satu detik scene pun saat
menontonnya. Ya, karena film itu tentu saja menyita banyak energi pada cerebrum
kita, memaksa sel-sel kelabu untuk menyalurkan neurotransmitter dengan cepat. Membuat
kita selalu berseru “Ini maksudnya gimana, ya?”, “Oh, jadi yang tadi itu ini, toh?”,
“Blimey! Ternyata twistnya begini!” serta sejumlah hal-hal menakjubkan dan
unpredictable lainnya. Oke, maaf, bahasanya aneh lagi. Hehehe.
Nah, begitu pula dengan Memento. Film
yang dirilis tahun 2000 itu pun juga mengangkat sebuah ide yang sama yaitu
tentang pikiran. Masih ada sedikit sangkut pautnya dengan pikiran manusia. Maka
tak heran jika film ini bergenre psychological thriller. Oh iya, satu lagi,
sebenarnya film ini memiliki multi-genre, yaitu neo-noir psychological
thriller. Wow, mencengangkan, saudara-saudara! Hehehe.
Jadi, film ini berkisah tentang seorang
suami yang berusaha mencari pembunuh dan pemerkosa istrinya. Namun sayangnya,
sang suami memiliki sebuah keterbatasan. Ia memiliki short-term memory yang
buruk. Ia dengan mudah melupakan kejadian yang baru beberapa menit lalu baru
saja dilakukannya dan juga beberapa hari kemarin. Bayangkan, betapa tersiksanya
dia (Halah, saya lebay lagi…). Ya, tentu saja, coba kalau kalian berada di
situasi itu, pasti berasa kayak orang bego hidup di dunia. Memori yang berhasil
dia ingat adalah saat kematian istrinya yang dibunuh oleh pembunuh-bertopeng.
Film yang dibintangi Guy Pearce ini
memang full of thrill. Tapi tidak sethriller Final Destination atau Saw -_-
(Yaiyalah, namanya juga psychological thriller, bukan sadistic thriller or
horror thriller). Yang menakjubkan dari film ini adalah alur yang tidak biasa,
lagi-lagi. Seperti ciri khas film Pakde Nolan kebanyakan yang selalu mengajak
penonton berpikir serta menyerahkan kesimpulan akhir film kepada penontonnya,
film ini juga membuat penonton harus mengerut-ngerutkan jidat dan
menggosok-gosokkan dagu sebagai bahasa nonverbal dari “mikir keras”. Pada film
ini, pakde Nolan memberikan alur maju-mundur campur aduk tetapi terstruktur.
Jadi, enggak asal dicampur-campur kayak es campur rujak es krim, ada rumusnya,
saudara-saudara! Saya tahu, karena saya baru saja searching di Mbah Google,
hehehe.
Alur yang disajikan pada film itu
adalah, ending cerita terletak di awal film sedangkan akhir film merupakan
pertengahan dari film tersebut. Anda pusing? Sama, saya juga. Daripada saya
jelaskan di sini dan nantinya entah bisa mudeng atau tambah membingungkan lebih
baik saya sarankan nonton sendiri saja. Recommended to watch banget!
Oh iya, apakah kalian masih penasaran
dengan apa itu genre film neo-noir? Karena dari tadi saya belum menyinggung itu
dalam menceritakan filmnya, hehe. Jadi, ada sebuah genre film yaitu film noir.
Film noir itu, menurut Paman Wikipedia, adalah sebuah istilah sistematik yang
digunakan untuk menggambarkan gaya film Hollywood yang menampilkan drama-drama
kriminal yang menekankan keambiguan moral dan motivasi seksual. Periode film
noir klasik Hollywood itu terjadi pada awal 1940-an sampai 1950-an. Film noir,
pada masa kini sering dihubungkan dengan gaya visual hitam-putih dan dalam
pencahayaan yang rendah berakar dari sinematografi Jerman, sementara banyak
dari cerita-cerita prototipenya dan sikap noir yang klasik berasal dari aliran
fiksi detektif yang muncul di AS pada masa depresi. Istilah film noir ini
berasal dari bahasa Perancis yang artinya ‘kelam’.
Nah, di film Memento ini, terdapat dua
alur yang saling beriringan. Ada alur maju dan mundur secara bergantian. Alur
mundurnya disajikan dengan film yang berwarna sedangkan alur majunya menggunakan
warna black-white. Nah, inilah sebabnya Memento dimasukkan ke dalam neo-noir
karena film ini memiliki pencahayaan yang kelam pada bagian black-white-nya
(noir) tetapi juga ada unsur berwarna juga (neo).
Pada awalnya, saya menonton film ini
juga agak sedikit bingung (seperti saat saya pertama kali nonton Inception, dan
akhirnya nontonnya diulangi sampe 2 kali, karena yang pertama pake subtitle
English masih nggak paham hehehe). Tentu saja, karena setiap perpindahan alur
setting waktunya terasa samar. Bener-bener disuruh mikir, seperti menyusun
sebuah puzzle dalam film. Tapi tenang saja, seiring berjalannya film, kalian
akan mengerti sendiri. Justru film seperti ini yang membuat kita berseru,
“Blimey! Oh, jadi gini toh maksudnya…” hehehe.
For your information nih, Indonesia juga
punya lho film noir. Pernah nonton film Kala? Film yang dibintangi Fachri
Albar, Ario Bayu, dan Shanty merupakan film arahan dari Joko Anwar. Kala
sendiri merupakan film noir Indonesia yang disebut-sebut kritikus sebagai
sebuah lompatan tinggi dalam sejarah perfilman Indonesia. Film tersebut juga
memenangkan kategori Tata Sinematografi Terbaik dan Tata Artistik Terbaik pada
ajang Festival Film Indonesia 2007. Kece banget, dah! Yang bikin bangga juga
nih ya, film ini juga dapat penghargaan Best Film pada ajang Berlin Asia Hot
Shots Film Festival dan juga dapat Best Visual Achievement di ajang New York
Asian Film Festival. Soalnya, film Kala ini juga multigenre yaitu, noir, horror
dan thriller. Wah, keren banget! Saya pernah nonton film Kala ini di TV, dan
memang pencahayaannya kelam, noir banget. Warnanya cenderung ke sephia tapi
agak dark dan settingnya jaman dulu.
Aduh, jadi out of topic, nih, kebiasaan
-_-. Pokoknya nih, movie freakers harus banget nonton Memento dan Kala ini.
Recommended! Sama-sama dapet banyak penghargaan. Kalau Memento pernah masuk
nominasi di Academy Awards, tapi belum menang. Kalau penghargaan yang lainnya,
banyak banget men… (Iyalah, secara
ratingnya 8.6 di IMDb.com)
Nah, itulah sekilas tentang Memento
(2000) dan kemudian nyerempet ke film Kala (2007) karena kebablasana ngejelasin
tentang film noir. Halah. Oke, cukup sampai di sini saja
postingan-agak-bener-tapi-ujung-ujungnya-juga-nggak-jelas ini. Terima kasih
karena telah bersedia meluangkan waktu untuk membaca dengan penuh kesabaran dan
ketabahan :)
Sampai jumpa di Movie Review
selanjutnya, folks! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar