Awal
tahun selalu menyajikan sesuatu yang baru untuk dikenang. Ya, salah satu hal
yang membuat saya terkesan di awal tahun 2015, momen perjalanan pertama saya
yang berbekal modal nekat. Bukan perjalanan biasa yang kerap kali saya lakukan
bersama keluarga atau mengikuti program wisata sekolah. Ini berbeda, karena
saya hanya bersama beberapa teman yang sama-sama buta daerah tujuan kami
tersebut. Saya melakukan perjalanan nekat saya ini bukan karena tanpa alasan,
saya bukan seorang tipe nekat yang tanpa perhitungan, tentu saja. Segala yang
sudah saya lakukan tempo hari, sudah saya rencanakan jauh-jauh hari ketika
berita itu tersiar. Ya, berita tentang pernikahan teman satu angkatan saya di
Psikologi. Kami, satu angkatan, diundang untuk menghadiri pernikahan yang
diadakan di Purwokerto, kota asal teman kami tersebut.
Berbekal
beberapa peser uang, rasa penasaran untuk menambah pengalaman dan sejumput
keberanian keluar dari zona nyaman, saya memutuskan mantap berangkat ke
Purwokerto. Setelah sebelumnya, tentu saja, saya berdiskusi dengan beberapa
teman saya, menanyakan kira-kira siapa saja yang akan berangkat ke sana dan
bersedia berangkat bersama saya. Hehehe. Saya merencanakan berangkat hari Sabtu
siang, menginap di rumah Tera di Kebumen, karena acara pernikahan teman saya
itu diadakan pada esok harinya.
Tepat
pukul 12.58 saya tiba di Stasiun Balapan, menunggu teman saya, Okta, sembari
mengantri membeli tiket Prambanan Ekspres. Ya, kami berencana naik kereta
Prameks ke Kutoarjo kemudian lanjut naik bus menuju Kebumen. Namun, ternyata
tiket Prameks tujuan Kutoarjo telah habis. Padahal, itu adalah tiket terakhir,
maka kami pun kemudian memutuskan untuk ke terminal Tirtonadi, menjalankan plan
B, naik bus. Sesampai di Tirtonadi, kami menunggu bus yang direkomendasikan
teman saya, bus Mandala, supaya kami tidak perlu oper bus dua kali. Hehe.
Namun, sejak jam satu siang sampai jam setengah tiga, bus tersebut tak kunjung
datang, akhirnya kami pun memutuskan untuk menggunakan plan C, naik bus ke
Jogja, turun terminal Giwangan, lalu ganti bus jurusan Jogja-Purwokerto.
Akhirnya, setelah menunggu sampai pukul 15.20, kami pun naik bus patas Eka
menuju Jogjakarta.
Sekitar
pukul 17.30, kami tiba di terminal Giwangan lalu segera naik bus ekonomi
Jogja-Purwokerto yang bagian dalamnya sangat njomplang dengan bus Patas Eka. Besi-besi bus yang menghitam,
selubung kursi yang robek sana-sini, sudah lama sekali nggak pernah naik bus
semacam ini. Hahaha. Okay, saya pun
mulai berkata pada diri sendiri bahwa bus ini bakal lama sekali sampai ke
Kebumen. Tepat pukul 18.00, bus pun mulai melaju meninggalkan terminal
Giwangan. Sumpek, panas, bau bensin, bertebaran di setiap sudut bus tersebut.
Ini bukan masalah buat saya, karena saya lebih suka bus dengan Angin Cendela
daripada Air Conditioner yang sering membuat kepala saya pusing dan perut mual.
Hehehe.
Setelah
selama tiga jam berkelana, tepat pukul 21.00, sampailah kami di Kedung Bener,
Kebumen. Kami pun turun di persimpangan jalan tersebut, lantas menunggu
dijemput Tera. Beberapa menit kemudian, datang Tera dan adiknya, Nurul,
masing-masing membawa satu motor. Saya membonceng Tera, sedangkan Okta
membonceng Nurul. Rumah Tera berada di tengah-tengah kota Kebumen, sangat dekat
dengan alun-alun. Alun-alun Kebumen malam minggu itu masih penuh dipadati
pengunjung meskipun malam semakin beranjak larut. Rencananya, kami akan diajak
Tera berjalan-jalan ke alun-alun tersebut. Sampai di rumah Tera, saya segera
menjama’ sholat Isya’ dan Maghrib, cuci kaki dan tangan, lalu berganti baju
santai. Sekitar pukul 23.30, kami baru beranjak tidur.
Pukul
08.00 pagi, saya, Tera, dan Okta, bersiap berangkat ke Purwokerto. Rumah Tera
yang di pinggir jalan raya memudahkan kami segera naik mini bus menuju ke
persimpangan di mana bus-bus antarkota berlalu-lalang. Sesampainya di
persimpangan, lagi-lagi kami naik bus ekonomi ke Purwokerto. Selama hampir tiga
jam kami menyusuri jalanan Kebumen-Purwokerto, sampailah kami di terminal
Bulupitu, Purwokerto. Kami mencari angkuta B1 yang akan membawa kami ke
Auditorium Universitas Jenderal Soedirman. Ya, teman kami mengadakan pesta
pernikahannya di auditorium tersebut.
Sekitar
pukul 10.30 kami sampai di depan auditorium, kami datang terlalu awal. Padahal
acara pernikahan teman saya itu masih sekitar pukul 13.00. Anyway, kami bertiga belum memakai baju kondangan sama sekali, lho.
Sebelumnya, kami merencanakan kalau kami akan berjalan-jalan di areal Unsoed,
baru berganti baju kondangan. Hehehe. Akhirnya, niat tersebut pun diurungkan karena
kami juga agak lelah, ingin beristirahat sejenak di mushola FISIP Unsoed yang
bersebelahan-agak-jauh dengan auditorium. Suasana kampus pada hari itu sangat
lengang, hanya ada beberapa mahasiswa. Kami santai-santai di mushola sembari
menunggu adzan Dhuhur. Setelah adzan Dhuhur terdengar, kami segera berwudhu dan
sholat Dhuhur. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30, kami pun segera berganti
baju kondangan.
Setelah
touch-up selama hampir 30 menit, kami
bergabung dengan Irfa, Meinar, Vinna, dan Lia yang baru saja tiba, kemudian
kami bertemu Habibah dan temannya. Di depan gerbang, tampak Rizky Amalia
menyambut kami. Kami berjalan bersama-sama menuju auditorium yang sudah tampak
penuh dengan mobil-mobil, tamu undangan, dan karangan bunga.
Dekorasi panggung pernikahannya Ulfah :') |
Kami
memasuki pintu samping, di mana pintu depan khusus untuk tamu laki-laki. Ya,
ruangan auditorium Unsoed dibagi menjadi dua, sisi bagian depan untuk tamu
laki-laki dan sisi bagian belakang untuk tamu perempuan. Takjub, begitulah
perasaan kami ketika melangkahkan kaki ke pintu masuk samping auditorium. Warna
ungu dam pink mendominasi dekorasi sepanjang pintu masuk. Mewah dan glamour, tampak sangat expensive. Haha. Mata kami kembali
terbelalak dan bibir kami ternganga lebar ketika langkah demi langkah kaki kami
memasuki ruangan auditorium. Panggung besar dengan kue pernikahan yang
menjulang tinggi di sebelah kirinya, kursi pelaminan berwarna putih susu di
tengah-tengahnya, serta hiasan bunga-bunga yang ditaruh di pot-pot besar
berbentuk cawan di samping kanan-kiri dan di setiap gang kursi tamu. Seluruh atap
auditorium dibungkus dengan kain yang dibentuk gelembung-gelembung berwarna
ungu muda. Setiap kursi tamu dibungkus dengan kain berwarna putih dan dihiasi
pita emas yang melingkar di sandarannya. Karpet merah yang ditimpahi kain putih
bertabur kelopak-kelopak bunga berwarna putih memanjang di tengah-tengah kursi
tamu. Jujur, baru kali ini saya menghadiri pernikahan sebegitu megahnya. Warna
ungu yang menggambarkan keeleganan dan kemewahan memang sesuai sekali dengan
konsep pernikahan teman saya itu. Kami hanya mampu berdecak mengagumi dekorasi yang
tertata apik di setiap sudut auditorium. Pikiran kami masing-masing berkelana
menaksir berapa ratus juta rupiah untuk membuat pernikahan semewah ini. Ya,
kami hanya mampu menelan ludah. Hahaha.
Happy Wedding, Ulfah! Source: Path-nya Ulfah :D hehe |
Acara
demi acara terlewati, para tamu undangan dipersilahkan menyantap makanan yang
dihidangkan prasmanan. Ada banyak jenis makanan, tamu undangan boleh memilih
makanan sesuai selera. Bakso, siomay, zuppa soup,
spaghetti, lasagna, kue tart yang sudah dipotong kecil, sirup buah-buahan, es
krim, nasi dan lauk pauknya yang amat banyak. Hehehe. Serasa dimanjakan dengan
berbagai makanan enak, kami kalap dan akhirnya kekenyangan. Haha.
Jam
sudah menunjukkan pukul 15.00 namun acara masih belum usai, banyak tamu
undangan yang bersalaman dan berfoto dengan kedua mempelai. Di luar hujan deras
masih terdengar nyaring menghantam atap auditorium. Perlahan-lahan hujan mulai
sedikit mereda, digantikan oleh rapatan gerimis. Lia, Irfa, Vinna, dan Meinar
dijemput oleh orangtua Vinna, sedangkan saya, Tera, Okta, Rizky, ditambah Rizki
dan Sheilla, nebeng mobil orangtua Rizky sampai ke terminal Bulupitu.
Alhamdulillah, kami tidak perlu susah-susah naik angkot, hehehe.
Sesampai
di terminal Bulupitu, kami naik bus jurusan Purwokerto-Jogja. Ya, bus ekonomi
lagi, dan tampak kurang valid keadaannya. Hiks. Hal yang paling saya tidak suka
kalau naik bus ekonomi adalah, pengamen dan pedagang asongan yang
berlalu-lalang, sudah sesak, jadi tambah sumpek. Sabar… sabar…. Bus berjalan
sangat lambat dan berguncang-guncang. Saya sampai ngantuk dan memutuskan tidur
sejenak, berharap ketika bangun sudah sampai Kebumen. Hahaha. Namun, tiba-tiba
sesuatu yang aneh terjadi, bus kami mogok di daerah Buntu. Padahal, bus kami
masih belum terlalu jauh dari Purwokerto. Penumpang di belakang ricuh, akibat
supir bus yang tidak tanggap terhadap situasi. Tahu kalau busnya mogok, tapi
tidak segera mengoperkan penumpang-penumpangnya ke bus lain. Kami
terkatung-katung tanpa kejelasan, sedangkan di luar langit sudah mulai
menggelap. Supir bus berusaha memperbaiki mesin bus yang mogok, hingga asapnya
berterbangan memenuhi bagian dalam bus. Penumpang semakin ricuh dan
marah-marah, satu persatu dari mereka kemudian turun, memutuskan untuk mencari
bus lain. Tak lama kemudian, bus pun kembali dijalankan, namun ternyata bus
hanya berpindah tempat parkir ke pom bensin dan melanjutkan memperbaiki mesin. Penumpang
semakin tidak sabar, satu persatu pun turun dari bus. Kami berlima sebenarnya
juga ingin segera turun dan berganti bus lain, namun kami berusaha bertanya
kepada supir dan melakukan protes kecil. Akhirnya, setelah Sheilla dan Tera
melakukan beberapa kali advokasi, kami pun mulai turun mencari bus lain. Tak
apalah jika harus membayar bus lagi.
Saat
kami turun, kenek bus sedang membagi-bagikan uang kami. Namun ternyata, uang
yang dikembalikan hanya setengahnya saja. Menyebalkan. Tak apalah daripada
tidak dikembalikan sama sekali, pikir saya saat itu. Beberapa penumpang banyak
yang berjajar-jajar di pinggir jalan berharap ada bus yang bersedia mengangkut
mereka sampai ke tempat tujuan. Bus-bus malam berlalu-lalang, namun satupun
tidak ada yang berhenti, karena memang biasanya mereka hanya mau berhenti di
terminal. Sedikit takut kalau-kalau bus sudah semakin minim menjelang malam
yang kian larut. Namun akhirnya, Alhamdulillah, sebuah bus malam AC mau
berhenti dan bersedia dibayar sepuluh ribu per orang. Rejeki anak sholehah!
Meskipun tadi dapat bus nista-kurang-valid-dan-akhirnya-mogok, malah sekarang
dapat bus AC dengan kursi empuk yang melaju cepat. Senang bukan kepalang.
Satu
setengah jam kemudian, pukul 20.30, sampailah kami di Simpang Lima, Pejagoan,
Kebumen. Di sana sudah menunggu ayah dan adik perempuan Tera. Kami dibagi dua
kloter, kloter pertama Tera dan Sheilla kembali lebih dulu (karena hanya ada
dua motor), kloter kedua baru saya, Rizki, dan Okta (sudah tambah satu motor
lagi). Lagi-lagi, kami merepotkan keluarganya Tera yang sudah amat sangat
berbaik hati menjemput kami meskipun malam telah larut. Terharu :’)
Sesampai
di rumah Tera, kami segera mandi dan berganti baju tidur, kemudian sejenak
bersantai sembari menonton televisi. Rencana kami untuk jalan-jalan ke
alun-alun Kebumen hanya sekadar wacana semata. Ini semua gara-gara bus busuk
nan nista yang menyebalkan dan menyedihkan. Hiks. But, never mind, sih. Anyway, saat itu saya tidur paling akhir
karena masih ingin menonton NetTV. Jarang-jarang dapat kesempatan nonton NetTV,
mengingat di rumah saya tidak memakai TV kabel. Hiks. Dan kebetulan juga, di NetTV
sedang menayangkan American Music Awards. Lumayan. Hehehe. Saya baru beranjak
tidur pukul 00.00.
Pukul
04.00, saya dibangunkan Rizki, kemudian kami sholat Shubuh. Setelah sholat,
kami mandi, berkemas-kemas, kemudian sarapan. Pukul 06.30, kami bergantian
diantar Tera dan adiknya ke Kedung Bener. Sekitar pukul 07.30 kami naik bus
jurusan Purwokerto-Jogja. Pukul 08.00 kami sampai di Stasiun Kutoarjo, membeli
tiket Prameks ke Solo Balapan bersama Lia, Meinar dan Irfa. Tepat pukul 09.15
kereta Prameks melaju meninggalkan Kutoarjo.
Melalui
perjalanan edisi bocah ilang ini seakan memberikan sekelumit pengalaman dan
pembelajaran yang berharga. Pada awalnya tidak pernah tahu rute bus dan
daerah-daerah yang dilaluinya, kemudian menjadi semakin tahu dan paham akan
daerah beserta bus apa yang melewatinya. Selain itu, menjadi semakin tahu
kultur budaya dan pergaulan pada masing-masing daerah. Salah satu hal yang
mampu memperkaya wawasan selain membaca buku adalah dengan melakukan
perjalanan. Maka, jika kalian malas baca buku, sebaiknya sering-sering traveling supaya pengalaman dan
pengetahuan kalian bertambah. Namun, tetap saja, supaya pengalaman kalian
semakin balance harus seimbang antara
baca buku dan traveling. Traveling nggak perlu jauh-jauh,
mengunjungi kota yang terdekat dari tempat tinggalmu saja sudah mampu menambah
wawasan kamu, kok.
Sebutir
harapan tergumam di benak saya ketika deru gesekan roda besi kereta dan relnya
saling beradu saing; “Semoga suatu saat bisa berkesempatan
melakukan perjalanan ke luar Pulau Jawa dan ke luar Indonesia. Aamiin”
Selama
2,5 jam berada di kereta, akhirnya pada pukul 11.38 sampailah kami di Stasiun
Balapan Solo dengan selamat. Alhamdulillah….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar