Sekarang, saya ingin agak serius
menulis challenge hari ketujuh.
Kebetulan beberapa hari belakangan ini saya sedang berada dalam titik terendah.
Banyak kejadian tidak menyenangkan yang saya alami, meskipun tidak terlalu
buruk, namun membuat saya merasa agak lelah. Segala pencapaian-pencapaian
orang-orang di luar sana membuat saya minder. Saya jadi sering membanding-bandingkan
hidup dan diri saya yang nggak seberapa ini dengan mereka. Saya jadi sering mengasihani
diri sendiri. Saya jadi hampir ingin menyalahkan keadaan dan segala
ketidakberuntungan yang menghadang saya. Lantas, saya lupa bahwa hidup saya
masih lebih beruntung daripada orang-orang di luar sana. Mungkin memang, saya
terlalu sibuk menatap ke atas, hingga tak sadar bahwa di bawah sana masih banyak
yang butuh uluran tangan.
Seringkali saya mencoba mengambil selipan
hikmah di setiap kejadian yang saya alami. Namun, seringkali pula saya gagal
memaknai, akibat pemahaman saya yang dangkal. Seringkali saya mengkritisi diri
sendiri, apa yang kurang dan salah, hingga saya pun mati-matian berusaha menambal
kecacatan yang senantiasa menghantui saya. Sembari mengais-kais serpihan
semangat yang kadung pupus, saya berusaha memaknai hakikat ‘waktu’.
Sebagaimana quotes yang pernah saya baca di suatu grup bahwa, setiap orang
memiliki waktunya masing-masing. Misalnya, ada yang setelah menikah langsung
dikaruniai anak, tapi ada juga pasangan yang harus menunggu sampai lima hingga
sepuluh tahun sembari jungkir-balik usaha mati-matian baru berhasil memiliki
anak. Ada yang baru membuka usaha langsung menuai keuntungan besar, namun ada
juga yang harus jatuh-bangun hingga bertahun-tahun lamanya baru berhasil. Ada yang
mengerjakan skripsi lancar dan lulus tepat waktu, ada juga yang skripsinya
nggak kelar-kelar hampir jadi mahasiswa abadi.
Dalam buku What The Dog Saw Malcolm Gladwell, hal tersebut terjadi karena ada
dua tipe orang di dunia ini; orang yang cepat panas dan orang yang lambat
panas. Orang yang cepat panas akan cepat menunjukkan ledakan potensinya.
Sedangkan orang yang lambat panas, mereka lebih cenderung lambat dalam
menunjukkan potensi besar mereka yang sesungguhnya. Namun, jika saya boleh berpendapat,
perkara cepat panas itu masih sebatas urusan personal. Sedangkan, manusia tidak
hidup dalam dunia personalnya masing-masing. Setiap kejadian yang dialami oleh
seseorang tidak hanya bergantung pada faktor personal saja, seperti perkara
cepat atau lambat panas. Ada faktor lain yang turut campur dalam kejadian yang
menentukan hidup seseorang yaitu; waktu.
Waktu yang dimiliki setiap manusia
tertulis dalam takdir. Ada yang memiliki waktu yang cepat, ada yang lambat. Waktu
yang dimiliki setiap manusia sudah tertulis, tidak bisa dipercepat atau
diperlambat. Tapi manusia bisa mengubah takdir–untuk takdir tertentu yang bisa
berubah–dengan melakukan usaha. Namun, banyak yang masih bertanya-tanya,
mengapa sudah berusaha jungkir balik berdarah-darah, tapi hasil yang diharapkan
tak kunjung tampak? Satu yang masih kurang dalam pemahaman itu adalah memaknai
sabar. Sabar dalam menunggu waktu tersebut tiba. Sabar menunggu usaha yang kita
upayakan benar-benar tampak hasilnya. Sebab kita tidak tahu, sudah sedekat apa
usaha yang kita perjuangkan dengan waktu yang digariskan.
Sayangnya, memaknai sabar itu tidak
semudah aplikasinya. Apalagi jika melihat kesuksesan orang lain yang
menyilaukan mata. Lagi-lagi kita seperti ingin merutuki nasib yang tak kunjung
berubah. Hanya sanggup memandang nanar rumput tetangga selalu tampak lebih
hijau dan indah. Padahal, kita tidak tahu saja, sekeras apa perjuangan mereka,
seberapa lama mereka menunggu, sesakit apa mereka jatuh-bangun berulang kali.
Dan, kita juga tidak tahu, apakah yang sudah terambil dari mereka adalah untuk
menebus keberuntungan itu. Apakah keberuntungan yang mereka dapatkan saat ini merupakan
ganti dari sesuatu yang telah direnggut dari mereka.
Saya pernah iri dengan salah satu
teman saya. Melalui pandangan saya, dia sungguh beruntung karena mendapatkan
keberuntungan tanpa perlu menunggu terlalu lama. Sedangkan saya harus berlari
ke sana kemari, jatuh bangun, berpeluh menangis, dan berdarah-darah. Awalnya
saya mengasihani diri, mengapa seperti dunia ini sungguh tidak adil bagi saya.
Namun, ketika saya berusaha menyelami pemaknaan dalam kejadian itu, saya
menemukan sebuah pemahaman. Saya teringat kehidupan masa lalu teman saya itu
yang tidak seberuntung saya. Kedua orang tuanya meninggal dalam waktu yang
berdekatan, seolah ujian selalu mampir menyambanginya. Ia pun menjadi yatim
piatu, padahal masa itu adalah masa ia membutuhkan dukungan keluarga. Otomatis sejak
saat itu dia harus hidup mandiri bersama kakak-kakaknya.
Di titik itu pun saya sadar kalau
teman saya itu pantas mendapatkan keberuntungannya saat ini dibandingkan saya. Waktu
ini adalah saatnya mendapatkan tebusan atas apa yang pernah terenggut darinya. Waktu
ini adalah saatnya ia merasakan kebahagiaan atas kesabarannya dalam menunggu hasil
yang digariskan padanya tiba.
Semua hal yang terjadi pada kita
hanya perkara menunggu waktu. Apakah ini sudah saatnya atau belum. Mungkin saja
saat ini teman-teman kalian banyak yang sudah menikah, tapi kalian masih sibuk
dengan kejombloan tiada ujung. Atau mungkin, skripsi kalian tak kunjung di-acc dosen pembimbing, padahal
teman-teman kalian sudah banyak yang bekerja bahkan S2. Atau teman kalian sudah
punya anak dua, tiga hingga empat, sedangkan kalian sudah menikah lebih lama
tapi satu saja belum punya. Lagi-lagi, semua hanya perkara waktu. Ada hikmah di
balik semua kejadian, tinggal kita mau memaknainya atau tidak.
Saya sungguh yakin, jika kita mau memaknai
hakikat waktu dan kesabaran, maka ketika waktu yang sebenarnya tiba akan terasa
lebih manis dan indah. Sebab kita tidak akan bisa merasakan indahnya pertemuan,
sebelum merasakan perihnya penantian. Sebab semua akan mendapatkan bagiannya
pada waktunya. Semua akan indah pada waktunya. Tuhan bersama saya, kamu, dan
kita semua yang sabar menunggu takdir waktu yang telah digariskan tiba. Aamiin….
[source] |
When you try your best but you don’t succeedWhen you get what you want, but not what you needWhen you feel so tired, but you can’t sleepStuck in reverse….And the tears come streaming down your faceWhen you lose something you can’t replaceWhen you love someone but it goes to wasteCould it be worse?Lights will guide you homeAnd ignite your bonesAnd I will try to fix youFix You (Coldplay)
Solo, 24 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar