Selasa, 11 April 2017

Edisi Kecanduan Korean Drama: Signal (2016)

20:20 0 Comments
Televisi di rumah masih teronggok dalam kesunyian. Sepertinya memang terancam nggak akan diperbaiki. Baiknya mungkin begitu, supaya adik saya nggak ngejogrog seharian di depan TV, bahkan sampai males mandi atau belajar. Akibat televisi yang masih rusak tanpa kejelasan perbaikan layaknya jalan aspal kampung, sumber hiburan visual saya berkurang. Beruntungnya, di laptop masih banyak tersimpan sejumlah film dan drama korea yang belum tersentuh sama sekali.
Sejak awal tahun 2016, drama korea yang menumpuk belum semuanya sempat saya tonton. Hingga akhirnya, setelah skripsi kelar, saya pun balas dendam dengan berbuka puasa drama korea. Hehehe.
Drama pertama yang saya tonton setelah merampungkan skripsi adalah The Girl Who Sees Smells (Sensory Couple). Lalu, selang beberapa minggu hiatus untuk menetralisir drama hangover akibat terlalu attach dengan karakter drama sebelumnya, saya mulai nonton Kill Me Heal Me. Okay, saya memang telat banget nonton Kill Me Heal Me. Meskipun saya nonton ketika hype-nya sudah tergantikan dengan drama lain yang sedang on going waktu itu, tapi drama ini sukses bikin saya baper maksimal. Saya suka banget aktingnya Ji Sung yang mampu menonjolkan karakter khas dari masing-masing kepribadian yang dimiliki Cha Do-hyun. Ah, tatapan mata Shin Se-gi yang tajam menghunjam dan centilnya Ahn Yo-na yang bikin ngakak maksimal sukses bikin saya kangen berat. Hehehe.
Setelah hiatus beberapa minggu lagi untuk menetralisir hangover, saya pun nonton It’s Okay That’s Love. Saya juga telat banget nonton ini, memang. Setelah nonton beberapa episode, saya merasa muatan romance di drama ini too much. Bikin saya jadi lumayan overdosis, diabetes adegan sweet, dan meratapi kejombloan saya. Hiks. Saya memang nggak terbiasa nonton drama yang terlalu mengekspos banyak adegan romantis. Ah, tapi tetap saja tatapan Jo In Sung ahjussi memang tiada duanya. Bikin pengen pingsan. Huehehe.
Akibat merasa terlalu mengalami overdosis akut adegan romance setelah nonton It’s Okay That’s Love, akhirnya saya cepat-cepat pindah ke Hyde Jekyll and Me. Hyde Jekyll and Me punya tema yang sama seperti Kill Me Heal Me tentang Dissociative Identity Disorder. Tetapi saya masih tetap suka Kill Me Heal Me. Setidaknya, adegan romance di Hyde Jekyll and Me nggak sebanyak It’s Okay That’s Love dan saya nggak kena overdosis jilid dua.
Haduh, kebiasaan pembukaannya terlalu panjang kayak keretaaaaaa…..
Selama menonton Hyde Jekyll and Me, saya tergoda juga nonton Signal. Well, biasanya saya anti mendua nonton drama korea, tapi ketika saya nonton Hyde Jekyll and Me saya iseng nonton episode pertama Signal. Banyak yang bilang Signal sangat recommended bagi yang suka dengan tema detektif-kriminal. Apalagi ada tambahan fantasi yang nggak terlalu surealis banget. Halah. Saya pun jadi penasaran banget nonton drama ini, tentu saja.
Signal [source]
Signal berkisah tentang sebuah tim kepolisian yang dibentuk di tahun 2015 untuk memecahkan kasus-kasus kriminal dingin. Kasus-kasus dingin tersebut adalah kasus yang pernah heboh namun sampai berpuluh-puluh tahun lamanya tak kunjung dapat terpecahkan. Bahkan, sebenarnya sudah kadaluarsa menurut peraturan hukum Korea Selatan.
Awalnya, rencana menguak kasus dingin yang biasanya berakhir terabaikan tanpa terpecahkan ini dilatarbelakangi oleh kasus penculikan tahun 2000. Pada tahun itu, seorang anak gadis diculik dan dinyatakan hilang. Hingga tahun 2015, kasus tersebut tak kunjung terungkap, padahal masa kadaluarsa kasus tersebut tinggal menghitung hari. Jika sampai melewati tenggat waktu kadaluarsa, meskipun terungkap siapa pelakunya, tentu akan percuma saja karena sanksi bagi si pelaku menjadi tidak berlaku lagi. Namun, ternyata keajaiban terjadi menjelang tanggal kadaluarsa kasus penculikan tersebut.
Adalah Park Hae-young (Lee Je-hoon), seorang letnan kepolisian yang tiba-tiba menemukan sebuah walkie-talkie misterius di tumpukan sampah kantor polisi. Walkie-talkie itu bersuara memanggil nama Park Hae-young berulangkali. Penasaran, Park Hae-young pun menjawab panggilan tersebut. Suara misterius di walkie-talkie itu bilang kalau dia telah menemukan mayat di halaman belakang bekas rumah sakit jiwa. Suara tersebut juga menyebut-nyebut mengenai kasus penculikan yang heboh di tahun 2000. Antara merasa aneh dan penasaran, malam itu juga Park Hae-young segera meluncur ke rumah sakit jiwa tua tersebut dan nekat membuktikan kebenaran keberadaan mayat itu sendiri.
Lalu, apa yang terjadi? Park Hae-young benar-benar menemukan mayat yang sudah jadi kerangka di saluran pembuangan bekas rumah sakit jiwa. Ciri-cirinya persis dengan yang disebutkan oleh si suara misterius. Mayat itu tidak memiliki jempol!
Setelah dilakukan investigasi oleh pihak kepolisian, ternyata mayat tersebut adalah lelaki yang pernah menjadi buron karena dicurigai sebagai tersangka penculikan tahun 2000. Pers rilis digelar, menyatakan bahwa setelah melakukan penculikan di tahun 2000, lelaki itu bunuh diri. Namun, Park Hae-young mencurigai adanya kejanggalan. Selain karena kondisi mayat yang tidak punya jempol dan ditemukan di saluran pembuangan, dia sendiri meyakini bahwa penculik sebenarnya bukan berjenis kelamin laki-laki seperti yang marak diberitakan tahun itu, melainkan wanita! Tentu saja Park Hae-young yakin karena korban penculikan adalah teman satu SD-nya dan dia sempat melihat sendiri teman perempuannya tersebut pulang bersama seorang wanita sehari sebelum berita penculikan tersiar.
Wow, ceritanya seru sekali, kan? Saya sampai berdebar-debar nonton episode ini. Apalagi sensasinya semakin menjadi-jadi dengan ditambah hitung mundur menjelang penutupan kasus itu. Semacam berpacu dengan waktu. Sepanjang episode itu banyak banget yang lari kesana-kemari, marah-marah, tertekan, karena dikejar waktu yang terus berjalan tanpa peduli. Adrenalin saya naik, merasakan campuran semangat membara dan geregetan. Penasaran, cemas, khawatir, marah, sukses mengaduk-aduk saya. Ah, kayak yang saya sudah lama banget nggak nonton film detektif. Hahaha.
Lalu, apakah penculik sebenarnya tertangkap? Sempat terkecoh dengan mencurigai tersangka lain karena dikelabui si tersangka asli, namun dengan kemampuan profiling Park Hae-young yang bikin saya jatuh cinta, tentu saja penculik aslinya berhasil tertangkap. Jawaban kasus penculikan itu ternyata ada di episode kedua. Akibat saking penasarannya, saya sampai nggak tahan untuk segera lanjut nonton episode dua saat itu juga. Argh! Gila gila gila! Episode pertama dan kedua Signal benar-benar bikin saya kena drama hangover jilid kesekian!
Sebenarnya, siapa si pemilik suara misterius yang dengan ajaibnya membantu kepolisian mengungkap kasus penculikan tersebut? Pemilik suara misterius itu adalah Detektif Lee Jae-han (Cho Jin-woong), seorang detektif yang juga pernah menyelidiki kasus tersebut pada tahun 2000. Sayang, ketika tahun 2001 dan kasus tersebut masih belum terungkap, Detektif Lee Jae-han dinyatakan hilang. Sedihnya, Ya Allah!
Sampai saat ini saya sudah sampai episode sebelas. Ada 16 episode, berarti tinggal lima episode lagi menjelang ending. Saya berusaha nonton dengan nggak ngoyo lanjut episode selanjurnya, membiarkan diri tersiksa rasa penasaran. Saya nggak mau cepat-cepat menghabiskan drama ini dan beralih ke drama lain. Saya kadung suka banget drama ini! Huwaaaaa…!
Saya suka banget sinematografinya, alur ceritanya, emosinya, karakternya, semuanya! Semuanya! Drama ini cenderung kelam, bahkan serial BBC Sherlock (2010-2017) yang punya genre sama pun kalah kelam. Kekelaman drama ini akibat ceritanya yang cenderung serius, berat, pencahayaan yang khas film neo-noir, dan butuh mikir. Nggak bisa nonton ini disambi makan bakmi, meskipun saya sering begini karena enaknya nonton drama korea itu sambil makan bakmi. Hahaha.
Saya suka banget sama alur drama ini yang berkategori campuran. Penonton diajak bolak-balik dari tahun 1989, 2000, 1997, 1995, dan 2015. Meskipun maju-mundur dan campuran, alurnya nggak begitu njelimet kayak filmnya Christopher Nolan, Memento (2000). Meskipun nonton ini nggak bisa sambil makan bakmi, namun kalian masih bisa sambil makan yang lainnya.
Saya juga suka banget detail yang dibangun di film ini, terutama dalam hal pembedaan suasana tahun 1990-an dengan tahun 2015. Meskipun saya nggak tahu-tahu banget suasana Korea Selatan tahun 1990-an itu kayak gimana, tapi atmosfer jadulnya terasa banget lewat drama ini. Komputer Pentium Satu yang monitornya segede gaban, warna putih, sistem operasinya pun pakai Microsoft yang warnanya masih abu-abu itu. Hahaha. Desain mobil yang dipakai pun juga kaku dan konservatif khas mobil tahun segitu. Apalagi ketika setting-nya di pemukiman padat penduduk yang sempit, kumuh, dan suram, saat Detektif Lee Jae-han berusaha menyelidiki setiap kasus-kasus yang mengusik nuraninya.
Bagi yang terbiasa nonton drama bergenre komedi romantis bertabur oppa-ahjussi ganteng dan eonni manis dengan fashion style yang bisa dijadikan ide #ootd, mungkin kalian akan bosan nonton drama ini. Visual kalian tidak akan termanjakan dengan suasana kelam dan suram di drama ini. Emosi kalian tidak terpuaskan dengan adegan romantis dan komedi yang cenderung irit banget ditampilkan di drama ini.
Bahkan, kayaknya adegan sweet di drama ini nggak terlalu gamblang, cenderung jaim. Kayak relationship-nya Detektif Lee Jae-han dan Detektif Cha Soo-hyun (Kim Hye-soo) ketika masih jadi petugas junior. Cha Soo-hyun selalu perhatian banget sama Lee Jae-han, meskipun sering dicuekin, digalakin, disemprot, dan ditatap dengan tatapan males banget. Bahkan ketika Detektif Lee Jae-han dinyatakan hilang, Detektif Cha Soo-hyun terus berjuang mencari keberadaan kerangkanya hingga tahun 2015. Selalu sedih ketika adegan flashback masa-masa Lee Jae-han dan Cha Soo-hyun masih jadi partner-in-crime. Tambah sedih lagi saat harapan Cha Soo-hyun selalu menyala ketika forensik menemukan kerangka misterius, berharap kalau kerangka Lee Jae-han ditemukan, namun seketika pupus saat mengetahui bahwa kerangka yang ditemukan bukan milik Lee Jae-han. Retak hati Adek, Bang!
Cieee... :3 Cha Soo-hyun diapeli Lee Jae-han [source]
Saya suka drama ini karena sebagian besar ceritanya bernuansa teka-teki. Seperti yang saya tulis di atas, romantis dan komedi tetap ada, tapi hanya semacam garnish saja. Saya nggak terlalu masalah, karena saya nggak mau kena overdosis adegan sweet jilid ketiga seraya meratapi kejombloan saya. Hahaha.
Saya suka banget Detektif Cha Soo-hyun yang merepresentasikan jenis wanita pemberani, cerdas, androgini (meskipun feminin tapi dia bisa maskulin), dan tahan banting. Like a person I wanna be. Wanita tangguh banget lah! Cocok jadi teladan wanita masa kini. Biar nggak terus-terusan lebay atau dikit-dikit galau cuma gara-gara dipehapein gebetan. Hidup di dunia millenial itu keras, Bos!
Letnan Park Hae-young ft. Detektif Lee Jae-han [source]
Saya juga suka chemistry Letnan Park Hae-young dan Detektif Lee Jae-han. Mereka sama-sama jenis polisi yang menjunjung tinggi kemanusiaan, nggak korup, nggak gila kekuasaan, cerdas, kreatif, berdedikasi, dan berintegritas. Pokoknya teladan banget! Andai polisi jenis kayak gini ada banyak, terutama di Indonesia, pasti dunia akan bahagia nan sejahtera.
Detektif Cha Soo-hyun ft. Letnan Park Hae-young [source]
Salah satu scene yang menurut saya paling lucu adalah ketika Park Hae-young berkunjung ke rumah Cha Soo-hyun. Akibat ibunya Cha Soo-hyun yang ingin banget anaknya segera nikah, Park Hae-young pun jadi kandidat inceran calon mantu juga. Saya nggak tahu nanti akhirnya gimana antara Park Hae-young dan Cha Soo-hyun. Tapi sejauh ini, kayaknya Park Hae-young lumayan perhatian sama Cha Soo-hyun. Hehehe.
Ada satu adegan lagi yang sukses bikin saya ngakak malem-malem. Adegan ketika Cha Soo-hyun kesengsem sama Lee Jae-han karena dibantuin bikin kopi. Padahal saat itu Lee Jae-han jengkel banget karena Cha Soo-hyun pasang tampang innocent.
“[…] dan kenapa kamu selalu berkedip-kedip dengan mata cantikmu itu?!”
Salah satu lines Detektif Lee Jae-han yang bikin ngakak karena ngomong itu sambil marah-marah ke Cha Soo-hyun. Hahaha.
Anyway, kasus-kasus di drama ini, menurut beberapa sumber yang saya baca di internet, terinspirasi dari kasus-kasus yang pernah booming di Korea Selatan dan bahkan ada yang belum terpecahkan sampai sekarang. Sejauh yang saya tahu, salah satu peristiwa nyata yang sempat disorot juga di drama ini adalah runtuhnya Jembatan Hanyoung. Akibat baca webtoon Dr. Frost, saya jadi tahu. Hehehe.
Selama tayang, rating Signal selalu tinggi dan sambutannya positif banget. Bahkan, menang beberapa award bergengsi Korea Selatan. Rumor beredar kalau Signal bakal dibikin musim keduanya. Kalau pun benar ada, saya bakal bahagia banget. Asal pemainnya sama dan eksplorasi ceritanya tambah kaya.
Well, nggak terasa postingan ini jadi panjang banget. Ah, sebenarnya masih belum seberapa. Banyak banget hal yang masih belum terungkapkan. Sulit memang merefleksikan buncahan perasaan dengan kata-kata. Pokoknya saya suka banget sama drama ini. Suka suka suka!!!
Drama ini daebak!
Rating versi saya buat Signal: 8.9/10! (dan akan bertambah lagi setelah saya nonton endingnya).

Jumat, 03 Maret 2017

Turn Back Hoax!

18:18 0 Comments
Kalau ada telepon yang NOMOR BERWARNA MERAH jangan diangkat karena bisa menelan jiwa. Hari ini sudah disiarkan di berita, terjadi di Jakarta dan Duri dan sudah terbukti. Sekarang masih diusut oleh pihak KEPOLISIAN. Dugaan sementara adalah kasus PEMBUNUHAN JARAK JAUH MELALUI TELEPON GENGGAM (HP) oleh dukun ILMU HITAM. Si penelepon adalah ROH GENTAYANGAN yang mencari MANGSA. Harap dimengerti dan kirim ke teman atau saudara semua. Harap saling membantu sesama umat manusia.
Masih ingat dengan SMS yang sempat viral dan jadi berita nasional di tahun 2008 di atas? Atau mungkin di antara kalian pernah mendapatkannya? Atau mungkin kalian pernah mendapatkan SMS sejenis dengan versi lainnya di bawah ini;
Informasi kalau ada nomor HP yang 0866 atau 0666 masuk berwarna merah mohon jangan diangkat karena ada virus kematian. Soalnya di Jakarta sudah ada yang meninggal gara-gara masalah ini, orang bilang lagi uji ilmu hitam, sekian sekilas info.
Yup, SMS berantai sejenis yang meneror pengguna telepon seluler di Indonesia waktu itu memang sempat membikin resah masyarakat. Bahkan, banyak masyarakat yang percaya dan khawatir jika pesan berantai tersebut memberikan efek yang nyata. Kalau nggak salah, ketika pesan berantai itu sempat viral, saya masih duduk di bangku SMP kelas VIII. Kakak kelas saya di asrama yang nekat bawa ponsel––padahal dilarang bawa ponsel––banyak yang mendapatkan SMS tersebut. Saya, yang nggak punya ponsel, hanya mendengar berita tersebut saja sudah merasa khawatir, terutama untuk keluarga di rumah. Takut kalau misal mereka dapat telepon dari si nomor merah dan kena santet karena nekat ngangkat.
Seiring berjalannya waktu, terungkaplah bahwa pesan berantai tersebut hanya hoax belaka. Desas-desus yang beredar, konon pesan tersebut dibuat sebagai salah satu strategi black campaign untuk menjatuhkan sebuah provider telepon seluler baru. Ah, entahlah, yang jelas banyak masyarakat yang termakan isu tersebut dan membuat resah seantero jagat Indonesia.
Nggak berhenti sampai di situ, ketika saya sudah bisa pegang ponsel sendiri––waktu SMA––sering sekali pesan berantai sejenis dengan konten agak berbeda mampir di nomor saya. Seperti salah satu SMS yang pernah bikin resah di bawah ini;
Halo… Nama saya Ani… Saya adalah nenek berumur 75 tahun. Kemarin saya ditabrak mobil sampai semua badan saya hancur dan terpisah-pisah. Cepat kalian broadcast pesan ini. Kalau tidak, nanti jam 09.30 malam saya akan mengetuk kamar kalian. Setelah itu, kalian akan bermimpi buruk SELAMANYA!!!
Biasanya, di setiap akhir SMS ini selalu ada tulisan; “Sorry friends, aku juga takut soalnya udah terbukti.” Bisa dipastikan, setiap orang yang tiba-tiba dapat SMS ini langsung terhenyak, takut, merinding, kesel, campur aduk! Saya pun. Pernah suatu hari saya mendapatkan SMS serupa––tapi tak sama. Ketika itu, saya tiba-tiba bangun sekitar pukul 23.48, kebetulan saat itu ponsel saya ada di kasur. Niatnya mau ngecek jam di ponsel, tapi kemudian ngecek SMS karena ada 1 unread message. Kurang lebih isinya seperti ini;
Nama saya nenek Minah. Saya baru saja mati ditabrak truk. Kepala saya hilang, badan saya remuk hingga ususnya keluar. Setiap malam saya selalu gentayangan di setiap rumah mencari kepala saya yang hilang. Bila kamu dapat pesan ini, segera kirim ke 10 temanmu. Kalau tidak, nanti malam jam 00.00 saya akan mengetuk jendelamu dan tidur di samping kamu.
Setengah sadar, bulu kuduk saya langsung meremang. Dalam hati saya merutuki teman saya yang tega-teganya mengirim SMS ‘teror’ seperti itu. Sialan benar memang teman yang sengaja menjadikan saya semacam ‘tumbal’ kesialan itu. Apesnya lagi, saya baca ketika menjelang tengah malam! Sampai akhirnya saya langsung tidur sambil nutupin muka pakai guling.
Coba kalau misalnya saya dapat SMS agak lebih sore, pasti saya juga akan mem-forward teror micin tersebut ke kontak di ponsel saya. Hahaha. Ya, saya kan pernah jadi pelajar micin yang mudah termakan hoax.
Memang saya sering takut jika mendapatkan pesan berantai menyeramkan seperti; “jika tidak disebarkan, aku akan menghantuimu”, “jika kamu abaikan, semoga kamu tidak lulus ujian,” atau “jika berhenti di kamu, keluargamu ada yang mati minggu depan.” Alhasil, saya selalu turut andil menjadi ‘sukarelawan’ penyebar teror mencari ‘mangsa’ baru. Huft ada-ada saja memang kemicinan saya tempo dulu.
[source]
Sekarang, ketika SMS telah tergantikan Whatsapp, pesan hoax model baru pun banyak bermunculan. Biasanya berisi informasi palsu yang bahkan berani mencatut nama Kepala Yayasan X, Kapolri, Menteri, atau orang penting lainnya. Sudah bisa ditebak, banyak masyarakat yang termakan informasi pepesan kosong tersebut. Tentu saja banyak yang gampang percaya, apalagi kalau ditambah embel-embel dari Kapolda Provinsi Z atau dari Kepala Lembaga W. Bahkan biasanya dikemas dengan fakta-fakta palsu yang cenderung meyakinkan––biasanya pada hoax informasi kesehatan. Misalnya, seperti hoax tentang seorang wanita yang mulut, hidung, mata, dan telinganya keluar darah akibat makan cokelat setelah makan mie instan. Fakta yang dipaparkan dalam hoax tersebut sungguh meyakinkan dengan mengungkapkan hasil penelitian bahwa di dalam cokelat ada senyawa P yang jika tercampur mie instan akan menjadi racun. Huft…
Dulu, saya juga sempat termakan hoax ini. Namun, setelah tahu klarifikasi di internet yang bilang bahwa informasi tersebut hanya hoax, saya pun bernapas lega. Hahaha. Hingga suatu hari, ibu saya yang baru bisa pakai Whatsapp beberapa bulan ini, bercerita dengan sok tahunya mengenai cewek makan cokelat dan mie instan itu. Setelah saya tanya, ternyata infonya berasal dari grup Whatsapp emak-emak-bapak-bapak teman ibu seangkatan SMA. Sontak saya tertawa, lalu berubah gusar. Saya bilang, jangan percaya, itu hoax. Saya pun menjelaskan panjang lebar pada ibu dengan kesombongan tiada banding. Wkwk. Di titik itu saya pun merasa berpengalaman dan ibu saya hanyalah seorang bau kencur di dunia per-Whatsapp-an. Halah.
Kadang saya memang nggak habis pikir dengan hoax yang beredar di dunia maya kini. Sebegitu suwung dan kurang kerjaankah para pembuat informasi palsu nan meresahkan publik itu? Kadang saya juga mikir, sebenarnya apa motif mereka menyebarkan hoax macam-macam itu? Keisengan atau candaankah? Tapi sungguh kurang ajar sekali kalau candaan murahan April Mop seperti itu menyebar viral dan membentuk kesalah-kaprahan nasional. Coba kalau nggak ada yang meluruskan, bakal jadi pembodohan publik!
Mungkin hoax nggak akan jadi masalah besar jika banyak masyarakat kita yang mengedepankan klarifikasi sebelum memencet tombol share. Sayangnya, sebagian besar dari kita terlalu terburu-buru percaya sehingga lupa kroscek kebenarannya, termasuk saya di masa jahiliyah dulu. Saya bisa mafhum, sih, apalagi kalau pesan hoax-nya pakai manipulasi psikologis seperti; “dengan share Anda telah membantu menyelamatkan nyawa orang lain” atau “jika Anda peduli, tentu Anda tidak akan membiarkan pesan ini berhenti di sini.”
Saking banyaknya hoax bertebaran di dunia maya dan membikin kebingungan massal, pemerintah pun berfatwa darurat hoax.  Lantas muncullah sanksi pidana bagi para pembuat dan penyebar informasi hoax. Namun nyatanya, memang dasar iseng bin micin atau gimana, kabar hoax masih tetap saja santer beredar. Kebanyakan juga disebarkan oleh netizen micin. Emak-emak-bapak-bapak anggota grup Whatsapp ibu saya, misalnya. Duh, kurang ajar banget saya ngatain orang tua micin. Hahaha.
Sebenarnya, gampang saja caranya untuk membendung penyebaran informasi hoax. Kuncinya; cerdas dalam menggunakan sosial media. Nggak semua informasi yang menyebar di dunia maya itu memiliki kebenaran yang absah. Semua orang bebas membuat segala macam konten di dunia yang seolah tanpa dinding pembatas ini, terlepas dari yang mereka buat itu fiksi atau nyata, benar atau salah. Sebagai pengguna sosial media, kita memang dituntut untuk cerdas dan bijak dalam menyikapi segala macam jenis berita yang tersebar. Jangan mendadak sumbu pendek ketika mendapat berita provokatif, bisa saja informasi itu bertujuan melakukan politik devide et impera––adu domba––bagi bangsa kita. Jangan langsung percaya jika ada broadcast informasi kesehatan dengan mencatut nama ahli something, kita perlu klarifikasi dulu kebenarannya––dengan googling, misalnya. Intinya, cerdas dan bijaklah menjadi konsumen dunia maya. Kalau nggak, kita bisa semakin dibodohi oleh kemajuan zaman yang telah membuat segala hal menjadi ambigu ini.
[source]
Semoga di masa depan nggak ada lagi yang dengan micinnya broadcast informasi kesehatan palsu atau pesan berantai teror yang pakai ngancem sambil nyumpah-nyumpahin di penutupnya. Halah.
Semoga saya juga bisa belajar dari pengalaman kemicinan masa lalu, supaya tidak terperosok ke lubang MSG yang sama. #krik
Sekian postingan kepanjangan ini, semoga dapat diambil hikmahnya~