Jumat, 15 Mei 2015

# Experience # Kampus Fiksi

“Senja yang Mendadak Bisu” dan Kampus Fiksi Emas 2015

Seharusnya tulisan ini saya buat tiga minggu yang lalu, tapi karena tugas dan ujian yang makin hari makin membadai membuat saya lupa jikalau wajib banget nulis postingan semacam ini. Ya, tiga minggu yang lalu, tepatnya tanggal 26 April 2015, kaki saya kembali menjejak di kota pelajar yang menyimpan beribu kenangan (tsaaaahh). Yup, kali ini saya melancong ke Jogja dalam rangka memenuhi undangan untuk menghadiri acara ulang tahun kedua Kampus Fiksi. Nah, pada acara ulang tahun KampusFiksi juga terdapat acara launching kumpulan cerpen “Senja yang Mendadak Bisu”. Alhamdulillah, cerpen saya menjadi salah satu dari dua puluh cerpen yang mendapatkan kesempatan untuk dibukukan DivaPress. :’)
Jadi ceritanya begini, beberapa bulan lalu Kampus Fiksi mengadakan sebuah event lomba cerpen bertema lokalitas. Jadi, dalam cerpen tersebut harus memuat unsur lokalitas kebudayaan suatu daerah di Indonesia. Selain menitikberatkan pada khasanah budaya Indonesia, cerpen tersebut juga harus detail dalam menggambarkan unsur lokalitas serta memiliki pesan moral yang mendalam. Pada awalnya saya kurang begitu berniat untuk mengikuti lomba ini. Pertama, tema lokalitas adalah hal yang paling sulit, menurut saya. Kedua, kalau mau nulis lokalitas Jawa itu sudah terlalu mainstream dan sebagai anak yang dilahirkan di keluarga Jawa, saya sama sekali tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang keunikan adat Jawa. Ketiga, lokalitas bukan genre saya banget, entahlah saya bisa membuatnya atau tidak. Berbagai pikiran yang sebenarnya kurang rasional tersebut terus menghantui saya. Sampai akhirnya deadline sudah makin dekat, tinggal sebulan lagi, dan saya baru mendapat ide untuk menulis lokalitas budaya Aceh. Yup, keinginan saya yang sebenarnya setengah-setengah itu menjadi semakin menggebu ketika teman-teman KF10 saling menyemangati dengan tagline; “Kalau bisa semua KF10 harus ikutan!”. Karena saya orangnya gampang panas, saya pun jadi semakin semangat. Halah.
Nah, masa-masa pengeksekusian ide mengenai cerpen lokalitas saya tersebut memerlukan waktu yang terbilang lama, bahkan cenderung lambat progress-nya dibandingkan cerpen-cerpen teman saya yang lain. Dimulai dari surfing di internet sampai bertanya dengan teman-keren-sebangku-kelas-sepuluh-ketika-SMA yang keturunan Aceh, Cut Khusnul Khotimah alias Ika. Sungguh, tanpa bantuan Ika rasa-rasanya cerpen saya mustahil selesai. Serius. Mustahil. Bahkan, selama masa-masa pengeksekusian cerpen tersebut saya jadi suka tidur-tiduran, dengan mata menerawang, kemudian duduk di depan laptop seraya memandang nanar lembar kosong Microsoft Word. Benar-benar seperti orang setengah gila. Untung saja pada saat itu masih masa-masa liburan semester, jadi mungkin setengah gila untuk beberapa waktu tidak akan menjadi masalah. Hahaha.
Voila! Setelah melalui fase pengendapan, penggodokan, hingga penyulingan ide yang memakan waktu sekitar dua sampai tiga minggu, akhirnya cerpen saya pun selesai. Waktu pun semakin menghimpit, deadline sudah tinggal beberapa hari. Saya mengirim cerpen saya untuk dikoreksi dan dikritisi ke beberapa teman KF10 dan salah satu teman saya yang nantinya akan menjadi peserta Kampus Fiksi angkatan 22, Arina Sabila Haq. Yup, orang kedua yang memiliki andil besar pada cerpen saya kali ini. Melalui koreksinya, saya menemukan beberapa bagian janggal yang luput dari pengamatan saya. Setelah melalui kritik dan saran kemudian dilanjutkan pada proses revisi plus self-editing, akhirnya saya pun memberanikan diri mengirimkan cerpen saya itu tepat H-2 sebelum deadline. Leganya….
Ah, saya mah pasrah saja ketika melihat seratus lebih cerpen yang masuk di list peserta lomba. Saat itu, saya memang pesimis masuk nominasi, mengingat saingannya bukan penulis sembarangan. Kebanyakan peserta lomba adalah alumni Kampus Fiksi senior di atas saya, yang tentu saja dari kualitas tulisan jauh lebih baik daripada saya. Hiks banget, memang. Sebelum jatuh tercerai berai, saya sudah menyiapkan mental jikalau lagi-lagi tulisan saya nantinya bakal masuk tong sampah. Hehe.
Waktu kian berjalan, saya sudah mulai masuk kuliah, ikut membantu penelitian disertasi dosen, hingga input hasil kuesioner penelitian dosen, sampai akhirnya waktu pengumuman pun tiba. Parahnya, saya lupa kalau hari itu adalah pengumuman nominasi dua puluh besar lomba cerpen lokalitas Kampus Fiksi. Sampai kemudian Mbak Meka, teman saya KF10, mengetag nama saya di Facebook beserta link pengumuman lomba cerpen. Kaget! Berdebar-debar saya membuka link tersebut dan menemukan nama beserta cerpen saya terselip di antara nominee yang lain, membuat saya speechless selama beberapa jeda. Okay, ini memang sedikit alay, tetapi memang begitulah yang saya rasakan. Ah, akhirnya setelah melalui proses selama dua tahun menghidupkan kembali semangat menulis saya yang pernah mati suri, baru kali ini saya berhasil menembus penerbit mayor meskipun hanya masuk kumpulan cerpen. Hehe.
Sebelum-sebelumnya, saya memang sudah banyak ikut event menulis cerpen, dan sering pula dibukukan, tapi kebanyakan masih di penerbit indie, jadi belum terlalu nampak gregetnya. Hehe. Alhamdulillah, setelah melalui proses panjang akhirnya salah satu cerpen saya berhasil masuk antologi cerpen dari penerbit mayor, setelah sebelumnya tanggal 2 Februari 2015, cerpen saya juga berhasil masuk di koran, meskipun hanya koran lokal kota Solo. Hehe.
Anyway, saya lupa ngasih tahu, cerpen saya yang masuk di antologi Senja yang Mendadak Bisu tersebut bercerita tentang sistem pemberian mahar dalam menikahi gadis Aceh. Nah, untuk lebih jelasnya, silahkan beli kumcer “Senja yang Mendadak Bisu” yang sudah tersedia di toko-toko buku seluruh Indonesia. Ada dua puluh cerpen yang menunggu untuk dimaknai dan diresapi kedalaman lokalitas dan pesan moralnya. Atau, jika kalian adalah seorang yang berjiwa kompetitif dan sangat menyukai kompetisi sekaligus ingin buku gratis, silahkan mampir ke event giveaway-nya di sini.
Ulasan garis besar mengenai cerpen-cerpen di buku tersebut bisa kalian lihat juga di goodreads ini.
Okay, sekian cuap-cuap saya di pertengahan Mei yang semakin panas dan jarang hujan ini. Sampai jumpa di postingan saya selanjutnya… :’)

P.S.: Jangan lupa beli Senja yang Mendadak Bisu, ya! Semoga yang beli cepet didekatkan jodohnya bagi yang masih jomblo, cepet dilamar bagi yang sudah punya pasangan, cepet punya anak bagi yang sudah menikah, dan cepet wisuda bagi yang masih berkutat dengan skripsi.
P.S.S: Anyway, saya juga sedang proses mikirin judul skripsi, nih. S.(kri)Psi. Semoga (kri)-nya segera tercoret dan akhirnya bisa S.Psi. Kalau bisa ya ditambah M.Psi., Psi., Ph.D. Halah. Aamiin. Hehehe. *ini kenapa penulisnya malah ikutan curhat*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar