Jumat, 15 Mei 2015

# Drama

Edisi Kecanduan Korean Drama: Healer (2014)

“Jangan coba-coba bermain api jika tidak ingin terbakar. Jangan coba-coba menonton Korean Drama jika tidak ingin kecanduan.” (Saya, 2015).
Korean Drama, salah satu jenis drama yang pada awalnya saya pandang sebelah mata. Haha. Yup, jujur saja, saya adalah salah seorang makhluk Venus yang tidak suka dengan jenis serial drama penuh romansa dua anak manusia dengan segala konflik dan intrik di dalamnya. Halah. Menurut saya, sinetron, drama, atau serial yang tema utamanya selalu tentang cinta adalah sedangkal-dangkalnya cerita dan amat sangat membuat seluruh wanita di dunia selalu berdelusi tentang lelaki tampan, kaya raya, dan white-horsed prince atau apapun itu sebutannya. Terlalu utopis, menurut saya. Okay, saya memang terlampau skeptis, dan pasti kalian ketika membaca ini seakan ingin menimpuk saya dengan ujung high-heels. Haha. Nah, tetapi semua berubah ketika negara api menyerang drama Korea telah bertransformasi, tidak melulu konflik tentang cinta tetapi semakin menggunakan jalan cerita bervariasi dengan konflik yang kompleks.
Bermula dari celoteh kawan-kawan sekampus saya yang sering bertransaksi drama Korea ilegal, bahwa genre drama Korea akhir-akhir ini sangat menarik dan banyak bertema gangguan jiwa. Salah satu drama yang pertama kali mampir di telinga saya dan menarik minat saya adalah It’s Okay, That’s Love. Awalnya, saya biasa saja mendengarnya, namun karena teman-teman saya sering membahasnya, lama kelamaan saya jadi penasaran juga. Sampai suatu ketika, sepupu saya bilang kalau data di laptopnya hilang pasca reinstall, termasuk drama-drama Korea dan film-film Western yang susah payah dikumpulkannya dan sebagian besar belum ditonton. Memang parah banget sepupu saya ini. Haha.
Berbekal harddisk eksternal milik sepupu saya, saya pun manut-manut saja disuruh berburu drama ke teman-teman kampus saya. Maklum, sih, sepupu saya sudah bukan anak kuliahan, teman-teman bandar drama Koreanya pun sudah melalang buana entah kemana. Halah. Enam dari belasan drama di harddisk sepupu saya, yang masing-masing memiliki sekitar 16-20 episode tersebut, saya pindah ke laptop saya, salah satunya Healer. Lumayan, lah. Hehehe.
Drama Korea yang pertama kali saya tonton adalah Heart to Heart. Drama ini bagus, tapi masih terlalu banyak konflik cintanya daripada gangguan psikologis. Tapi, sejak nonton Heart to Heart itu saya jadi kecanduan drama Korea. Meskipun cintanya banyak, tapi akting aktor-aktrisnya sangat natural sehingga bikin saya jadi baper. Terutama ketika Detektif Jang Do Soo bertepuk sebelah tangan pada Cha Hong Do. Itu, seriously, nyesek banget. I know what he feels banget, lah. Ah, Do Soo memang sangat terlambat, sampai akhirnya Cha Hong Do berpaling ke Ko Yi Suk. Ini kenapa jadi malah bahas Heart to Heart. Hehe.
Nah, setelah saya menyelesaikan 16 episode Heart to Heart, tentu saja saya kena Drama Hangover. Inilah, salah satu efek samping drama yang membuat saya kesal selain bikin baper, yaitu bikin hangover juga. Hm, buat yang belum tahu istilah nyeleneh saya, drama hangover itu mirip sekali dengan book hangover. Drama atau book hangover adalah suatu keadaan ketika diri kita telanjur menyelami dunia fiksi dalam alur cerita drama atau buku tersebut sampai akhirnya sulit keluar dan sulit berdamai dengan realita. Halah. Rada serem memang. Hahaha. Setelah selama beberapa hari memulihkan diri akibat hangover dari Heart to Heart, akhirnya saya pun memilih menonton Healer.
Healer :3. Source: AsianWiki.com
Episode pertama Healer, sangat menarik, membuat saya penasaran dengan episode selanjutnya. Seorang lelaki mirip mata-mata yang bekerja di bawah arahan seorang ahjumma alias ibu-ibu peretas CCTV sampai sistem keamanan kepolisian. Yeah, such my type of movie banget. Maka, sejak episode awal saya sudah jatuh cinta dengan Healer ini. Hehe.
Pada episode-episode awal, saya sering kesulitan nyambung. Saya masih berusaha menerka-nerka, sebenarnya ini cerita tentang apa, bagaimana, apa hubungannya. Nah, tetapi itulah hal yang membuat saya jatuh cinta dengan drama ini, karena pada episode awal saya kesulitan menebak benang merah dari film ini, berarti memang drama ini sangat cerdas. Hehe. Eng… atau mungkin saya aja yang bolot, ya. Entahlah… Hahaha.
Healer ini bercerita tentang seorang Pesuruh Misterius yang bekerja dengan tugas bermacam-macam, mulai dari melindungi seseorang dari ancaman orang jahat sampai mencari seorang gadis yang terpisah dari ibunya selama 20 tahun. Yup, Pesuruh Misterius itu memiliki nama kode ‘Healer’ (Ji Chang Wook), yang kemudian di episode-episode selanjutnya ketahuan kalau nama asli Healer adalah Seo Jung Hoo. Healer ini bekerja di bawah arahan seorang ahjumma mantan detektif, Jo Min Ja. Selama bekerja, Healer selalu dilengkapi dengan peralatan-peralatan canggih, mirip agen IMF, Ethan Hunt di film Mission Impossible. Huehehe. Bedanya, kacamata Ethan Hunt bisa meledak jika dilempar, kalau kacamata Healer adalah alat untuk mendeteksi wajah musuh dan mengenali objek-objek mencurigakan. Mirip alatnya Conan yang dibuat Profesor Agasa. Halah. Selain itu, Healer juga punya earphone yang ada pelacaknya untuk melacak keberadaannya sekaligus berkomunikasi dengan ahjumma.
Ji Chang Wook as Healer. :3.
Suatu ketika, Healer punya sebuah proyek baru. Kliennya yang bernama Kim Moon Ho (Yo Ji-Tae), seorang reporter televisi (news anchor) terkenal, meminta Healer untuk mencari sampel anggota tubuh yang nantinya akan digunakan sebagai sampel tes DNA. Sampai akhirnya Healer menguntit seorang gadis yang berprofesi sebagai jurnalis kantor berita gosip online kecil, Chae Young Shin (Park Min-Young). Nah, memang awalnya drama ini penuh teka-teki, sampai saya sibuk menerka-nerka perihal siapakah sebenarnya Young Shin? Apa hubungannya dengan Moon Ho? Lalu, apakah Healer dan kedua orang itu saling berhubungan? Lambat laun setiap teka-teki yang saya tanyakan sejak di awal film mulai terbuka tabirnya satu persatu di setiap episode.
Saya suka tema utama dari cerita ini, yaitu seorang anak yang terpisah dari ibunya selama bertahun-tahun. Mengenaskannya lagi, si anak sampai memiliki trauma mendalam akan masa kecilnya, berulangkali keluar masuk panti asuhan, mengalami penganiayaan fisik, sampai akhirnya bertemu dengan orangtua angkat baik hati yang merawatnya hingga dewasa. Namun, latar belakang dari hilang atau terpisahnya si anak dari ibunya itu jangan dibayangkan sesederhana sinetron-sinetron Indonesia yang biasanya selalu mengkaitkannya entah itu hilang dibawa pemulung lalu terdampar di panti asuhan, diculik kemudian melarikan diri, atau hilang karena amnesia. Justru yang membuat kerennya drama ini adalah karena konfliknya yang kompleks dalam mengkaitkan masalah kehilangan anak itu dengan masalah politik. Ah, memang jika dijelaskan hanya dalam beberapa baris tidak akan muat. Lebih baik nonton dramanya saja sendiri. Drama ini sangat recommended, terutama untuk para pecinta film dengan konflik rumit. Eh, tapi jangan salahkan saya jikalau kalian jadi kecanduan. Huehehe.
Ji Chang Wook lagi :3 Aww...
Anyway, saya juga suka dengan karakter para aktor dan aktris di drama ini. Natural, tidak terkesan dibuat-buat, dan setiap tokoh memiliki ciri khas masing-masing yang sangat kuat dan kental. Itu mungkin salah satu kelebihan drama-drama Korea karena para aktor dan aktrisnya benar-benar menyajikan performa yang pantas diapresiasi. Akibat dari karakter pemainnya yang natural itu, setelah selama seminggu saya melahap 18 episode dari total 20 episode, sepertinya saya merasa totally terkena drama hangover. Tidak!!! Ah, sungguh saya tidak mau menyelesaikan dua episode terakhir, karena itu artinya saya harus segera mengakhirinya. Halah. Aduh, kenapa malah jadi baper gini, yak? :’)
Pokoknya, saya belum mau move on dari Ji Chang Wook! *Eh (?)
Ngomong-ngomong tentang Ji Chang Wook, sejak saya melihat aktingnya sebagai Healer kemudian menyamar menjadi Park Bong-Soo membuat saya kesengsem berat. Selain karena wajahnya yang tampan dan imut kekanak-kanakan itu, juga karena karakternya di Healer yang dingin, keras hati, susah ditebak, itu bikin geregetan! Saking dia kurang kasih sayang, Seo Jung Hoo alias Healer ini sampai kesulitan mendefinisikan rasa kebutuhan untuk dicintai. Yap, kasihan memang si Seo Jung Hoo ini, masa kecilnya yang tragis membuatnya kesulitan untuk merasakan perasaan hangat yang menjalar dalam ceruk hatinya. Halah.
Ini apaan sih, malah jadi sok puitis.
Hm, kalau dalam Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow, Seo Jung Hoo memiliki defisiensi dalam Love and Belongingness Need. *Apa sih, Mus?* Tapi, setelah bertemu dengan Young-Shin, kemudian Jung-Hoo pun menjadi gampang baper dan gampang meleleh. Ah… :3
Memorable scene; Aww, cocok banget, deh!
Yap, begitulah, karena itu semua kemudian saya jadi fangirlnya Oppa Chang-Wook ini. Jatuh cinta itu memang sederhana, Gais. Hehehe. Oiya, anyway, saya juga suka chemistry antara Ji Chang-Wook dan Park Min-Young di drama ini. Menurut saya, mereka berdua sangat cocok! Aaaaaakkk! Apalagi ketika adegan Young-Shin dan Bong-Soo menyamar jadi sosialita saat akan meliput konferensi pers calon walikota Seoul, Kim Eui Chan. Cocok bangeeeettt! (Hm, mohon maaf bagi yang belum nonton dramanya, mungkin kalian harus nonton dulu sebelum membaca bagian ini. Huehehe). Selain itu, saya juga jadi suka berat sama Eternal Love-nya Michael Learns to Rock. Nggak nyangka aja lagunya MLTR jadi soundtrack Healer. :’)
My heart’s a flame. And it’s burning in your name~~ *langsung berubah jadi penyanyi kamar mandi*
Ya, begitulah. Sekali lagi, saya tidak mau move on dari Ji Chang Wook! *pasang ikat kepala*
Saranghaeyo, Oppa~~ *kemudian berubah jadi anak alay SMA fans boyband Korea*
Ah, sudah dagelannya, nanti saya malah ditimpukin K-Popers. Huehehe.
Okay, sekian post edisi Korea-koreaan saya kali ini sebagai pengisi blog saya yang makin hari makin suwung saja. See ya to the next post~~
Saranghae… <3
*Kemudian nyampurin Jjang Myeon ke mangkuk Bolsott Bbimbab, lalu disiram kuah Kimchi. Nggak tahu deh, rasanya jadi kayak gimana?*

P.S: Pokoknya saya nggak mau move on dari Ji Chang Wook! :D
Ji Chang Wook lagi pokoknyaaa :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar