Sabtu, 15 Agustus 2015

# Library

[Review Novel] Hamdım, Piştim, Yandım: Perjalanan Cinta Penderita Skizofrenia

source: www.goodreads.com
Judul              : Hamdım, Piştim, Yandım
Penulis           : Ayun Qee
Tahun             : 2013
Tebal              : 256 halaman
Genre             : Romance
Penerbit          : DIVA Press

Pertama kali saya melihat novel ini, saya tertarik dengan judulnya yang asing. Berbeda halnya dengan novel-novel mainstream lainnya yang menggunakan judul sesuai dengan tren pasar perbukuan masa kini, mulai dari judul berbahasa Indonesia, Inggris, Jepang, atau Korea. Namun, novel ini menggunakan judul berbahasa Turki, yang merupakan salah satu ungkapan dari seorang sufi kenamaan besar, Jalaluddin Rumi. Selain itu, poin kedua yang membuat saya tertarik pada pandangan pertama terhadap novel ini akibat dari komentar Tere Liye yang tercetak di sampul depan novel tersebut. Oiya, satu lagi, juga karena penulisnya yang ketika Kampus Fiksi 10 kemarin pernah mementori saya. Hehehe.
Tema tentang skizofrenia dan sufisme yang diangkat oleh novel ini memang sedikit banyak membuat saya tergelitik penasaran untuk membacanya. Tema tentang gangguan jiwa memang masih belum terlalu banyak di Indonesia, begitu juga dengan sufisme. Maka, sebagai seorang mahasiswi Psikologi yang memiliki naluri ingin tahu dan sok kritis, saya ingin melihat seberapa kuat karakter penderita skizofrenia yang bisa digambarkan oleh sang penulis. Hehehe.
Bercerita tentang Kimya, seorang gadis berkepribadian rapuh, yang menjumpai berbagai masalah secara bertubi-tubi. Mulai dari kekecewaannya yang besar terhadap ayah kandungnya karena bermain api dengan wanita lain lantas tega meninggalkan ibunya, hingga diputuskan oleh pacarnya karena sejak kepergian ayahnya tersebut Kimya menampakkan gejala-gejala paranoid. Gejala-gejala paranoid akibat ketakutan mendalam akan sosok wanita selingkuhan ayahnya yang–dalam pikirannya–suka meneror kehidupannya. Yup, saya setuju dengan bibit awal dari timbulnya gangguan jiwa Kimya tersebut, namun saya agak kurang sreg dengan penggambaran gejala-gejala dari–yang kata penulisnya–skizofrenia paranoid. Agak kurang setuju.
Kebetulan, ketika semester empat dan ambil mata kuliah Psikiatri, saya kebagian tema presentasi tentang Skizofrenia Paranoid. Yup, mengingat skizofrenia ranahnya sangat klinis sekali, maka berbekal buku Sinopsis Psikiatri Kaplan Saddock itulah saya jadi sedikit mengetahui tentang Skizofrenia Paranoid. Sepengetahuan saya, gejala-gejala yang timbul pada diri Kimya itu terlalu ringan untuk jenis skizofrenia paranoid. Saya mengambil kesimpulan bahwa gejala tersebut hanya mengindikasikan paranoid involusional atau bisa juga paranoid disorder. Ketika menegakkan diagnosis, biasanya ada beberapa diagnosis banding. Nah, untuk skizofrenia paranoid sendiri, diagnosis bandingnya bisa paranoid involusional atau paranoid disorder biasa. Sedangkan pada novel ini, gejala halusinasi akibat dari depresi dan ketakutan tersebut lebih condong ke arah paranoid disorder.  Kalau di skizofrenia paranoid, penderitanya akan kehilangan realitas dan sulit mengerjakan kegiatan sehari-hari. Namun, dalam novel ini, Kimya digambarkan masih nyambung dengan realitas dan tidak kesulitan mengerjakan kegiatan sehari-hari, jadi saya mengambil kesimpulan bahwa Kimya hanya paranoid disorder belum terlalu skizofrenia. Lebih cocok masuk ke diagnosis banding paranoid disorder daripada paranoid involusional.
Huft, penjelasannya terlalu ribet dan njelimet, ya. Hahaha. Mungkin saya terlampau serius menanggapi novel ini, terutama di bagian gangguan mental dan dinamika psikologis manusia yang kadang-kadang suka bikin saya sensi kalau ada kejanggalan sekecilpun. Hehehe.
Detail lain mengenai novel ini yang ingin saya apresiasi adalah tentang penggambaran setting Turki yang sangat hidup, meskipun Mbak Ayun belum pernah sekalipun menjejakkan kaki di negara kekuasaan Presiden Erdogan tersebut. Ini merupakan salah satu hal yang patut dicontoh, terutama bagi penulis yang ingin menulis novel bersetting luar negeri namun belum pernah berkunjung ke sana. Sehingga, membuat saya ngiler bukan kepalang seraya berdoa dalam hati supaya suatu saat saya bisa menyesap udara Turki. Halah.
Secara keseluruhan novel ini menceritakan perjalanan Kimya dalam menemukan seseorang yang sering mendatangi mimpinya sejak berbagai masalah silih berganti menghampirinya. Perjalanan dalam menemukan makna dari Hamdım, Piştim, Yandım yang dikemas dengan rapi dan mengalir. Pencarian makna cinta dan kehidupan yang menancapkan amanat dalam bagi pembacanya. Hal yang menarik dari novel ini adalah ketika Kimya bersama Kiral berkunjung ke Konya dan menyaksikan festival Shebi Arus beserta whirling dervish-nya. Well, jika kalian penasaran dengan istilah-istilah tersebut, silakan beli dan baca novelnya. Menurut saya, novel ini sangat worth it sekali untuk kalian yang ingin tahu tentang Turki dan makna dari Hamdım, Piştim, Yandım yang menggelitik rasa penasaran. Halah.
Hm, komentar saya setelah membaca novel ini adalah, saya menduga bahwa Mbak Ayun ketika menulis novel ini sangat terinspirasi oleh lagu Broken Angel yang dinyanyikan dengan bahasa Persia dan Inggris oleh Arash dan Helena. Yup, alurnya memang sedikit banyak terpengaruh oleh kisah dari lagu tersebut. Namun, tentu saja Mbak Ayun menambahkan detail-detail lainnya untuk membuat jalan cerita semakin hidup serta membekaskan pesan mendalam bagi pembacanya.
Oiya, satu lagi, menurut saya, novel ini sangat bagus dalam membaca pangsa pasar. Akhir-akhir ini sudah banyak masuk akulturasi budaya dari negeri Turki. Terbukti dengan maraknya drama-drama seri Turki yang ditayangkan di Indonesia. Mungkin, tidak menutup kemungkinan juga bakal mempengaruhi genre novel di masa depan. Halah (lagi).
(Huft, memang Indonesia itu, semua budaya dari negara mana saja dijejalkan ke otak para generasi mudanya. Mulai dari Western, Amerika Latin, India, Taiwan, Jepang, Thailand, Korea, lalu sekarang Turki. Adek lelah, Bang).
Okay, sekian ulasan singkat dari novel Hamdım, Piştim, Yandım di atas. Meskipun saya sering baca buku, namun biasanya saya terlalu malas untuk membuat reviewnya. Hahaha. Saya lebih suka membuat review film atau drama soalnya. Huehehe.
Hm, kemudian saya jadi sedikit kepikiran untuk membuat review tentang The Cuckoo’s Calling. Doakan saja, semoga sedang tidak malas, ya. Hehehe.
Sampai jumpa di postingan selanjutnya… :)

2 komentar:

  1. Balasan
    1. Penulisnya orang Indonesia kok. Jadi pake bahasa Indonesia, tapi juga ada sedikit bahasa Turki. :D

      Hapus