Senin, 24 Agustus 2015

# Library

[Review Novel] The Cuckoo's Calling: Enigma Kematian Sang Supermodel


Judul               : The Cuckoo’s Calling
Penulis             : Robert Galbraith
Tahun              : 2014
Tebal               : 517 halaman
Genre              : Mystery
Penerbit           : Gramedia Pustaka Utama

source: www.bookadventures.com
Inilah salah satu novel yang menjadi daftar want-to-read saya selama beberapa bulan terakhir. Sebenarnya, mungkin saja saya tidak akan terlalu ngeh apabila nama Robert Galbraith tidak dikait-kaitkan dengan J.K. Rowling. Namun, ketika saya tahu bahwa dibalik nama Robert Galbraith adalah J.K. Rowling, tiba-tiba saja saya menjadi penasaran. Ya, The Cuckoo’s Calling merupakan novel misteri kriminal pertama J.K. Rowling dengan menggunakan nama samaran Robert Galbraith. Tentu saja saya penasaran, karena novel ini bergenre saya-banget (baca: detektif, pembunuhan, misteri, teka-teki). Bahkan saya sudah buru-buru mendaulat Cormoran Strike–nama tokoh utama detektif di novel tersebut–masuk dalam daftar tokoh fiksi detektif favorit saya setelah Sherlock Holmes, Hercule Poirot, dan Shinichi Kudo. Halah.
Sebenarnya, sebelum Mommy Rowling merilis The Cuckoo’s Calling, ia sudah menelurkan satu novel, Casual Vacancy. Bahkan, novel tersebut telah berhasil menjadi best-seller international dan baru-baru ini telah dibuat serial TV yang ditayangkan di channel BBC. Casual Vacancy, seperti halnya The Cuckoo’s Calling, mengusung genre yang sama sekali berbeda dengan Harry Potter. Seolah-olah kemunculan Casual Vacancy adalah pembuktian Mommy Rowling terhadap dunia bahwa ia tetap bisa keluar dari bayang-bayang kesuksesan fenomenal tujuh serial Harry Potter. Serta terbukti, dua novelnya kemudian tetap menjadi best-seller meskipun tidak sefenomenal Harry Potter.
Lalu, mengapa Mommy Rowling memakai nama Robert Galbraith di novel The Cuckoo’s Calling? Saya pernah membaca di sebuah website berita, bahwa katanya, ia sengaja memakai nama lain supaya dapat memperoleh feedback dari publik terkait novel misterinya tersebut, tanpa terpengaruh oleh nama aslinya. Namun, upaya penyamaran identitas tersebut rasanya tidak berjalan sesuai dengan harapannya, karena kemudian identitasnya pun terbongkar. Katanya juga, sih, menurut sebuah sumber yang pernah saya baca, identitasnya tersebut dibongkar oleh pihak penerbit The Cuckoo’s Calling.
Ya, sesuai dengan judul postingan ini, The Cuckoo’s Calling berangkat dari sebuah teka-teki kasus kematian seorang supermodel, Lula Landry. Di tengah krisis ekonomi yang membelenggunya, detektif Cormoran Strike–yang juga sedang memulai debut perdananya sebagai seorang detektif partikelir–mendapat klien seorang pengacara yang merupakan kakak angkat sang supermodel, John Bristow. Tiga bulan setelah kematian janggal sang supermodel yang menyita perhatian publik tersebut, Bristow mendatangi Strike karena ia meyakini bahwa kematian adiknya sangat tidak wajar. Ia percaya bahwa adiknya dibunuh dengan cara didorong oleh seseorang dari balkon apartemennya. Mulanya, Strike merasa ragu dengan keterangan Bristow tersebut, bahkan hampir menolak untuk menangani kasusnya. Namun, setelah melalui banyak pertimbangan–tentu salah satunya karena kesulitan keuangan yang kian menghimpit–akhirnya ia pun menyetujui untuk mengungkap kasus tersebut.
Yup, seperti halnya serial-serial detektif kebanyakan, tentunya seorang detektif memiliki partner andalan. Seperti halnya Sherlock Holmes dengan dr. John Watson, maka Cormoran Strike didampingi oleh partner wanita, Robin Elacott. Anyway, jangan berharap kalian mendapati kisah cinta antara Robin dan Cormoran, karena itu sepertinya tidak mungkin. Hahaha. Mengingat Robin diceritakan sudah bertunangan dengan Matthew, serta Cormoran masih belum move on dari mantannya, Charlotte.
Ingar bingar dunia showbiz yang mau tidak mau harus diselami Cormoran Strike selama mengungkap kasus kematian Lula Landry, hingga harus berjibaku dengan berondongan flashlight paparazzi yang haus berita sensasi selebriti, sangat hidup digambarkan oleh sang penulis. Serta, tentu saja, untuk versi Indonesianya tidak terlepas dari andil pengalih bahasa, mampu menerjemahkan dengan bahasa yang luwes dan mudah dipahami. Bahkan, untuk ungkapan ‘gumshoe’ yang jika diartikan secara harfiah tentu akan berbeda jauh dengan maksud si penulis aslinya. Hahaha. (Gumshoe adalah nama lain dari detektif)
Cormoran Strike dengan kehidupan dan masa lalunya yang pahit tersebut memang di luar dugaan saya. Karakter-karakter detektif yang sering saya baca biasanya tidak memiliki masa lalu dan kehidupan masa kini yang se-terlalu-menyedihkan detektif Cormoran Strike. Bahkan, biasanya detektif-detektif fiksi pada umumnya, digambarkan terlampau sempurna layaknya dewa di negeri dongeng. Halah. Jadi, saya suka dengan karakterisasi Cormoran Strike selayaknya manusia biasa yang tidak terlalu sempurna–bahkan menyedihkan. Cormoran Strike juga digambarkan memiliki fisik yang tidak sempurna, kaki kanannya diamputasi, sehingga ke mana pun ia pergi harus selalu menggunakan kaki prostetik. Saya bahkan merasakan mirisnya saat Cormoran terpeleset yang menyebabkan pangkal pahanya lecet karena bergesekan dengan kaki prostetiknya.
Selain itu, kesamaan karakter detektif Cormoran Strike dengan detektif fiksi pendahulunya adalah pernah memiliki kehidupan pekerjaan di dunia militer dan kepolisian. Hercule Poirot, awalnya adalah seorang pensiunan perwira militer. Sherlock Holmes, saya tidak tahu pasti, karena jarang diceritakan masa lalunya, mungkin dia juga pernah masuk kepolisian. Hehehe. Namun, partner Sherlock Holmes, dr. John Watson adalah seorang pensiunan dokter militer. Sedangkan Cormoran Strike juga pensiunan militer, namun sebenarnya dia pensiun dini, karena usianya masih 30 tahunan.
Selain itu, hal yang ingin saya apresiasi dari novel setebal 517 halaman ini adalah, seperti halnya novel-novel Mommy Rowling sebelumnya, memiliki sangat banyak detail. Penokohan serta penggambaran setting yang mendetail serta rangkaiancerita yang runtut dan saling berkesinambungan, tidak boros plot, sehingga terasa seperti ikut masuk dalam cerita, layaknya menonton film. Menurut saya sih, ketrampilan Mommy Rowling dalam hal tersebut memang sudah tidak diragukan lagi.
Yup, cukup sekian review novel kali ini. Meskipun sebelumnya saya sangat malas sekali menulis review novel, namun demi mengisi blogspot yang makin hari makin berdebu dan novel ini juga merupakan salah satu favorit saya, maka saya harus segera membuat tulisan ini. Halah.  Meskipun juga setiap dua hari sekali saya berhasil melahap satu judul buku, namun sekali lagi saya tekankan, saya terlalu malas untuk membuat reviewnya. Hehehe.
Sampai jumpa di postingan selanjutnya… :)

P.S.: Maaf jikalau tulisan ini sangat terasa kaku. Akhir-akhir ini sedang sibuk membaca banyak buku, sehingga jadi lupa bikin tulisan. (Halah. Alasan. -_-).

2 komentar: