Jumat, 05 Juli 2013

# Cerpen # Cinta

Sebuah Cerpen



Mengapa rasa ini terasa begitu kuat? Tak kuasa aku untuk menahannya. Bukankah aku telah bersumpah untuk tak akan terpaut dengan hati yang baru? Bukankah aku telah membentengi diriku sendiri untuk tidak berangan-angan terlalu tinggi? Aku berjanji untuk tidak pernah jatuh cinta (lagi). Sudah cukup diriku meletakkan hatiku di tempat yang salah. Sudah cukup membalut diri dengan seribu dosa karena mengangankan dirinya yang bukan takdirku. Sudah cukup aku melayang kemudian terhempas seketika, saat kutahu kenyataannya tak seindah anganku. Aku tahu rasa kagum (atau mungkin cinta) ini adalah anugerah dari-Nya. Aku tahu rasa ini adalah rasa terindah yang diberikan-Nya untuk seluruh umat manusia. Tapi kenapa harus dia kemudian dia (yang lain)? Tapi kenapa ku harus mengagumi sosoknya yang bahkan mengenalku saja tidak. Rasa ini bagaikan candu. Rasa ini semakin lama semakin adiktif. 

Tahukah kau mengapa aku takut untuk jatuh cinta (lagi)? Karena aku rapuh. Kaulihat aku kuat. Tapi itu hanyalah topeng belaka. Tahukah kau mengapa aku takut untuk jatuh cinta (lagi)? Karena aku takut. Takut dia yang kuimpikan tak akan pernah menjadi milikku. Takut terlalu mengangankan dirinya terlalu jauh. Takut menghadapi kenyataan. Takut hatiku yang serapuh kaca ini hancur (lagi) berkeping-keping, seperti pertama kalinya aku mengenal cinta (yang semu). 

Dan aku memilih untuk menyimpan rasa ini sendiri. Mengagumi (atau mungkin Mencintai) dalam diam. Menyimpannya untuk diriku sendiri. Sakit memang. Sakit rasanya. Dia yang kukagumi mungkin tak bisa merasakannya. Dia yang selalu mengisi relung-relung hati ku yang kosong. Bayangannya yang selalu berputar-putar dalam pikiranku. Sakit rasanya, saat kutahu bahwa dia tidak mengetahui apa yang kurasa. Saat kutahu dia tidak merasakan apa yang kurasa. Sering kubertanya, adakah diriku di hatinya? Adakah diriku di pikirannya? Apakah dia memiliki rasa yang sama? Atau itu hanyalah sebuah impian semu belaka? 

Sindrom Obsessive-Compulsive yang saban hari menyerangku, hanya ingin tahu dia dimana? Dia sedang apa? Hanya ingin tahu, apa yang disukainya? Apa yang dibencinya? Kalau boleh jujur, semua itu kulakukan diluar area kesadaranku. Terjadi begitu saja. Oh, atau mungkin aku memang sudah gila. Dan inilah lelucon yang paling aku takutkan seumur hidupku. Gila karena dia. Gila karena cinta. 

Satu yang aku takutkan adalah kehilangan dirimu. Sering ku berkata bahwa memang mungkin aku benar-benar sedang gila jika benar aku takut kehilanganmu. Aku takut kalau kau bersama yang lain. Tapi, terkadang logika selalu menang, bisakah aku kehilangan apa yang tak pernah aku miliki?

Anonymous, on the edge of broken heart

Winter, New Year’s eve 2013


Postscript: Semoga mewakili perasaan para manusia-manusia galau di dunia. Iseng bikin cerpen bentuk narasi (tanpa dialog) yang lebih mirip curhatan colongan yang berasal dari hati hahahaha. Inspired by: Can’t Lose What You Never Had – Westlife :D


P.S.S: Cerpen ini dibuat delapan bulan yang lalu. Got it! Jangan su’udzon ini cuma cerpen. Cerpen ditulis pake tangan bukan pake hati :p. Maaf ya kalo menyayat hati *eh pede amat XD

2 komentar:

  1. yakin hanya ditulis tangan tanpa turut campur dari hati de? :)
    jangan galau karna cinta ya de. Allah sudah menentukan jodohnya ade sejak ade belum lahir. jadi buat apa mikiran hal yang sudah pasti akan ade dapatkan nantinya.
    Kalau kata almarhum Zainudin Mz :
    bahwa memang lebih baik makan singkong dalam kenyataan daripada makan roti tapi ngimpi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe aduh jadi malu... iya mas yakin itu nulisnya pakai tangan masa pakai hati hehe :p
      Oh itu lagi gak galau kok, mas. Itu juga saya bikinnya delapan bulan lalu, dan saya lupa saya waktu itu lagi galau apa enggak hehe, :p iseng-iseng aja :)
      Saya suka quotenya KH. Zainuddin MZ! :) hehe

      Hapus