Sabtu, 25 Februari 2017

# Ocehan

Lempar Komentar, Sembunyi Nama

Sudah hampir dua bulan TV di rumah rusak. Antara sedih dan senang, sih. Sedih karena nggak bisa nonton Rising Star dan Doraemon, tapi senang karena nggak perlu lagi nonton Anak Jalanan (yang sekarang pindah channel dan ganti judul-tapi-pemain-dan-ceritanya-sama-aja). Sejak TV di rumah rusak, segala sumber informasi di luar pun hanya bisa saya dapatkan via internet dan radio. Iya, radio. Itu pun seringnya radio RRI, bukan Prambors kayak waktu SMA dulu. Akibat sering dengerin radio pula, saya akhirnya jadi tahu I Feel It Coming The Weeknd yang range-suaranya-mirip-Michael-Jackson itu dan Mercy-nya Muse yang ternyata sudah rilis sejak 2015 lalu. Oke, ini nggak penting.
SKIP!!!
Segala sumber informasi yang biasanya saya cari via internet, sebagian besar saya dapatkan dari Line Today. Saya jadi tahu skandal misuh-misuh Dewi Perssik vs Nassar tanpa harus nonton infotainmen. Saya jadi tahu Awkarin rilis single baru yang dislikes-nya lebih banyak daripada likes-nya. Saya jadi tahu juga seputar pilkada DKI Jakarta serta hal yang faedah dan tidak faedah lainnya. Terima kasih, Line Today!
Kalau kalian sering baca berita di Line Today, mungkin familiar dengan kolom komentar yang disediakan di setiap akhir artikel. Biasanya, banyak sekali pengguna Line sekaligus pembaca setia Line Today yang menyalurkan unek-unek dan pendapatnya melalui kolom komentar tersebut. Pada berita-berita yang mengangkat isu panas––seperti isu politik yang semakin garang akhir-akhir ini––jumlah netizen yang berkomentar bisa mencapai ribuan. Tiga yang paling banyak upvote-nya akan menempati posisi puncak.
Sebagai seorang pembaca setia Line Today, tentu saja saya sering baca komentar-komentar teratas tersebut. Sering saya mengklik upvote pada komentar yang saya suka, kadang juga saya ikut nimbrung di kolom komentar di bawah komentar-komentar itu. Biasa, kerjaan orang suwung. Hehehe. Tapi, nggak jarang pula saya dibuat kesal dengan komentar-komentar teratas yang menyebalkan, terutama pada berita-berita yang sering menyentil isu sensitif sekarang ini. Biasanya saya abaikan dan menganggap bahwa sang komentator hanya satu dari sekian generasi micin Indonesia Raya yang paling micin. Halah. Tapi ketika saya sedang ikutan gedek, biasanya saya ikut komen masih dengan mengedepankan adab dan norma yang berlaku, tanpa perlu mengetikkan nama-nama binatang atau alat kelamin.
Akibat seringnya baca komentar-komentar dengan beraneka macam karakteristik tersebut membuat saya berpikir dan memutar memori masa lalu. Saya dulu pernah begitu micin dan alaynya ketika pertama kali punya sosial media. Salah satu sosial media yang jadi saksi bisu kemicinan saya adalah Twitter. Kadang kalau saya baca komentar netizen micin di Line Today yang sering melontarkan kalimat pedas bin sadis tersebut, bikin saya ingat kalau dulunya saya pernah seperti itu. Hahaha. Waktu SMA saya pernah fanwar di Twitter, baik against fanbase sebelah yang suka kata-katain artis favorit saya maupun against netizen negara sebelah ketika masa-masa piala AFF 2010. Saat itu Indonesia masuk final kontra Malaysia.
Ah, jika saya ingat masa jahiliyah saya waktu itu, kadang-kadang saya sedikit bisa menolerir sikap para netizen micin di jagad dunia maya Indonesia ini. Tapi, sering saya nggak habis pikir dengan kelakuan para netizen micin yang gemar berkomentar menyulut perang dan debat kusir. Apalagi jika ditambah bumbu-bumbu SARA. Semacam kurang kerjaan ngurusin dan komentarin hidup orang lain. Ayolah, masih banyak hal bermanfaat yang bisa dilakukan daripada terus menerus berperang komentar saling menghujat perbedaan masing-masing.
Namun, saya juga mafhum bahwa jenis netizen sumbu pendek yang gampang tersulut tersebut tidak bisa dilepaskan dari andil media massa. Kadang––atau sering––sejumlah media massa membungkus berita-berita mereka dengan misi yang mereka bawa. Misal, ada media pendukung X, tentu isi beritanya banyak yang condong memuji X tapi menyudutkan Y. Tentu saja keadaan seperti ini membuat pendukung X jemawa dan pendukung Y naik pitam. Ah, melihat keadaan tersebut rasanya semakin sedikit saja media massa yang benar-benar netral tanpa ada udang di balik bakwan batu.
Fenomena netizen sadis bin pedas nggak hanya di Line Today saja, di sosial media lain semacam Instagram pun juga banyak sekali. Bahkan mungkin, malah lebih ramai Instagram daripada Line Today. Biasanya para netizen-kurang-kerjaan-yang-gemar-komen-pedas sering menyambangi akun-akun publik figur. Ada artis Z upload foto pamer ketek, netizen komen: “Ih, keteknya kok item”, “Bulu keteknya udah numbuh, tuh”, dan lain-lain. Ada akun gosip yang bongkar aib artis W, kolom komentar di postingannya langsung ribuan. Ada berita tentang kebaikan hati seorang publik figur berbagi kepada kaum dhuafa, komentar yang muncul: “Halah, pencitraan!” Ah, Adek lelah baca komentar negatif mulu, Bang.
Perilaku-perilaku aneh bin ajaib para netizen micin Indonesia memang sensasional, Kawan. Coba para netizen yang gemar perang komentar itu saling dipertemukan dalam satu forum besar, saya yakin seribu persen mereka tidak akan sefrontal ketika di dunia maya. Coba para netizen yang suka komen pedas dan sadis di akun publik figur itu disuruh ngomong face to face, pasti mereka malah senyum gaje dan minta foto. Begitulah potret netizen-micin-yang-gemar-komen-negatif, hanya berani sembunyi di balik nama-nama yang bisa jadi nama-nama tersebut hanya samaran belaka.
 Saya, yang sudah tobat dari segala macam fanwar dan komen negatif (insyaa Allah), merasa prihatin dengan kondisi di atas. Apa sebegitu kurang bahagia dan kurang kerjaan para netizen Indonesia kini? Apa mereka kurang piknik juga? Kayaknya, pemerintah perlu bikin program Indonesia Piknik supaya netizen-micin-kurang-piknik bisa segera piknik dan berhenti bertingkah tidak berfaedah. Yha, saya nulis ini juga sambil berkaca kok. Saya kan juga pernah alay nan micin. Dulu, ketika belum dapat hidayah. Hehehe.
Well, tulisan ini sebenarnya hanya berupa unek-unek saja, tidak ada pembahasan aspek psikologis atau ilmiah lainnya. Saya hanya menuliskan keresahan saya melihat perilaku netizen dunia maya Indonesia Raya masa kini. Tapi netizen Indonesia nggak melulu micin kok, banyak juga yang cerdas dan selalu mengedepankan tabayyun sebelum komentar. Semoga netizen yang masih gemar mengumbar kemicinan segera piknik dan mendapatkan hidayah dari Tuhan yang Maha Kuasa. Semoga pula netizen yang cerdas tidak ketularan micin dan bisa mengedukasi saudaranya yang masih berkubang dalam kemicinan supaya kembali ke jalan yang benar. Aamiin…
(Postingan ini terlalu banyak menggunakan kata ‘micin’)
Baiklah, cukup sekian dan terima mahar~~

2 komentar:

  1. wah ini pake akun anonymus pasti ya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak cuma anonymous aja sih. Banyak yg pake nama2 aneh entah itu inisial atau display name yg kebanyakan emoticon. Begitulah memang~ sungguh misterius~ hehehe

      Hapus