Sabtu, 10 Januari 2015

# Experience

[Edisi Bolang] Menyusuri Rute Solo-Purwokerto PP

Awal tahun selalu menyajikan sesuatu yang baru untuk dikenang. Ya, salah satu hal yang membuat saya terkesan di awal tahun 2015, momen perjalanan pertama saya yang berbekal modal nekat. Bukan perjalanan biasa yang kerap kali saya lakukan bersama keluarga atau mengikuti program wisata sekolah. Ini berbeda, karena saya hanya bersama beberapa teman yang sama-sama buta daerah tujuan kami tersebut. Saya melakukan perjalanan nekat saya ini bukan karena tanpa alasan, saya bukan seorang tipe nekat yang tanpa perhitungan, tentu saja. Segala yang sudah saya lakukan tempo hari, sudah saya rencanakan jauh-jauh hari ketika berita itu tersiar. Ya, berita tentang pernikahan teman satu angkatan saya di Psikologi. Kami, satu angkatan, diundang untuk menghadiri pernikahan yang diadakan di Purwokerto, kota asal teman kami tersebut.
Berbekal beberapa peser uang, rasa penasaran untuk menambah pengalaman dan sejumput keberanian keluar dari zona nyaman, saya memutuskan mantap berangkat ke Purwokerto. Setelah sebelumnya, tentu saja, saya berdiskusi dengan beberapa teman saya, menanyakan kira-kira siapa saja yang akan berangkat ke sana dan bersedia berangkat bersama saya. Hehehe. Saya merencanakan berangkat hari Sabtu siang, menginap di rumah Tera di Kebumen, karena acara pernikahan teman saya itu diadakan pada esok harinya.
Tepat pukul 12.58 saya tiba di Stasiun Balapan, menunggu teman saya, Okta, sembari mengantri membeli tiket Prambanan Ekspres. Ya, kami berencana naik kereta Prameks ke Kutoarjo kemudian lanjut naik bus menuju Kebumen. Namun, ternyata tiket Prameks tujuan Kutoarjo telah habis. Padahal, itu adalah tiket terakhir, maka kami pun kemudian memutuskan untuk ke terminal Tirtonadi, menjalankan plan B, naik bus. Sesampai di Tirtonadi, kami menunggu bus yang direkomendasikan teman saya, bus Mandala, supaya kami tidak perlu oper bus dua kali. Hehe. Namun, sejak jam satu siang sampai jam setengah tiga, bus tersebut tak kunjung datang, akhirnya kami pun memutuskan untuk menggunakan plan C, naik bus ke Jogja, turun terminal Giwangan, lalu ganti bus jurusan Jogja-Purwokerto. Akhirnya, setelah menunggu sampai pukul 15.20, kami pun naik bus patas Eka menuju Jogjakarta.
Sekitar pukul 17.30, kami tiba di terminal Giwangan lalu segera naik bus ekonomi Jogja-Purwokerto yang bagian dalamnya sangat njomplang dengan bus Patas Eka. Besi-besi bus yang menghitam, selubung kursi yang robek sana-sini, sudah lama sekali nggak pernah naik bus semacam ini. Hahaha. Okay, saya pun mulai berkata pada diri sendiri bahwa bus ini bakal lama sekali sampai ke Kebumen. Tepat pukul 18.00, bus pun mulai melaju meninggalkan terminal Giwangan. Sumpek, panas, bau bensin, bertebaran di setiap sudut bus tersebut. Ini bukan masalah buat saya, karena saya lebih suka bus dengan Angin Cendela daripada Air Conditioner yang sering membuat kepala saya pusing dan perut mual. Hehehe.
Setelah selama tiga jam berkelana, tepat pukul 21.00, sampailah kami di Kedung Bener, Kebumen. Kami pun turun di persimpangan jalan tersebut, lantas menunggu dijemput Tera. Beberapa menit kemudian, datang Tera dan adiknya, Nurul, masing-masing membawa satu motor. Saya membonceng Tera, sedangkan Okta membonceng Nurul. Rumah Tera berada di tengah-tengah kota Kebumen, sangat dekat dengan alun-alun. Alun-alun Kebumen malam minggu itu masih penuh dipadati pengunjung meskipun malam semakin beranjak larut. Rencananya, kami akan diajak Tera berjalan-jalan ke alun-alun tersebut. Sampai di rumah Tera, saya segera menjama’ sholat Isya’ dan Maghrib, cuci kaki dan tangan, lalu berganti baju santai. Sekitar pukul 23.30, kami baru beranjak tidur.
Pukul 08.00 pagi, saya, Tera, dan Okta, bersiap berangkat ke Purwokerto. Rumah Tera yang di pinggir jalan raya memudahkan kami segera naik mini bus menuju ke persimpangan di mana bus-bus antarkota berlalu-lalang. Sesampainya di persimpangan, lagi-lagi kami naik bus ekonomi ke Purwokerto. Selama hampir tiga jam kami menyusuri jalanan Kebumen-Purwokerto, sampailah kami di terminal Bulupitu, Purwokerto. Kami mencari angkuta B1 yang akan membawa kami ke Auditorium Universitas Jenderal Soedirman. Ya, teman kami mengadakan pesta pernikahannya di auditorium tersebut.
Sekitar pukul 10.30 kami sampai di depan auditorium, kami datang terlalu awal. Padahal acara pernikahan teman saya itu masih sekitar pukul 13.00. Anyway, kami bertiga belum memakai baju kondangan sama sekali, lho. Sebelumnya, kami merencanakan kalau kami akan berjalan-jalan di areal Unsoed, baru berganti baju kondangan. Hehehe. Akhirnya, niat tersebut pun diurungkan karena kami juga agak lelah, ingin beristirahat sejenak di mushola FISIP Unsoed yang bersebelahan-agak-jauh dengan auditorium. Suasana kampus pada hari itu sangat lengang, hanya ada beberapa mahasiswa. Kami santai-santai di mushola sembari menunggu adzan Dhuhur. Setelah adzan Dhuhur terdengar, kami segera berwudhu dan sholat Dhuhur. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30, kami pun segera berganti baju kondangan.
Setelah touch-up selama hampir 30 menit, kami bergabung dengan Irfa, Meinar, Vinna, dan Lia yang baru saja tiba, kemudian kami bertemu Habibah dan temannya. Di depan gerbang, tampak Rizky Amalia menyambut kami. Kami berjalan bersama-sama menuju auditorium yang sudah tampak penuh dengan mobil-mobil, tamu undangan, dan karangan bunga.
Dekorasi panggung pernikahannya Ulfah :') 
Kami memasuki pintu samping, di mana pintu depan khusus untuk tamu laki-laki. Ya, ruangan auditorium Unsoed dibagi menjadi dua, sisi bagian depan untuk tamu laki-laki dan sisi bagian belakang untuk tamu perempuan. Takjub, begitulah perasaan kami ketika melangkahkan kaki ke pintu masuk samping auditorium. Warna ungu dam pink mendominasi dekorasi sepanjang pintu masuk. Mewah dan glamour, tampak sangat expensive. Haha. Mata kami kembali terbelalak dan bibir kami ternganga lebar ketika langkah demi langkah kaki kami memasuki ruangan auditorium. Panggung besar dengan kue pernikahan yang menjulang tinggi di sebelah kirinya, kursi pelaminan berwarna putih susu di tengah-tengahnya, serta hiasan bunga-bunga yang ditaruh di pot-pot besar berbentuk cawan di samping kanan-kiri dan di setiap gang kursi tamu. Seluruh atap auditorium dibungkus dengan kain yang dibentuk gelembung-gelembung berwarna ungu muda. Setiap kursi tamu dibungkus dengan kain berwarna putih dan dihiasi pita emas yang melingkar di sandarannya. Karpet merah yang ditimpahi kain putih bertabur kelopak-kelopak bunga berwarna putih memanjang di tengah-tengah kursi tamu. Jujur, baru kali ini saya menghadiri pernikahan sebegitu megahnya. Warna ungu yang menggambarkan keeleganan dan kemewahan memang sesuai sekali dengan konsep pernikahan teman saya itu. Kami hanya mampu berdecak mengagumi dekorasi yang tertata apik di setiap sudut auditorium. Pikiran kami masing-masing berkelana menaksir berapa ratus juta rupiah untuk membuat pernikahan semewah ini. Ya, kami hanya mampu menelan ludah. Hahaha.
Happy Wedding, Ulfah! Source: Path-nya Ulfah :D hehe
Acara demi acara terlewati, para tamu undangan dipersilahkan menyantap makanan yang dihidangkan prasmanan. Ada banyak jenis makanan, tamu undangan boleh memilih makanan sesuai selera. Bakso, siomay, zuppa soup, spaghetti, lasagna, kue tart yang sudah dipotong kecil, sirup buah-buahan, es krim, nasi dan lauk pauknya yang amat banyak. Hehehe. Serasa dimanjakan dengan berbagai makanan enak, kami kalap dan akhirnya kekenyangan. Haha.
Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 namun acara masih belum usai, banyak tamu undangan yang bersalaman dan berfoto dengan kedua mempelai. Di luar hujan deras masih terdengar nyaring menghantam atap auditorium. Perlahan-lahan hujan mulai sedikit mereda, digantikan oleh rapatan gerimis. Lia, Irfa, Vinna, dan Meinar dijemput oleh orangtua Vinna, sedangkan saya, Tera, Okta, Rizky, ditambah Rizki dan Sheilla, nebeng mobil orangtua Rizky sampai ke terminal Bulupitu. Alhamdulillah, kami tidak perlu susah-susah naik angkot, hehehe.
Sesampai di terminal Bulupitu, kami naik bus jurusan Purwokerto-Jogja. Ya, bus ekonomi lagi, dan tampak kurang valid keadaannya. Hiks. Hal yang paling saya tidak suka kalau naik bus ekonomi adalah, pengamen dan pedagang asongan yang berlalu-lalang, sudah sesak, jadi tambah sumpek. Sabar… sabar…. Bus berjalan sangat lambat dan berguncang-guncang. Saya sampai ngantuk dan memutuskan tidur sejenak, berharap ketika bangun sudah sampai Kebumen. Hahaha. Namun, tiba-tiba sesuatu yang aneh terjadi, bus kami mogok di daerah Buntu. Padahal, bus kami masih belum terlalu jauh dari Purwokerto. Penumpang di belakang ricuh, akibat supir bus yang tidak tanggap terhadap situasi. Tahu kalau busnya mogok, tapi tidak segera mengoperkan penumpang-penumpangnya ke bus lain. Kami terkatung-katung tanpa kejelasan, sedangkan di luar langit sudah mulai menggelap. Supir bus berusaha memperbaiki mesin bus yang mogok, hingga asapnya berterbangan memenuhi bagian dalam bus. Penumpang semakin ricuh dan marah-marah, satu persatu dari mereka kemudian turun, memutuskan untuk mencari bus lain. Tak lama kemudian, bus pun kembali dijalankan, namun ternyata bus hanya berpindah tempat parkir ke pom bensin dan melanjutkan memperbaiki mesin. Penumpang semakin tidak sabar, satu persatu pun turun dari bus. Kami berlima sebenarnya juga ingin segera turun dan berganti bus lain, namun kami berusaha bertanya kepada supir dan melakukan protes kecil. Akhirnya, setelah Sheilla dan Tera melakukan beberapa kali advokasi, kami pun mulai turun mencari bus lain. Tak apalah jika harus membayar bus lagi.
Saat kami turun, kenek bus sedang membagi-bagikan uang kami. Namun ternyata, uang yang dikembalikan hanya setengahnya saja. Menyebalkan. Tak apalah daripada tidak dikembalikan sama sekali, pikir saya saat itu. Beberapa penumpang banyak yang berjajar-jajar di pinggir jalan berharap ada bus yang bersedia mengangkut mereka sampai ke tempat tujuan. Bus-bus malam berlalu-lalang, namun satupun tidak ada yang berhenti, karena memang biasanya mereka hanya mau berhenti di terminal. Sedikit takut kalau-kalau bus sudah semakin minim menjelang malam yang kian larut. Namun akhirnya, Alhamdulillah, sebuah bus malam AC mau berhenti dan bersedia dibayar sepuluh ribu per orang. Rejeki anak sholehah! Meskipun tadi dapat bus nista-kurang-valid-dan-akhirnya-mogok, malah sekarang dapat bus AC dengan kursi empuk yang melaju cepat. Senang bukan kepalang.
Satu setengah jam kemudian, pukul 20.30, sampailah kami di Simpang Lima, Pejagoan, Kebumen. Di sana sudah menunggu ayah dan adik perempuan Tera. Kami dibagi dua kloter, kloter pertama Tera dan Sheilla kembali lebih dulu (karena hanya ada dua motor), kloter kedua baru saya, Rizki, dan Okta (sudah tambah satu motor lagi). Lagi-lagi, kami merepotkan keluarganya Tera yang sudah amat sangat berbaik hati menjemput kami meskipun malam telah larut. Terharu :’)
Sesampai di rumah Tera, kami segera mandi dan berganti baju tidur, kemudian sejenak bersantai sembari menonton televisi. Rencana kami untuk jalan-jalan ke alun-alun Kebumen hanya sekadar wacana semata. Ini semua gara-gara bus busuk nan nista yang menyebalkan dan menyedihkan. Hiks. But, never mind, sih. Anyway, saat itu saya tidur paling akhir karena masih ingin menonton NetTV. Jarang-jarang dapat kesempatan nonton NetTV, mengingat di rumah saya tidak memakai TV kabel. Hiks. Dan kebetulan juga, di NetTV sedang menayangkan American Music Awards. Lumayan. Hehehe. Saya baru beranjak tidur pukul 00.00.
Pukul 04.00, saya dibangunkan Rizki, kemudian kami sholat Shubuh. Setelah sholat, kami mandi, berkemas-kemas, kemudian sarapan. Pukul 06.30, kami bergantian diantar Tera dan adiknya ke Kedung Bener. Sekitar pukul 07.30 kami naik bus jurusan Purwokerto-Jogja. Pukul 08.00 kami sampai di Stasiun Kutoarjo, membeli tiket Prameks ke Solo Balapan bersama Lia, Meinar dan Irfa. Tepat pukul 09.15 kereta Prameks melaju meninggalkan Kutoarjo.
Melalui perjalanan edisi bocah ilang ini seakan memberikan sekelumit pengalaman dan pembelajaran yang berharga. Pada awalnya tidak pernah tahu rute bus dan daerah-daerah yang dilaluinya, kemudian menjadi semakin tahu dan paham akan daerah beserta bus apa yang melewatinya. Selain itu, menjadi semakin tahu kultur budaya dan pergaulan pada masing-masing daerah. Salah satu hal yang mampu memperkaya wawasan selain membaca buku adalah dengan melakukan perjalanan. Maka, jika kalian malas baca buku, sebaiknya sering-sering traveling supaya pengalaman dan pengetahuan kalian bertambah. Namun, tetap saja, supaya pengalaman kalian semakin balance harus seimbang antara baca buku dan traveling. Traveling nggak perlu jauh-jauh, mengunjungi kota yang terdekat dari tempat tinggalmu saja sudah mampu menambah wawasan kamu, kok.
Sebutir harapan tergumam di benak saya ketika deru gesekan roda besi kereta dan relnya saling beradu saing; “Semoga suatu saat bisa berkesempatan melakukan perjalanan ke luar Pulau Jawa dan ke luar Indonesia. Aamiin”
Selama 2,5 jam berada di kereta, akhirnya pada pukul 11.38 sampailah kami di Stasiun Balapan Solo dengan selamat. Alhamdulillah….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar