Selasa, 19 April 2016

# Ocehan

Umpat Mengumpat dan Sumpah Serapah


Warning: Tulisan ini berisi sejumlah kata-kata umpatan dan makian. Boleh dibaca, sebagai bahan pengetahuan, tidak untuk dipraktekkan atau diamalkan. Hati-hati, resiko berbibir sumbing jika nekat mempraktekkan! Ini warning-nya serius, jangan diketawain! *pasang tampang ala Bang Napi*

[source]
Saling memaki atau mengumpat bukan merupakan hal aneh. Kegiatan memaki atau mengumpat tersebut bisa dilakukan di mana saja, untuk mereka yang bibirnya belum pernah jontor ditabrak truk tronton. Mungkin lain ceritanya jika bibirnya telah telanjur jontor. Jangankan mengumpat, ngomong minta makan saja nggak jelas. Nasibmu, Nak…
Pasti di antara dari kita sering mendengar kata umpatan atau makian yang terlontar dari berbagai jenis manusia di luar sana. Bisa dari mulut teman-teman sekitar kita atau dari supir angkot yang kalap ketika penumpangnya diserobot rekannya sesama supir angkot. Mungkin kita tidak akan ambil pusing jika yang dijadikan sasaran umpatan dan sumpah serapah itu orang lain, bukan kita. Lain halnya apabila kita yang menjadi objek umpatan, pasti rasanya jengkel dan penuh gejolak amarah membara.
Mengumpat bisa dilakukan siapa saja, baik perempuan atau laki-laki. Akan tetapi nyatanya, lelaki lebih sering mengumpat dibandingkan wanita. Entahlah, saya tidak tahu sebab dan faktor psikologis mengapa lelaki suka sekali mengeluarkan kata umpatan. Lelaki sering mengumpat itu biasa, kalau perempuan sering mengumpat mungkin akan terlihat kasar dan tidak istri-able. Tapi jangan salah, perempuan banyak juga yang suka mengumpat, hanya saja lebih sering tidak ketahuan. Hehehe.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘umpat’ adalah perkataan keji atau kotor yang diucapkan karena marah, jengkel, kecewa, yang berupa cercaan, makian, atau sesalan. Sudah jelas menurut pengertian tersebut bahwa umpatan biasa diidentikkan dengan kata-kata kotor. Namun, perlu digarisbawahi bahwa kata-kata kotor tersebut biasanya masih berupa persepsi budaya. Seperti yang kita tahu, setiap bahasa di seluruh dunia tentu memilki kosakata umpatan tersendiri dalam kamusnya.
Beda negara, tentu beda jenis kosakata umpatan. Kosakata umpatan Jawa kebanyakan berkisar tentang sebutan-sebutan fauna yang biasanya ditampung di kebun binatang. Berbeda lagi dengan umpatan dalam bahasa Inggris, biasanya berkisar pada alat-alat kelamin dan hal-hal yang keluar darinya. Sebagai contoh, orang-orang Jawa dan tinggal di Jawa tentu akan familiar dengan umpatan; asu, bajingan, atau jangkrik. Berbeda dengan umpatan dalam bahasa Inggris semacam; asshole, shit, cunt, bitch, fuck, et cetera. Mungkin akan terasa aneh, jika ada orang Jawa yang baru belajar bahasa Inggris ingin mengumpat dalam bahasa Inggris malah bilang; dog, grasshopper, dan squirrel. Tapi, kalau kata umpatan dalam bahasa Inggris itu dialihbahasakan menjadi bahasa Jawa, maka artinya akan sama joroknya. Tidak terkesan lucu seperti dog ataupun squirrel.
Lalu saya juga jadi kepikiran, kira-kira Noam Chomsky juga melakukan klasifikasi kosakata umpatan dari setiap belahan dunia tidak, ya? Hahaha.
Padahal, sejatinya umpatan tidak sebatas kosakata nama-nama fauna dan nama-nama alat kelamin saja. Kembali lagi ke definisi umpatan menurut KBBI di atas, bahwa umpatan diucapkan ketika seseorang marah atau kecewa. Misalnya, ketika kita marah, lalu secara impulsif kita mengeluarkan sebaris kata, namun kata itu tidak termasuk dalam daftar panjang kosakata umpatan, maka kata itu sudah bisa disebut sebagai umpatan. Meskipun tidak memenuhi kaidah kotor dan jorok, akan tetapi niat si pengucap adalah untuk mengumpat, tentu hasilnya juga bermakna umpatan.
Tentu akan beda rasanya ketika mengucapkan “Oh, gethuk!” di situasi yang santai atau ketika sedang lapar, dengan mengucapkan “Oh, gethuk!” saat kita merasa marah dengan supir bus S*mber K*ncono yang asal klakson dan serobot sana-sini. Untuk situasi yang kedua, sama saja bermakna kita sedang mengatai supir itu dengan nama makanan favorit sejuta umat, gethuk. Entah wajahnya yang mirip gethuk atau otaknya yang sekecil gethuk. Bisa keduanya, mungkin.
Begitu pula sebaliknya, ketika mengatakan “jangkrik” di situasi yang biasa saja, tentu akan berbeda rasanya dengan mengatakan “jangkrik” ketika ada orang yang memfitnah kita. Untuk situasi yang kedua, tentu akan memunculkan bara pertengkaran.
Nah, memang mengucapkan suatu kata itu tergantung situasi dan kondisinya. Jika diucapkan dengan intonasi tertentu, maka kata tersebut bisa berubah menjadi semacam makian atau umpatan. Namun, saya tidak menyuruh kalian untuk mengucapkan asshole atau silit atau dubur meskipun dengan intonasi biasa saja. Kata tersebut, meskipun diucapkan dalam intonasi sederhana, tetap akan memicu perang mulut atau adu jotos, karena memiliki arti yang jorok dan tidak sopan. Dilarang sekali!
Jadi, memang innamal a’malu binniyat. Setiap perbuatan itu tergantung niat. Seperti kata saya tadi, jika mengucapkan ‘gethuk’ dengan niat mengatai supir bus, maka akan dicatat oleh malaikat Atid sebagai makian. Jika mengucapkan ‘jangkrik’ untuk menyebut nama hewan yang selalu bernyanyi setiap malam, maka tidak akan dicatat malaikat Atid sebagai umpatan.
Intinya, kita perlu berhati-hati dalam mengucapkan sesuatu. Semua yang kita ucapkan tentu akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Sebagaimana ancaman-Nya bagi setiap pengumpat dan pencela dalam Surat Al-Humazah; “Celakalah, bagi setiap pengumpat dan pencela!”
Mengumpat memang melegakan, tapi bisa membuat kecanduan. Sekali suka mengumpat, bibir kita akan dengan entengnya mengeluarkan berbagai macam umpatan. Hingga akhirnya, mengumpat jadi semacam bahasa yang digunakan sehari-hari, rasanya tidak eksklusif negatif lagi. Biasa saja.
Bagi lelaki yang suka mengumpat, maka banyak-banyaklah beristighfar. Lelaki pengumpat itu bukan ayah-able bagi calon anak-anak dari benihnya kelak. Begitu pula dengan perempuan yang suka mengumpat, juga harus selalu beristighfar. Jangan sampai ketika memiliki anak nantinya, kalian mencontohkan bahasa umpatan kepada anak kalian kelak. Ingat, perempuan adalah kunci peradaban. Jika perempuan rusak, maka rusaklah seluruh generasi.
Jika memang sedang marah, usahakan jangan terlalu mudah memuntahkan umpatan.
“Maka berbicaralah yang baik atau diam!”
Hmm… postingan ini entah kenapa makin ke bawah makin syar’i. Alhamdulillah ya… :D
Semoga bagi kalian yang membaca tulisan ini, meskipun hanya abal-abal dan penuh flight of ideas-nya, masih dapat mengambil manfaatnya. Tolong, bagian yang negatif silakan dibuang jauh-jauh sampai ke lorong blackhole. Hehehe…
Sampai jumpa di postingan selanjutnya… :) 
[source]

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus