“Balada
Mahasiswa yang mulai membuat Bab I, II, dan III padahal belum ambil Skripsi”
“Mahasiswa itu harus dipaksa menyicil latihan membuat skripsi dari semester awal, supaya nanti dapat gambaran saat skripsi yang sebenarnya…”
Teringat celoteh dosen saya – sepertinya
bukan dosen yang mengajar dua mata kuliah ini – tentang masalah skripsi dan
tetek bengeknya. Saya juga sebenarnya lupa-lupa ingat, sebenarnya kalimat itu
muncul dari pikiran saya sendiri atau benar merupakan milik dosen saya. Ah,
sudahlah, lupakan saja. Ya, kalimat itu sungguh benar adanya. Semua hal itu
harus dimulai sejak awal supaya akhirnya nanti tidak keteteran.
www.google.com |
Nah, itulah gunanya mata kuliah Metode
Penelitian baik Kuantitatif maupun Kualitatif. Tujuannya, supaya mahasiswa
dapat melakukan penelitian dengan sistematis yang nantinya akan digunakan
menyelesaikan skripsi. Ya, di sini tidak sepenuhnya belajar tentang menulis
laporan ilmiah, namun juga ada teori-teori lain yang berkaitan dengan masalah
penelitian. Anyway, seperti yang saya
tuliskan di atas, berlatih menulis itu tidak hanya cukup selama satu semester.
Semua memiliki proses latihan yang panjang. Jangan dikira sekali menulis
tiba-tiba langsung jreng, outstanding. Jadi,
kemampuan menulis itu harus terus menerus dikembangkan supaya menjadi lebih
baik lagi dari sebelumnya.
Begitu juga yang dilakukan dosen saya,
di mana dosen saya yang mengajar mata kuliah Kuantitatif sama dengan dosen yang
mengajar Psikologi Eksperimen. Sebuah keberuntungan? Ya, tentu saja, karena dua
mata kuliah ini saling berkaitan satu sama lain. Jadi, daripada dibimbing dosen
yang berbeda – bisa saja persepsi dan mengajarnya berbeda sehingga menyebabkan overlapping – lebih baik seperti ini. Namun
ternyata akibat dari satu dosen mengajar dua mata kuliah, terkadang beliau
mengajar dua mata kuliah secara bersamaan. Bahkan tugasnya pun sama, sama-sama
membuat proposal penelitian. Proposal penelitian yang dikerjakan bertahap dari
Bab I sampai Bab III sampai penghujung semester. Saat tiba waktu ujian pun, kedua
mata kuliah ini diujikan dalam waktu satu hari, dirapel! Bisa kalian bayangkan
bagaimana peningnya otak kami saat harus belajar di hadapan buku setebal novel
Harry Potter – masih lebih menarik Harry Potter, pastinya – dan belajar SPSS
juga (SPSS adalah software yang
digunakan untuk mengolah data secara statistik). Setiap tiba ujian Kuantitatif
selalu berbarengan dengan ujian Eksperimen, kepala kami terasa cenat-cenut.
Keluar dari ruang kuliah pasca ujian, raut muka kami terlihat kusut, kecuali
mahasiswa ‘cemerlang’ (bukan saya, sepertinya).
Nah, kalau Kuantitatif itu semacam teorinya,
kalau prakteknya ada di Eksperimen. Itulah mengapa dua mata kuliah ini sangat
serasi disandingkan. Halah. Banyak cerita dan momen istimewa yang terekam
selama satu semester bersama Psikologi Eksperimen. Cerita berawal dari memasuki
awal semester empat yang langsung dibuka dengan pengelompokan kelompok praktikum
Eksperimen. Satu kelompok terdiri dari tujuh orang. Saya satu kelompok dengan
Hentyn, Rio, Rizky, Siti, Naila, dan Nisa. Yup, kumpulan anak-anak keren dan
paling bersemangat yang bekerja bersama saya selama satu semester penuh. Saya
sungguh beruntung bisa satu kelompok dengan mereka. Kelompok kami dibimbing
oleh Mbak Ariska Rizal. Seorang kakak asisten paling menyenangkan yang pernah
saya kenal.
Pada tugas pertama Psikologi Eksperimen,
kami melakukan praktikum laboratorium lantas dilanjutkan dengan menulis laporan
praktikum. Masuk laboratorium, praktikum selama satu jam dari jam 15.00 –
16.00, dan mengerjakan laporan hingga lepas Maghrib, bahkan lepas Isya’ kami
masih di kampus hanya untuk meneruskan laporan yang ditulis tangan. Fiuh,
melelahkan tapi kami senang. Selama empat minggu kami berkutat dengan praktikum
dan laporannya. Kami masih melakukannya dengan riang gembira, penuh canda,
makan bareng, dan lain-lain. Ya, momen keren yang menyenangkan bersama
teman-teman satu kelompok.
Empat minggu pun terlewati, kami sudah
lepas dari tanggungan praktikum lab. Lega? Ya, tentu saja. Tapi, tunggu dulu,
masih ada tantangan lebih keren lagi pasca praktikum lab. Apa itu? Praktikum
lapangan! Perut saya pun terasa mulas saat mendengarkan tugas-tugas apa saja yang
menghampar selama eksperimen lapangan. Sebelum kami melakukan eksperimen
lapangan, kami harus menentukan judul dan tema apa yang nantinya akan kami
pakai. Kami pun menuliskan beberapa judul yang kami usulkan pada asisten, kami
harus menunggu dulu judul apa yang nantinya akan disetujui oleh dosen.
Tidak terlampau lama kami menunggu,
dosen pun menyetujui judul kami tentang ‘Pemilihan Musik pada Remaja’. Ya,
berawal dari pertanyaan salah satu teman saya, Nisa, tentang; sebenarnya apa
sih yang membuat remaja itu menyukai suatu genre musik tertentu? Apakah karena
mereka merasa bahwa salah satu genre musik tertentu dapat menaikkan harga diri
mereka? Yup, pada mulanya kami menggunakan tema tentang, harga diri yang
berhubungan dengan pemilihan selera musik. Eits, tapi ternyata setelah
konsultasi kedua kalinya, kami disuruh mengganti temanya. Menurut dosen kami,
lebih cocok kalau kita menggunakan tema konformitas dalam pemilihan selera
musik. (Konformitas adalah sebuah
kecenderungan di mana seseorang cenderung mengikuti kelompoknya dengan
keinginan supaya dapat diterima oleh kelompoknya. Fenomena ini paling sering,
kan, kita temui pada remaja. Misalnya, remaja yang satu geng biasanya suka
menyamakan diri mereka dengan kelompoknya dalam hal fashion).
Lalu, kami pun mengganti tema kami
menjadi konformitas. Padahal kami sudah membuat latar belakang dan landasan
teori, semuanya menggunakan teori harga diri. Hiks, harus ganti lagi, mulai searching, browsing, download
jurnal, dan ke perpustakaan, lagi. Setelah membuat bab satu sampai tiga
bersamaan dengan proses koreksi-revisi, kemudian kami lanjutkan untuk segera
melaksanakan eksperimen lapangan untuk melanjutkan laporan, bab empat sampai
lampiran.
Konfederasi dan Subyek Penelitian. Eh, di belakang ada mbak Ariska |
Setelah selesai melakukan eksperimen,
kami mengerjakan laporan dengan sistem ngebut maksimal. Rasanya ingin menangis
meraung-raung, karena di tengah kesibukan mengerjakan laporan, yang senantiasa
melalui proses koreksi-revisi, saya juga disibukkan oleh urusan kegiatan
seminar dan konflik di dalamnya. Rasanya nggrantes
maksimal! Hah, ya Allah, saya harus mendahulukan yang mana? Mau nggak mau kalau
keadaannya seperti itu saya harus ikhlas dengan mengorbankan salah satu. Well, saya bisa kuliah dengan ridho
Allah dan orang tua, maka saya lebih mendahulukan kuliah saya. Bukan bermaksud
mengesampingkan amanah lain, tapi saya tidak bisa mengkhianati Allah dan orang
tua saya.
Setelah tugas itu selesai, rasanya sudah
mulai lega. Tapi, masih tetap tugas dari mata kuliah lain menghantam
bertubi-tubi. Kepala saya sampai pening saking bingungnya harus mendahulukan
tugas yang mana dulu. Deadline hampir bersamaan, rasanya nggrantes maksimal kuadrat! Pikiran saya yang terpecah belah bagaikan
kepribadian Billy Milligan itu membuat saya menghadapi konflik, masalah, dan
kecaman dari orang-orang sekitar saya. Ketika saya mengerjakan tugas satunya,
teman satu tim di tugas lain marah-marah tak rela. Ketika saya mengerjakan
tugas lain, teman satu tim di tugas satunya menggeretakkan gigi mereka menahan
amarah. Well, saya tetaplah manusia,
tentu tidaklah sempurna. Pekerjaan saya juga masih banyak cacatnya meskipun
saya sudah terguling dan terkoyak berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan baik
dan semaksimal saya.
Namun, eksperimen masih berlanjut.
Eksperimen lapangan tentang konformitas yang lalu adalah tugas eksperimen
non-intervensi. Masih ada tugas satu lagi sebagai penutup rangkaian eksperimen
kali ini yaitu, tugas eksperimen intervensi. Tugas eksperimen intervensi kali
ini menggunakan tema yang ditentukan oleh dosen yaitu, pendidikan. Selain itu,
pada eksperimen kali ini, kami tidak membuat eksperimen dan memikirkan semuanya
sendiri seperti eksperimen non-intevensi kemarin, melainkan melakukan
eksperimen replikasi. Kami pun mencari jurnal Psikologi tentang intervensi
dalam ranah pendidikan. Jurnal penelitian intervensi tentang pendidikan sangat
banyak, tapi kebanyakan penelitiannya dilakukan oleh mahasiswa atau dosen FKIP.
Di mana biasanya yang berlatar belakang pendidikan masih kurang menyoroti sisi
psikologisnya, jadi masih agak berbeda dengan intervensi pendidikan dengan
metode Psikologi. Akhirnya, setelah melalui proses browsing-serching-download yang panjang dan berulang-ulang, usulan
jurnal kami pun disetujui.
Untungnya ada ibu guru yang bantuin saya :D |
Bermain sambil menghafal huruf bersama kakak Hentyn :p |
Bu Guru Siti dan Naila lagi contohin bikin huruf. Perhatikan ya... |
Akhirnya kelar eksperimen intervensi selama lima hari. Terima kasih ibu guru dan adik semua :D |
Bersambung di…. Sidang Eksperimen di Dua Dasawarsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar