Jumat, 15 Agustus 2014

# College

Psikologi Eksperimen featuring Metode Penelitian Kuantitatif

“Balada Mahasiswa yang mulai membuat Bab I, II, dan III padahal belum ambil Skripsi”
“Mahasiswa itu harus dipaksa menyicil latihan membuat skripsi dari semester awal, supaya nanti dapat gambaran saat skripsi yang sebenarnya…”
Teringat celoteh dosen saya – sepertinya bukan dosen yang mengajar dua mata kuliah ini – tentang masalah skripsi dan tetek bengeknya. Saya juga sebenarnya lupa-lupa ingat, sebenarnya kalimat itu muncul dari pikiran saya sendiri atau benar merupakan milik dosen saya. Ah, sudahlah, lupakan saja. Ya, kalimat itu sungguh benar adanya. Semua hal itu harus dimulai sejak awal supaya akhirnya nanti tidak keteteran.
www.google.com
Begitu pula dengan masalah penulisan laporan penelitian dan karya ilmiah, harus dilatih sejak memasuki awal masa kuliah, bahkan kalau bisa, sih, sudah dilatih sejak masih sekolah menengah. Menulis itu bukan bakat, melainkan hasil dari latihan yang terus menerus. Begitu pula dengan menulis laporan ilmiah, supaya paragraf awal sampai akhir tersusun sistematis, saling berkesinambungan antara das sein dan das sollen-nya, tentu dibutuhkan proses latihan menulis yang tidak singkat. Apalagi untuk orang yang tidak terbiasa menulis atau malas menulis tentu proses latihan itu akan terasa lama nan membosankan. Terlebih lagi jika ingin latihan menulis tapi sebelumnya tidak punya modal awal terlebih dahulu yaitu, banyak membaca buku, tentu akan sulit untuk memulai dan menyusun rangkaian kalimat demi kalimat sampai membentuk paragraf yang padu.
Nah, itulah gunanya mata kuliah Metode Penelitian baik Kuantitatif maupun Kualitatif. Tujuannya, supaya mahasiswa dapat melakukan penelitian dengan sistematis yang nantinya akan digunakan menyelesaikan skripsi. Ya, di sini tidak sepenuhnya belajar tentang menulis laporan ilmiah, namun juga ada teori-teori lain yang berkaitan dengan masalah penelitian. Anyway, seperti yang saya tuliskan di atas, berlatih menulis itu tidak hanya cukup selama satu semester. Semua memiliki proses latihan yang panjang. Jangan dikira sekali menulis tiba-tiba langsung jreng, outstanding. Jadi, kemampuan menulis itu harus terus menerus dikembangkan supaya menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
Begitu juga yang dilakukan dosen saya, di mana dosen saya yang mengajar mata kuliah Kuantitatif sama dengan dosen yang mengajar Psikologi Eksperimen. Sebuah keberuntungan? Ya, tentu saja, karena dua mata kuliah ini saling berkaitan satu sama lain. Jadi, daripada dibimbing dosen yang berbeda – bisa saja persepsi dan mengajarnya berbeda sehingga menyebabkan overlapping – lebih baik seperti ini. Namun ternyata akibat dari satu dosen mengajar dua mata kuliah, terkadang beliau mengajar dua mata kuliah secara bersamaan. Bahkan tugasnya pun sama, sama-sama membuat proposal penelitian. Proposal penelitian yang dikerjakan bertahap dari Bab I sampai Bab III sampai penghujung semester. Saat tiba waktu ujian pun, kedua mata kuliah ini diujikan dalam waktu satu hari, dirapel! Bisa kalian bayangkan bagaimana peningnya otak kami saat harus belajar di hadapan buku setebal novel Harry Potter – masih lebih menarik Harry Potter, pastinya – dan belajar SPSS juga (SPSS adalah software yang digunakan untuk mengolah data secara statistik). Setiap tiba ujian Kuantitatif selalu berbarengan dengan ujian Eksperimen, kepala kami terasa cenat-cenut. Keluar dari ruang kuliah pasca ujian, raut muka kami terlihat kusut, kecuali mahasiswa ‘cemerlang’ (bukan saya, sepertinya).  
Nah, kalau Kuantitatif itu semacam teorinya, kalau prakteknya ada di Eksperimen. Itulah mengapa dua mata kuliah ini sangat serasi disandingkan. Halah. Banyak cerita dan momen istimewa yang terekam selama satu semester bersama Psikologi Eksperimen. Cerita berawal dari memasuki awal semester empat yang langsung dibuka dengan pengelompokan kelompok praktikum Eksperimen. Satu kelompok terdiri dari tujuh orang. Saya satu kelompok dengan Hentyn, Rio, Rizky, Siti, Naila, dan Nisa. Yup, kumpulan anak-anak keren dan paling bersemangat yang bekerja bersama saya selama satu semester penuh. Saya sungguh beruntung bisa satu kelompok dengan mereka. Kelompok kami dibimbing oleh Mbak Ariska Rizal. Seorang kakak asisten paling menyenangkan yang pernah saya kenal.
Pada tugas pertama Psikologi Eksperimen, kami melakukan praktikum laboratorium lantas dilanjutkan dengan menulis laporan praktikum. Masuk laboratorium, praktikum selama satu jam dari jam 15.00 – 16.00, dan mengerjakan laporan hingga lepas Maghrib, bahkan lepas Isya’ kami masih di kampus hanya untuk meneruskan laporan yang ditulis tangan. Fiuh, melelahkan tapi kami senang. Selama empat minggu kami berkutat dengan praktikum dan laporannya. Kami masih melakukannya dengan riang gembira, penuh canda, makan bareng, dan lain-lain. Ya, momen keren yang menyenangkan bersama teman-teman satu kelompok.
Empat minggu pun terlewati, kami sudah lepas dari tanggungan praktikum lab. Lega? Ya, tentu saja. Tapi, tunggu dulu, masih ada tantangan lebih keren lagi pasca praktikum lab. Apa itu? Praktikum lapangan! Perut saya pun terasa mulas saat mendengarkan tugas-tugas apa saja yang menghampar selama eksperimen lapangan. Sebelum kami melakukan eksperimen lapangan, kami harus menentukan judul dan tema apa yang nantinya akan kami pakai. Kami pun menuliskan beberapa judul yang kami usulkan pada asisten, kami harus menunggu dulu judul apa yang nantinya akan disetujui oleh dosen.
Tidak terlampau lama kami menunggu, dosen pun menyetujui judul kami tentang ‘Pemilihan Musik pada Remaja’. Ya, berawal dari pertanyaan salah satu teman saya, Nisa, tentang; sebenarnya apa sih yang membuat remaja itu menyukai suatu genre musik tertentu? Apakah karena mereka merasa bahwa salah satu genre musik tertentu dapat menaikkan harga diri mereka? Yup, pada mulanya kami menggunakan tema tentang, harga diri yang berhubungan dengan pemilihan selera musik. Eits, tapi ternyata setelah konsultasi kedua kalinya, kami disuruh mengganti temanya. Menurut dosen kami, lebih cocok kalau kita menggunakan tema konformitas dalam pemilihan selera musik. (Konformitas adalah sebuah kecenderungan di mana seseorang cenderung mengikuti kelompoknya dengan keinginan supaya dapat diterima oleh kelompoknya. Fenomena ini paling sering, kan, kita temui pada remaja. Misalnya, remaja yang satu geng biasanya suka menyamakan diri mereka dengan kelompoknya dalam hal fashion).
Lalu, kami pun mengganti tema kami menjadi konformitas. Padahal kami sudah membuat latar belakang dan landasan teori, semuanya menggunakan teori harga diri. Hiks, harus ganti lagi, mulai searching, browsing, download jurnal, dan ke perpustakaan, lagi. Setelah membuat bab satu sampai tiga bersamaan dengan proses koreksi-revisi, kemudian kami lanjutkan untuk segera melaksanakan eksperimen lapangan untuk melanjutkan laporan, bab empat sampai lampiran.
Konfederasi dan Subyek Penelitian. Eh, di belakang ada mbak Ariska
Nah, karena kami ingin meneliti perilaku pemilihan selera musik pada remaja, maka kami harus mencari anak remaja sebagai subyek penelitian. Hm, sulit dan susah sekali, apalagi yang harus kami cari adalah anak SMP. Kami mengunjungi satu sekolah ke sekolah lain, kampung ke kampung, di tengah panas terik matahari. Capek, tentu saja. Meskipun harus berpeluh, lapar melilit lambung, bete-betean, tapi kami harus terus menerjang aral. Akhirnya, setelah kami mengerahkan segala kemampuan yang ada, kami berhasil mendapatkan dua belas subyek. Sebenarnya masih kurang, tapi, ya sudahlah waktunya juga sudah mepet. Kedua belas subyek tersebut kami ajak ke kampus kami. Kami kasihan dengan mereka yang dengan sukarela dan senang hati mau membantu kami sehingga harus pulang kesorean. Terima kasih adik-adik semua, semoga kalian selalu mendapat keberuntungan dan kesuksesan dunia dan akhirat.
Setelah selesai melakukan eksperimen, kami mengerjakan laporan dengan sistem ngebut maksimal. Rasanya ingin menangis meraung-raung, karena di tengah kesibukan mengerjakan laporan, yang senantiasa melalui proses koreksi-revisi, saya juga disibukkan oleh urusan kegiatan seminar dan konflik di dalamnya. Rasanya nggrantes maksimal! Hah, ya Allah, saya harus mendahulukan yang mana? Mau nggak mau kalau keadaannya seperti itu saya harus ikhlas dengan mengorbankan salah satu. Well, saya bisa kuliah dengan ridho Allah dan orang tua, maka saya lebih mendahulukan kuliah saya. Bukan bermaksud mengesampingkan amanah lain, tapi saya tidak bisa mengkhianati Allah dan orang tua saya.
Setelah tugas itu selesai, rasanya sudah mulai lega. Tapi, masih tetap tugas dari mata kuliah lain menghantam bertubi-tubi. Kepala saya sampai pening saking bingungnya harus mendahulukan tugas yang mana dulu. Deadline hampir bersamaan, rasanya nggrantes maksimal kuadrat! Pikiran saya yang terpecah belah bagaikan kepribadian Billy Milligan itu membuat saya menghadapi konflik, masalah, dan kecaman dari orang-orang sekitar saya. Ketika saya mengerjakan tugas satunya, teman satu tim di tugas lain marah-marah tak rela. Ketika saya mengerjakan tugas lain, teman satu tim di tugas satunya menggeretakkan gigi mereka menahan amarah. Well, saya tetaplah manusia, tentu tidaklah sempurna. Pekerjaan saya juga masih banyak cacatnya meskipun saya sudah terguling dan terkoyak berusaha menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan semaksimal saya.
Namun, eksperimen masih berlanjut. Eksperimen lapangan tentang konformitas yang lalu adalah tugas eksperimen non-intervensi. Masih ada tugas satu lagi sebagai penutup rangkaian eksperimen kali ini yaitu, tugas eksperimen intervensi. Tugas eksperimen intervensi kali ini menggunakan tema yang ditentukan oleh dosen yaitu, pendidikan. Selain itu, pada eksperimen kali ini, kami tidak membuat eksperimen dan memikirkan semuanya sendiri seperti eksperimen non-intevensi kemarin, melainkan melakukan eksperimen replikasi. Kami pun mencari jurnal Psikologi tentang intervensi dalam ranah pendidikan. Jurnal penelitian intervensi tentang pendidikan sangat banyak, tapi kebanyakan penelitiannya dilakukan oleh mahasiswa atau dosen FKIP. Di mana biasanya yang berlatar belakang pendidikan masih kurang menyoroti sisi psikologisnya, jadi masih agak berbeda dengan intervensi pendidikan dengan metode Psikologi. Akhirnya, setelah melalui proses browsing-serching-download yang panjang dan berulang-ulang, usulan jurnal kami pun disetujui.
Untungnya ada ibu guru yang bantuin saya :D

Jurnal yang disetujui untuk direplikasi adalah, Metode Multisensori dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa. Awalnya kami memutuskan untuk menggunakan siswa SD kelas 1 yang menurut kami, mungkin, setidaknya ada beberapa anak yang belum bisa membaca. Namun, pada saat melakukan pretest di sebuah SD, kenyataannya semua anak SD kelas 1 sudah bisa membaca. Akhirnya, kami memutuskan untuk melakukan penelitian dengan subyek anak TK kelas A yang jelas-jelas ada banyak yang belum bisa membaca. Dan memang benar, saat melakukan pretest kami menemukan banyak yang belum bisa membaca. Hahaha, terdengar sedikit lucu, tapi boleh lah dicoba, meskipun anak TK sebenarnya belum boleh diajari membaca. Lagipula, penelitian ini insyaa Allah akan bermanfaat ke depannya buat anak-anak di TK itu.
Bermain sambil menghafal huruf bersama kakak Hentyn :p
Selama lima hari kami melakukan penelitian, dari proses pretest, intervensi, sampai posttest. Selama lima hari, bolak-balik kampus-TK, mengambil alih peran guru untuk mengajar (karena proses intervensinya harus mengajar). Bermain bersama anak-anak TK yang super bandel dan susah diatur, khusunya anak cowok. Haduh, memang capek tapi kami senang. Kami amat sangat merepotkan guru-guru di sana. Terima kasih, ibu guru semuanya.
Bu Guru Siti dan Naila lagi contohin bikin huruf. Perhatikan ya...
Alhamdulillah, dengan sisa semangat dan tenaga yang ngebut maksimal, akhirnya kami dapat menyelesaikan laporan eksperimen intervensi ini. Puji syukur, helaan nafas penuh kelegaan, raut muka sumringah, terpancar dari kami. Hei, tapi masih ada banyak ujian yang menanti di depan mata, selain ujian teori ada pula ujian sidang hasil eksperimen intervensi dan non-intervensi. Cemas? Ya, tentu saja. Bahkan beberapa hari pasca pengumpulan laporan eksperimen intervensi, beredar jarkom tentang jadwal sidang per-kelompok. Kelompok kami, mendapat kesempatan sidang paling pertama kali dari kelompok lainnya, yaitu hari Rabu, 11 Juni 2014, pukul 15.30 – 16.30. Hari Rabu, tanggal 11 Juni, oh-em-ji, hari itu bertepatan dengan umur saya yang mulai meninggalkan usia belasan….
Akhirnya kelar eksperimen intervensi selama lima hari. Terima kasih ibu guru dan adik semua :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar