Sabtu, 16 Agustus 2014

# College

Semester Empat Penuh Cerita


“Serasa baru saja dibangunkan dari default masa remaja yang penuh dengan khayal serupa FTV dan drama Korea. Setumpuk novel pun sudah harus tergantikan andilnya oleh jurnal ilmiah dan buku tebal yang berat nan memusingkan”
Tahun-tahun berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin saya mengenakan baju putih abu-abu lantas tiba-tiba waktu pun bergulir dengan kecepatan lesatan anak panah hingga sampai pada penghujung akhir masa putih abu-abu. Saya harus menanggalkan seragam kesayangan saya, seragam yang menyimpan banyak kenangan selama masih berstatus sebagai siswi Sekolah Menengah Atas.
Saya pun tersadar, waktu terasa amat singkat. Saya sudah bukan lagi sebagai siswa sekolahan yang masih bergantung dengan tata tertib serta nasihat dari bapak-ibu guru di sekolah. Lulus SMA artinya kita telah memasuki jenjang pendidikan lebih tinggi, universitas.
Universitas, tempat di mana tak ada lagi bapak-ibu guru mengingatkanmu sampai berbusa jika kamu melakukan kebandelan. Tempat di mana kamu sudah dianggap tahu dan paham akan apa itu salah dan benar, apa tujuan hidupmu di masa depan, serta apa konsekuensi yang kamu lakukan sekarang untuk masa depanmu kelak. Semua itu tercermin dari tak ada lagi seragam yang harus kita kenakan di universitas. Seragam itu telah tergantikan baju bebas. Bebas, namun masih tetap dalam aturan-aturan yang ada. Bebas yang berarti warna serta stylenya berbeda-beda tiap individu namun masih ada aturan tentang jenis pakaian yang digunakan. Peraturan tiap universitas berbeda-beda, bahkan kebijakan setiap fakultas pun berbeda-beda meskipun dalam satu universitas. Jangan dipikir di universitas bisa seenaknya pakai baju yukensi atau rok mini. Mau kuliah atau mau jual diri?
Ya, universitas atau perguruan tinggi. Tempat di mana kamu menemukan daya kritisimu semakin meningkat. Tempat di mana kamu mulai mempertanyakan segala eksistensi yang ada di muka bumi, bahkan mempertanyakan tentang keyakinanmu yang kamu anut sejak belia. Tak jarang akibat dari fenomena ini banyak mahasiswa yang mulai berpindah haluan karena merasa meragu akan apa yang telah lama dianutnya sejak lama.
Hei, tapi itu bukan semata-mata tempat saja yang menentukannya. Semua aspek-aspek perkembangan daya pikir serta psikologis, dari mulai berpikir abstrak sampai kritis, semua itu terjadi karena adanya tugas perkembangan. Tugas perkembangan masa dewasa awal sangat ditempa dalam kehidupan kampus yang serba kritis dan idealis. Tidak hanya butuh pemikiran logis tapi juga analitis. Tidak hanya pasif menerima mentah-mentah suatu informasi atau ide, namun juga perlu pandangan sedikit skeptis. Ya, daya pikir kita sedang berkembang pesat, mungkin bisa saja ini golden age periode kedua dalam masa perkembangan manusia.
Tertatih-tatih terseret oleh sang kala yang melesat sekedipan mata, tanpa sadar saya sudah berada di penghujung usia belasan. Penghujung usia belasan dengan segunung pelajaran berharga untuk menyongsong usia puluhan. Mulai menapaki masa dewasa awal dan menyadarkan diri bahwa kenyataan itu tak selalu indah seperti ketika masa kanak-kanak. Memasuki dunia kampus, terseret oleh arus kegiatan mahasiswa, berputar-putar dalam pusaran kegiatan akademis, terjebak dan terbelenggu oleh keinginan mendapatkan indeks prestasi yang gemilang.
"Ah, nyatanya lollipop dan seperangkat lego pun sudah tergantikan oleh pahitnya kopi tengah malam dan laptop yang menyala."
source: www.google.com
Puncak dari segala ke-hectic-an dunia kampus yang saya alami adalah di semester empat. Entah apakah akan ada klimaks-klimaks lain di semester selanjutnya. Semester empat mengajari saya bahwa hidup ini sudah serba cepat, tantangan ke depan semakin menghadang, bukan saatnya bersantai-santai dengan keadaan. Banyak hal yang saya pelajari, tak hanya di bangku kuliah, tapi di kehidupan luar yang lebih keras. Masalah bertubi-tubi yang serasa mencekik pikiran, menguras perasaan, dan menggumpalkan amarah, telah memberikan hamparan pelajaran sebagai bekal masa depan. Ah, ya, saya telah diseret dalam hiruk pikuk realita yang sebenarnya.
Rangkaian kisah asam manis lika-liku semester empat pun telah saya lalui selama lima bulan belakang. Mulai dari tugas yang serasa tak ada habis-habisnya sampai kegiatan lain yang banyak menyita energi fisik dan psikis. Langkah penuh keoptimisan di awal semester lambat laun mulai terabrasi dengan ketidakfokusan yang kian melanda batin. Tugas yang sebegitu banyaknya dan amanah yang masih senantiasa menggelayuti bahu rapuh saya membuat saya kurang fokus dalam menyelesaikan semuanya satu demi satu. Pikiran pun bercabang-cabang untuk menyamaratakan porsi supaya deadline tanggungan yang selalu bersamaan dapat diselesaikan tepat waktu. Namun nyatanya, saya harus mengorbankan salah satu hal karena mendahulukan prioritas utama. Tetap saya kerjakan, namun molor melebihi deadline yang diberikan. Saya merasa, separuh diri saya hilang saat itu. Ini bukanlah saya jika mengerjakan hal sampai melebihi tenggat waktu. Merasa sangat bersalah, tentu saja. Selama satu semester terkungkung oleh kecemasan dan perasaan yang sulit diejawantahkan. Saya mulai dijajaki rasa malas, kesal, benci setengah mati, sedih, takut, cemas, campur aduk tidak karuan. Stamina fisik saya menurun, saya sering kecapekan, pusing, terserang flu, mudah sekali stress dan pressure yang bertubi-tubi menurunkan sistem imun saya. Well, saya sedang mencoba beradaptasi dan menata raga supaya lebih kuat.
source; www.google.com
Rangkaian tugas dan kegiatan yang tak ada habis-habisnya membuat saya sering kena komplain orang tua saya karena terlalu malas dan capek mengerjakan pekerjaan rumah, terlambat menjemput adik di sekolah, quality time untuk sekadar membaca novel pun harus rela terenggut oleh saatnya mengerjakan tugas yang kian hari kian bertambah, dan juga waktu untuk menulis pun tersita sepenuhnya. Saya hanya mengupdate tumblr saya, itupun dengan tulisan ringan dan pendek yang tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya. Ide untuk memulai one shot story berulangkali bermunculan, namun jemari terasa kaku untuk merangkaikanya dalam untaian kalimat. Dunia serasa seperti doomsday karena merasa waktu-waktu saya kurang berkualitas tanpa menuliskan apa yang saya ingin tulis.
Apa enaknya, sih, menulis sesuatu karena paksaan bukan karena keinginanmu sendiri? Mau tidak mau menulis sesuatu karena itu merupakan tugas yang harus dikerjakan dan diselesaikan. Ah, ya, dan saya merasa hidup saya terpasung dalam kotak hitam yang tertutup rapat.
Eksperimen Lapangan di TK
Rangkaian tugas yang penuh warna-warni tersebut dimulai dari mata kuliah Psikologi Eksperimen. Mata kuliah yang banyak menyita waktu karena kami harus berkutat dengan praktikum laboratorium kemudian dilanjutkan dengan menulis laporan praktikum. Belum lagi nanti laporan praktikum harus direvisi oleh asisten dosen. Alhamdulillah, kelompok kami dibimbing oleh asisten yang bukan tipe aneh-aneh seperti asisten kelompok lain. Praktikum dilaksanakan sore hari pasca kuliah kemudian langsung dilanjutkan membuat laporan. Pulang melampaui waktu maghrib pun serasa hal biasa. Ah, ini mungkin terlihat masih mending bagi teman-teman lain yang saban harinya selalu berkutat dengan praktikum dan laporan seperti Kedokteran, Teknik, dan bidang ilmu rumpun IPA lainnya. Sedangkan kami, yang terlanjur terkesan santai di awal, tiba-tiba langsung dipaksa berlari cepat setelah terbangun dari tidur lelapnya. Selama empat minggu kami berkutat dengan praktikum lab dan revisi laporan, kami kira praktik sudah benar-benar usai. Ya, memang sudah usai untuk praktikum lab, tapi kemudian dilanjutkan praktikum lapangan! Lemas sudah rasanya badan ini. (Baca selengkapnya).
www.google.com
Selain itu, mata kuliah yang memiliki serangkaian tugas berurutan dan tak kalah padatnya adalah Psikodiagnostika II part Wawancara. Ya, mata kuliah yang juga didampingi oleh asisten ini memiliki rangkaian tugas yang serasa tak ada ujungnya. Mulai dari membuat guideline wawancara plus asistensi dengan segala revisi, kemudian praktek wawancara individual dengan sistem saling bertukar subyek wawancara. Jadi maksudnya seperti ini, saya dipasangkan oleh asisten dengan Tini, kami berdua diharuskan mencari subyek wawancara dari teman yang kami kenal kemudian menentukan tema wawancara sesuai dengan kondisi dari subyek tersebut. Saya mempunyai teman Tinah yang nantinya akan berperan sebagai subyek, sedangkan Tini menghubungi temannya yang bernama Prapti. Nah, pada saat hari H praktek wawancara, teman saya Tinah tadi diwawancarai oleh Tini, sedangkan saya mewawancarai temannya Tini, si Prapti. Terdengar ribet dan rumit, memang. (Baca selengkapnya).
Panitia Psychovison 2014
Selain dua mata kuliah keramat di atas, tentu ada kegiatan lain yang lebih fenomenal serta sensasional. Pada semester empat ini saya juga disibukkan oleh persiapan kegiatan seminar yang sangat menyita perhatian baik fisik maupun mental. Banyak konflik dan tekanan yang terjadi selama masa persiapan tersebut. Tapi, ah sudahlah, toh ini juga konsekuensi dari pilihan saya tempo lalu. (Baca selengkapnya).
Selanjutnya, momen yang menyongsong akhir semester empat adalah, menjadi panitia wisuda. Ya, tahun ini adalah jatah angkatan 2012 membantu prodi untuk melaksanakan wisuda kakak tingkat. Lagi-lagi, saya bergumul dengan padatnya tugas serta aktivitas yang kian menghimpit di penghujung semester empat. Pikir di awal, akhir semester akan lebih longgar karena tugas-tugas sudah menumpuk di pertengahan semester, nyatanya malah semakin bertambah menyesak akibat adanya ujian-ujian yang dirapel. Fiuh…
Suasana di area cafetaria 3030show
Nah, setelah acara wisuda tersebut, rasanya paru-paru sudah mulai dapat bernafas lega. Tugas dan ujian tinggal beberapa gelintir, liburan pun sudah di depan mata. Sebagai penutup semester empat, saya menyempatkan diri untuk menonton 3030show. Pertunjukan yang dilaksanakan di lapangan dekat keraton Mangkunegaran Solo ini merupakan show yang diusung oleh sebuah provider telepon seluler dengan produk andalannya, internetan 2 GB dan masa aktif 12 bulan. Berawal dari retweet-an following saya yang me-retweet akun twitter 3030 yaitu, @3030solo , saya pun iseng-iseng kepo timeline-nya. Tertarik, saya pun scrolling timeline, buka tab favorite, dan akhirnya menemukan link untuk melakukan registrasi via online. Saya juga berkoar-koar lewat grup angkatan di Whatsapp mengajak teman-teman seangkatan untuk jangan pulang kampung dulu sebelum menonton show ini. Banyak yang tertarik, kemudian beberapa dari mereka pun mendaftar via online. Acara tersebut berlangsung antara tanggal 19 – 25 Juni 2014. Jam pertunjukannya pun bisa kita pilih sesuai keinginan. Saya dan beberapa teman saya memilih pertunjukan hari Sabtu, tanggal 22 Juni 2014, pukul 19.00 – selesai, sekalian malam mingguan. (Baca selengkapnya).
Nah, itulah serentetan kegiatan di semester empat yang kemudian ditutup dengan kegiatan yang lumayan happy ending. Meskipun lelah, namun semester empat menyuguhkan kenangan dan momen-momen bersama teman-teman seperjuangan tak terlupakan. Sifat, tingkah laku, kelebihan dan kekurangan masing-masing individu pun menjadi semakin terlihat ketika menghadapi suatu kegiatan yang penuh tekanan. Justru dengan mengetahui kekurangan mereka lah yang memupuk toleransi dan rasa saling menghormati antar individu. Nobody’s flawless, right?
(Seperti halnya tulisan-tulisan saya sebelumnya, selalu menyajikan pembukaan yang terlalu panjang dan membosankan. Jangan berharap kalau saya menulis dengan bahasa yang tertata rapi seperti ini, strukturnya juga menjadi lebih tertata rapi dari sebelumnya. Sekali-kali belum! Saya masih belajar menulis, sebenarnya. Jadi, siapapun jangan anggap saya ahli atau pandai merangkai diksi liris seperti yang sering saya guratkan dalam tulisan-tulisan saya di tumblr. Sesungguhnya, saya masih perlu banyak belajar. Hehehe. Maka, tolong maafkan segala kekhilafan saya dalam dunia tulis menulis ini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar