Kamis, 14 Agustus 2014

# College # Experience

Psychovision 2014: How to Handle Daily Stress


“Saat stress datang akibat mati-matian mempersiapkan acara yang satu ini. Ironis, memang”
Acara paling keren dan sensasional yang pernah saya ikuti. Melibatkan diri dengan segala hiruk pikuk masalah dan konflik yang terjadi baik internal maupun eksternal. Well, masalah itu bukan untuk dihindari, tapi untuk dihadapi dan diselesaikan, dengan gentle. Saat di tengah perjalanan menuju hari H acara tersebut, memang banyak duri dan kerikil tajam yang mengoyak langkah. Rasanya ingin menyerah saat perjalanan sudah dua pertiga terjamah. Tapi, itu sama saja pengecut, bukan?
source: www.google.com
Sesakit apapun, sepedih apapun, tetap harus terus melangkah sampai hari yang ditunggu tiba. Ketika di tengah perjalanan, tugas menghantam bertubi-tubi, konflik merajalela mengiris hati, tatapan mata tajam berkilat penuh sakit hati, kata-kata pedas terasa panas bagai terbakar api. Semua itu memang penuh tragedi. Oke, kalimat saya mungkin terdengar lebay, tapi ini jujur dari dalam hati. Hehehe.
Setelah bergumul dengan masalah yang tiada henti, akhirnya tibalah kami di hari penuh sensasi. Halah. Petualangan dimulai sejak hari Sabtu, 31 Mei 2014. Pada hari itu, kami melaksanakan geladi bersih di venue seminar. Seminar ini berlokasi di Convention Center Hall, Solo Paragon. Kami mulai mengatur kursi sesuai kebutuhan, mengatur panggung, mengangkat sofa dan meja ke atas panggung, menghias mimbar, menata seminar kit, mengangkat meja untuk stand sponsorship, dan lain sebagainya. Pengisi suara pun satu persatu datang dan melakukan geladi bersih. Waktu pun berlalu cepat, setelah kami istirahat sebentar dan melaksanakan sholat Maghrib, kami melanjutkan pekerjaan lain yang masih menunggu.
Jam demi jam demi jam pun berlalu, waktu sudah hampir menunjukkan pukul 20.00. Dari luar venue, ada panitia yang mengabarkan bahwa salah satu pembicara seminar kami akan datang untuk geladi bersih sekaligus check sound. Yup, namun si pembicara itu meminta untuk mensterilkan ruang seminar, artinya panitia tidak boleh masuk, di dalam hanya boleh ada dia bersama krunya. Tampak dari pintu, kami melihat pembicara itu memasuki venue, lantas kami pun disuruh keluar. Setelah beberapa hal dibereskan, satu persatu dari kami pun pulang, kecuali beberapa panitia yang bertugas mengurusi si pembicara itu. Mau tahu siapa dia? Silahkan baca terus sampai selesai. Hehehe.
Saya pun pulang bersama teman-teman saya. Malam itu, saya tidak pulang ke rumah. Saya dan Nisa menginap di kosan Sheilla dan Tera, karena besoknya harus datang jam 06.00 untuk briefing dan persiapan lagi.
Malam itu saya susah tidur, terlalu kepikiran sama acara besok. Perasaan saya juga tidak enak saat itu. Esok paginya, saya terbangun jam 03.30. Padahal malamnya saya tidur hampir larut, sekitar jam 22.45. Entahlah, mungkin saya hanya gelisah karena takut datang terlambat.
Pukul 05.15 kami berangkat, namun sebelumnya kami jemput Rizki dan Mba Evy di kos. Mbak Evy membonceng saya, Nisa membonceng Tera, dan Rizki membonceng Sheilla. Separuh perjalanan terlampaui, tiba-tiba motor saya terasa oleng, saya pun berhenti di pinggir jalan. Jalanan pagi masih lengang. Hanya ada beberapa pedagang pasar yang berlalu lalang. Saya melihat ban motor saya, ternyata bocor. Sayangnya, di sekitar tempat saya berhenti, lapak tambal ban-nya belum buka. Saya dibantu teman saya, mencari-cari lapak tambal ban yang sudah buka di hari Minggu pagi yang amat dini. Teman saya menemukan lapak tambal ban yang sudah buka dan jauhnya sekitar satu kilometer. Ternyata inilah pertanda buruk yang semalam saya gelisahkan. Hiks…
Sekitar jam 07.00 pagi saya baru sampai di Paragon. Terlambat satu jam, dan itu sangat menyebalkan. Saya tidak suka terlambat dan tidak terbiasa terlambat. Sampai di sana, semua panitia sudah berkumpul. Mereka semua mulai bersiap untuk sarapan sebelum memulai pertempuran seharian yang melelahkan.
Penampilan Saman Psikologi Universitas Sebelas Maret
Tepat jam 08.00 pagi, acara pun dimulai. Acara dibuka dengan tari Saman dari grup Saman Psikologi Universitas Sebelas Maret. Tari yang mereka tampilkan sangat keren dan penuh semangat! Riuh tepuk tangan penonton memenuhi ruang seminar. Acara dilanjutkan dengan pembukaan oleh Mbak Marash dan Sheilla sebagai MC, sambutan-sambutan, kemudian langsung ke inti acara.
Ya, seperti yang telah dituliskan dalam pamflet, pada seminar ini kami membahas tentang; bagaimana, sih, cara mengelola stress sehingga bisa berdampak positif. Apalagi di zaman yang serba cepat ini, tuntutan setiap orang semakin besar.
Ibu Tika Bisono, Psi.
Adanya tuntutan yang besar tersebut mungkin tidak dibarengi dengan kondisi mental yang baik, akibatnya banyak orang yang mengalami stress akibat tuntutan yang kurang atau tidak terpenuhi. Sehingga, jika semua hal tersebut terus menerus menumpuk dan terakumulasi, maka lama kelamaan akan menimbulkan depresi. Nah, pada acara ini kami juga menghadirkan pembicara yang super keren, ada Ibu Tika Bisono, seorang Psikolog terkenal. Ada juga Ustadz Burhan Shodiq, ustadznya anak muda yang buku-bukunya banyak bertengger di toko-toko buku seluruh Indonesia. Selain itu ada juga, Marshanda, seorang yang mendaulat dirinya sebagai #1 MotivArtist dan seorang yang saat geladi bersih meminta venue seminar steril. Hehehe. Yup, pembicaranya keren sekali, bukan? *tertawa miris*
Ustadz Burhan Shodiq
Seminar ini terdiri dari dua sesi, sesi pertama pembahasan tentang stress dari sudut pandang Psikologi dan Islam oleh Ibu Tika Bisono featuring Ust. Burhan Shodiq, dengan moderator kakak kami yang paling keren, Mbak Titis Sekti Wijayanti. Sedangkan sesi kedua adalah sesi cerita pengalaman pribadi dan motivasi dari Marshanda.
Well, sebenarnya saya tidak ingin membahas tentang seminarnya, karena seminar selama hampir delapan jam itu terlalu panjang untuk diceritakan. Hehehe. Saya hanya ingin sedikit bercerita tentang salah satu pembicara di seminar tersebut. Yup, siapa lagi kalau bukan sang MotivArtist, Marshanda.
Seperti yang kita tahu lewat infotainment belakangan ini, Marshanda sedang mengalami badai dalam rumah tangganya. Selain badai rumah tangga yang berujung perceraian, muncul pula berita bahwa dirinya juga tengah berkonflik dengan ibu kandungnya. Ya, konflik yang berlanjut saling tuding antara pengacara dan ibu Marshanda, bahkan membawa perkara ini sampai ke meja hijau. Semacam sinetron kehidupan nyata, memang.
Penampilan Marshanda
Anyway, saat di seminar kemarin, saya ingat sekali bahwa Marshanda masih terlihat biasa saja. Ya, meskipun beberapa hari sebelum seminar, santer terdengar berita perihal keretakan rumah tangga Marshanda dan suaminya, Ben. Sebenarnya juga, H-2 minggu kalau tidak salah, panitia yang tergabung dalam sie acara sempat panik karena dari pihak manajemen Marshanda meminta pembatalan kedatangan Marshanda ke acara kami. Namun, akhirnya sie acara berusaha supaya Marshanda tetap bisa datang karena pamflet sudah terlanjur tersebar, sudah banyak peserta yang daftar – terutama dari gabungan komunitas pecinta Marshanda –, hari H semakin dekat, dan juga kami tidak memiliki alternatif pembicara lain. Kami pun baru tahu alasan mengapa tiba-tiba Marshanda ingin membatalkan kedatangannya, ini akibat dampak dari berita perceraiannya yang santer terdengar.
Saat seminar, Marshanda masih bersikap wajar, masih mengenakan jilbab, tidak menunjukkan tingkah laku yang janggal atau sebagainya. Bahkan sempat di akhir sesi, Marshanda memberikan pelukan hangat kepada beberapa peserta seminar yang bersedia menceritakan kesedihan dan masalahnya. Terlihat sangat normal dan masih berusaha menguatkan mereka-mereka di luar sana yang sedang mengalami beragam tekanan. Selain itu, ia juga sempat bernyanyi dengan suaranya yang merdu. Lepas, tanpa beban, menuai tepuk tangan membahana dan sorai peserta seminar yang terhibur dengan penampilannya. Ya, sejenak kami pun lupa bahwa di luar sana banyak paparazzi yang berusaha mencuatkan konflik rumah tangganya di muka publik.
Oh iya, saya juga ingat bahwa saat seminar Marshanda pernah memberitahukan bahwa, ia akan merilis sebuah video yang berisi puisi karyanya. Puisi yang berisi curahan hatinya yang berjudul Unspoken. Yup, video yang santer disebut-sebut sebagai video pertama yang mengunggah penampilan Marshanda tanpa mengenakan hijab! Miris sekali, sejak saya mendengar Marshanda melepas hijabnya. Saya pikir, berita di twitter yang menyebutkan bahwa Marshanda mengunggah foto tanpa jilbabnya itu hanyalah hoax saja. Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata semua berita itu benar. Rasanya, sedikit kecewa juga, karena kemarin sudah sempat mengundang Marshanda menjadi pembicara, memberikan motivasi malah. Padahal di episode 1 dari serial Unspoken tersebut terlihat bahwa Marshanda masih mengenakan hijabnya. Ah, ya, saya sadar bahwa orang-orang bisa berubah dalam waktu singkat.
Ya, memang pelik permasalahan yang sedang mendera Marshanda saat ini. Berharap semoga semua dapat terselesaikan dengan baik tanpa tambahan konflik. Meskipun sebenarnya saya sangat menyayangkan keputusannya untuk melepaskan hijabnya. Ya, berharap semoga Marshanda dapat segera menyelesaikan kekalutan mental dan segala permasalahan hidupnya. Semoga saja suatu saat ia bisa sadar dan kembali menutup auratnya. Aamiin….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar