Rabu, 25 Januari 2017

# Kampus Fiksi # Renungan

[#KampusFiksi 10 Days Writing Challenge] Day #7 – It’s Just a Matter of Time

Sekarang, saya ingin agak serius menulis challenge hari ketujuh. Kebetulan beberapa hari belakangan ini saya sedang berada dalam titik terendah. Banyak kejadian tidak menyenangkan yang saya alami, meskipun tidak terlalu buruk, namun membuat saya merasa agak lelah. Segala pencapaian-pencapaian orang-orang di luar sana membuat saya minder. Saya jadi sering membanding-bandingkan hidup dan diri saya yang nggak seberapa ini dengan mereka. Saya jadi sering mengasihani diri sendiri. Saya jadi hampir ingin menyalahkan keadaan dan segala ketidakberuntungan yang menghadang saya. Lantas, saya lupa bahwa hidup saya masih lebih beruntung daripada orang-orang di luar sana. Mungkin memang, saya terlalu sibuk menatap ke atas, hingga tak sadar bahwa di bawah sana masih banyak yang butuh uluran tangan.
Seringkali saya mencoba mengambil selipan hikmah di setiap kejadian yang saya alami. Namun, seringkali pula saya gagal memaknai, akibat pemahaman saya yang dangkal. Seringkali saya mengkritisi diri sendiri, apa yang kurang dan salah, hingga saya pun mati-matian berusaha menambal kecacatan yang senantiasa menghantui saya. Sembari mengais-kais serpihan semangat yang kadung pupus, saya berusaha memaknai hakikat ‘waktu’.
Sebagaimana quotes yang pernah saya baca di suatu grup bahwa, setiap orang memiliki waktunya masing-masing. Misalnya, ada yang setelah menikah langsung dikaruniai anak, tapi ada juga pasangan yang harus menunggu sampai lima hingga sepuluh tahun sembari jungkir-balik usaha mati-matian baru berhasil memiliki anak. Ada yang baru membuka usaha langsung menuai keuntungan besar, namun ada juga yang harus jatuh-bangun hingga bertahun-tahun lamanya baru berhasil. Ada yang mengerjakan skripsi lancar dan lulus tepat waktu, ada juga yang skripsinya nggak kelar-kelar hampir jadi mahasiswa abadi.
Dalam buku What The Dog Saw Malcolm Gladwell, hal tersebut terjadi karena ada dua tipe orang di dunia ini; orang yang cepat panas dan orang yang lambat panas. Orang yang cepat panas akan cepat menunjukkan ledakan potensinya. Sedangkan orang yang lambat panas, mereka lebih cenderung lambat dalam menunjukkan potensi besar mereka yang sesungguhnya. Namun, jika saya boleh berpendapat, perkara cepat panas itu masih sebatas urusan personal. Sedangkan, manusia tidak hidup dalam dunia personalnya masing-masing. Setiap kejadian yang dialami oleh seseorang tidak hanya bergantung pada faktor personal saja, seperti perkara cepat atau lambat panas. Ada faktor lain yang turut campur dalam kejadian yang menentukan hidup seseorang yaitu; waktu.
Waktu yang dimiliki setiap manusia tertulis dalam takdir. Ada yang memiliki waktu yang cepat, ada yang lambat. Waktu yang dimiliki setiap manusia sudah tertulis, tidak bisa dipercepat atau diperlambat. Tapi manusia bisa mengubah takdir–untuk takdir tertentu yang bisa berubah–dengan melakukan usaha. Namun, banyak yang masih bertanya-tanya, mengapa sudah berusaha jungkir balik berdarah-darah, tapi hasil yang diharapkan tak kunjung tampak? Satu yang masih kurang dalam pemahaman itu adalah memaknai sabar. Sabar dalam menunggu waktu tersebut tiba. Sabar menunggu usaha yang kita upayakan benar-benar tampak hasilnya. Sebab kita tidak tahu, sudah sedekat apa usaha yang kita perjuangkan dengan waktu yang digariskan.
Sayangnya, memaknai sabar itu tidak semudah aplikasinya. Apalagi jika melihat kesuksesan orang lain yang menyilaukan mata. Lagi-lagi kita seperti ingin merutuki nasib yang tak kunjung berubah. Hanya sanggup memandang nanar rumput tetangga selalu tampak lebih hijau dan indah. Padahal, kita tidak tahu saja, sekeras apa perjuangan mereka, seberapa lama mereka menunggu, sesakit apa mereka jatuh-bangun berulang kali. Dan, kita juga tidak tahu, apakah yang sudah terambil dari mereka adalah untuk menebus keberuntungan itu. Apakah keberuntungan yang mereka dapatkan saat ini merupakan ganti dari sesuatu yang telah direnggut dari mereka.
Saya pernah iri dengan salah satu teman saya. Melalui pandangan saya, dia sungguh beruntung karena mendapatkan keberuntungan tanpa perlu menunggu terlalu lama. Sedangkan saya harus berlari ke sana kemari, jatuh bangun, berpeluh menangis, dan berdarah-darah. Awalnya saya mengasihani diri, mengapa seperti dunia ini sungguh tidak adil bagi saya. Namun, ketika saya berusaha menyelami pemaknaan dalam kejadian itu, saya menemukan sebuah pemahaman. Saya teringat kehidupan masa lalu teman saya itu yang tidak seberuntung saya. Kedua orang tuanya meninggal dalam waktu yang berdekatan, seolah ujian selalu mampir menyambanginya. Ia pun menjadi yatim piatu, padahal masa itu adalah masa ia membutuhkan dukungan keluarga. Otomatis sejak saat itu dia harus hidup mandiri bersama kakak-kakaknya.
Di titik itu pun saya sadar kalau teman saya itu pantas mendapatkan keberuntungannya saat ini dibandingkan saya. Waktu ini adalah saatnya mendapatkan tebusan atas apa yang pernah terenggut darinya. Waktu ini adalah saatnya ia merasakan kebahagiaan atas kesabarannya dalam menunggu hasil yang digariskan padanya tiba.
Semua hal yang terjadi pada kita hanya perkara menunggu waktu. Apakah ini sudah saatnya atau belum. Mungkin saja saat ini teman-teman kalian banyak yang sudah menikah, tapi kalian masih sibuk dengan kejombloan tiada ujung. Atau mungkin, skripsi kalian tak kunjung di-acc dosen pembimbing, padahal teman-teman kalian sudah banyak yang bekerja bahkan S2. Atau teman kalian sudah punya anak dua, tiga hingga empat, sedangkan kalian sudah menikah lebih lama tapi satu saja belum punya. Lagi-lagi, semua hanya perkara waktu. Ada hikmah di balik semua kejadian, tinggal kita mau memaknainya atau tidak.
Saya sungguh yakin, jika kita mau memaknai hakikat waktu dan kesabaran, maka ketika waktu yang sebenarnya tiba akan terasa lebih manis dan indah. Sebab kita tidak akan bisa merasakan indahnya pertemuan, sebelum merasakan perihnya penantian. Sebab semua akan mendapatkan bagiannya pada waktunya. Semua akan indah pada waktunya. Tuhan bersama saya, kamu, dan kita semua yang sabar menunggu takdir waktu yang telah digariskan tiba. Aamiin….
 
[source]
When you try your best but you don’t succeed
When you get what you want, but not what you need
When you feel so tired, but you can’t sleep
Stuck in reverse….
And the tears come streaming down your face
When you lose something you can’t replace
When you love someone but it goes to waste
Could it be worse?
Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you
Fix You (Coldplay)

Solo, 24 Januari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar